MINDPORTER: Mindporting to Plante di An1magine Volume 2 Nomor 3 Maret 2017


MINDPORTER:
Mindporting to Plante
M.S. Gumelar


“Alo sudah kehilangan ayahnya sejak kecil. Aku hanya pernah bertemu dengan ibunya. Terakhir beberapa tahun silam sebelum beliau meninggal. Namun ia tidak pernah membahas apapun mengenai orang tuaku,” jelas Rhalemug.

“Pasti ia tahu jika kau ini anak dari koleganya. Aneh sekali. Baiklah, kalau begitu kita mencari saksi yang masih hidup saja. Mungkin satu-satunya dari lima orang itu yang masih hidup,” cetus Mozza.

“Heere,” angguk Rhalemug.

Pengetahuan yang Hidup
Banyak orang mengagungkan buku yang banyak menceritakan hal yang mirip.

Melupakan bahwa sebenarnya ada seseorang yang bisa menjelaskan segalanya dengan detail namun
singkat juga akurat

"Pernah merasa kehilangan semangat? Merasa apa yang kau lakukan selama ini tidak lebih dari sebuah hal yang sia-sia. Dan orang-orang tidak lagi mendukungmu. Mereka berbalik arah. Namun aku bukanlah orang yang memahami sesuatu dengan baik”

“Menghakimi sesuatu sebagai keberuntungan atau ketidakberuntungan karena seluruh hal yang kujalani merupakan suatu proses”

“Di mana satu hal dengan yang lainnya terikat erat oleh tali kasat mata”

“Bahwa apa yang terjadi di masa lalu memengaruhi masa kini, dan apa yang kita pilih di masa kini akan memengaruhi masa depan,” Heere mengeluarkan cerutunya, serta merta Mozza memelototinya.

"Aku bisa membuatkanmu kopi kalau kau ingin, tapi kumohon jangan merokok di dekatku," pinta Mozza.

Tidak banyak tamu yang berani menegur tuan rumah seperti itu. Tapi Mozza berani menyatakan pendapatnya. Mungkin karena mereka sudah dekat.

Heere dan Mozza.
Rumah Heere ternyata ada di tepi Schavelle yang dekat dengan Sintesa Samiroonc.

Desain flatnya mirip dengan punya Rhalemug namun didekorasi seperti kapal penyelaman yang pernah Rhalemug baca.

Ia jadi penasaran apakah seluruh rumah di sini memiliki dekorasi yang sama.

Sementara flat Sintesa Samiroonc memiliki kesan minimalis. Dengan ornamen yang menegaskan dua warna, putih dan hitam.

Tapi yang membuat Rhalemug iri, Heere memiliki jendela dari flatnya untuk memandangi dunia luar. Sementara ia harus puas dengan gambar di monitor.

Hari itu Glaric memutuskan untuk tidak menemani kedua temannya karena ia harus memeriksa jaringan Mimosa Paradiamo yang menuju tempat Rhalemug.

Entah mengapa Rhalemug tidak bisa mengontak Glaric dan Mozza menggunakan alat yang diberikan Glaric saat mereka makan malam bersama untuk merayakan naiknya pangkat Rhalemug.

Tidak lama setelah mereka menemukan foto orang tua Rhalemug.

“Kopi...”. Orang tua itu bergumam.

“Boleh juga. Aku suka kopi pahit. Seingatku masih ada persediaan biji kopi hitam di lemari,” pandunya sembari mematikan cerutu yang belum sempat di hisapnya.

“Jujur saja Heere, kupikir kita berteman. Kau ini penuh dengan misteri ya. Berpura-pura tidak bisa membaca dan mengaku bertahun-tahun menjadi petugas kebersihan.

Padahal kau ini orang penting,” cerocos Mozza mengungkapkan kekesalannya.

Heere memijat-mijat pelipisnya. “Kau tidak tahu Mozza bagaimana rasanya di caci banyak orang. Aku ingin hidup damai dengan identitas yang baru saja.

Meskipun sebenarnya terlalu lama berdamai dengan hidup membuatku ingin bertingkah kembali”.

“Selalu merindukan apa yang tidak dimiliki bisa membuatmu tidak menikmati masa-masa sekarang,” Mozza mewanti-wanti.

“Kalau kupikir kau benar-benar mirip ibumu Mozz,” kata Heere sembari menerima kopi yang di buat Mozza.

“Tidak perlu membahasnya,” Mozza melemparkan rambutnya ke belakang bahu. “Aku tidak mengenal mereka, dan tidak ingin mengetahui mereka.

Kita ke topik yang ingin di bahas saja. Kami di sini bukan untuk membicarakan orang tuaku”.

“Kau bahkan juga mengenal ibu Mozza!” seru Rhalemug kaget.

“Karena kami satu angkatan. Kurang lebih begitu,” Heere terkekeh.

“Kau bisa mulai dengan menceritakan masa lalumu Heere. Siapa kau sebenarnya, apa pekerjaanmu, hal-hal yang mendasar terlebih dulu kurasa,” Mozza meletakkan secangkir kopi yang baru saja di seduhnya ke hadapan Heere.

“Kalau aku menyatakan diri sebagai kepala regulator Plante apakah kalian semua percaya? Terdengar seperti bualan?” ia terkekeh lagi, namun ada nada pahit di sana.

Mozza memicingkan mata. “Aku tidak percaya”.

“Banyak yang setuju denganmu Mozz, jangan khawatir,” sahut Heere santai.

“Tapi kenapa...”.

“Karena aku mendukung aksi Jakarov. Karena pilihannya memang benar. Plante semestinya segera mendarat”.

“Mendarat? Kau bahkan mengenal Jakarov!” seru Rhalemug antusias.

“Ibumu? Tentu saja? Ia adalah ilmuwan terbaik di sini. Dari divisi penjelajah. Ibumu adalah orang yang hebat, nak. Di samping itu ia juga pemberani. Tidak banyak orang yang mampu seperti itu. Memperjuangkan hal yang dipercayainya dan bertarung dengan segala kemungkinan yang ada. Aku memuja keberaniannya," kata Heere dalam suara lirih.

"Tapi bagaimana semua orang dapat berpikir Jakarov adalah seorang pria?" tanya Mozza sembari memanaskan air menggunakan pemanas air.

"Itulah hebatnya. Nama sering mengecoh orang-orang. Bahkan selama ini tidak ada deskripsi seperti apa Jakarov sebenarnya dan apa yang benar-benar ia hapuskan. Para regulator mengira dapat membersihkan jejak dan membuat Plante tetap pada alur yang menurut mereka terbaik.

Sebenarnya aku termasuk dalam golongan mereka, karena alasan keselamatan aku harus mengorbankan beberapa data penting sembari menyembunyikan data lainnya.

Meski begitu, mereka melupakan sesuatu. Data yang ada di kepala para saksi tidak dapat mereka hapus, meskipun sudah hampir seratus tahun lamanya," kenang Heere dengan suara parau.

Rhalemug memandangi foto yang dibawanya. Wanita yang berada di tengah ayahnya dan Heere adalah ibunya. Inikah alasan ayahnya tidak pernah menceritakan apa pun mengenai ibunya.

“Siapa nama asli ibuku?” tanya Rhalemug dengan nada mendesak.

“Ygmy,” jawab Heere.

“Penulis Plante Dulu, Plante Sekarang!” seru Mozza dan Rhalemug bersamaan.

“Buku yang terkenal ya. Untung saja tidak masuk dalam daftar yang harus di musnahkan. Menggunakan nama samaran benar-benar genius!”

Heere menyeruput kopinya. Ampas kopi tertinggal di sudut-sudut mulutnya.

“Aku tahu Patizio sebenarnya juga menyetujui teori Jakarov, maka dari itu ia memberikan aksesnya padamu”.

“Akses untuk mengatur Plante? Maksudmu dia ingin aku membuat persediaan makanan di Plante berkurang sehingga kita mengalami bencana kelaparan?”

“Tidak nak! Kita akan menempuh jalan berbeda. Kurasa Patizio menginginkan kau melakukan negosiasi. Yakinkan orang-orang yang tinggal di Equilibrium bahwa Plante sudah waktunya mengakhiri perjalanannya yang tak berujung”.

“Tapi aku hanya seorang petani!” kata Rhalemug putus asa. “Ibuku mungkin mampu melakukannya karena ia seorang ilmuan. Tapi anaknya benar-benar buta pada dunia luar”.

“Kurasa kau  punya pacar yang baik, yang mau mengajarimu,” Heere mengerling ke arah Mozza.

Seketika wajah Mozza bersemu merah. Orang tua ini benar-benar asal bicara saja. Rhalemug pastinya berat buat merebut orang yang disukai teman dekatnya. Itu tidak benar.

“Apakah kau memiliki saran untuk kami Heere?” sela Mozza mengalihkan topik yang mendadak membuat dirinya merasa aneh.

“Ceritakan keadaan Aracheas. Katakan betapa kita tengah berada dalam posisi yang sangat kritis. Di mana Generoro mungkin saja kehilangan seluruh yang dimilikinya”.

“Aku tahu seseorang yang bekerja di lantai atas dan bisa membantumu. Jhatatysa banyak membaca buku-buku ibumu,” celetuk Mozza.

“Jhatatysa,” gumam Rhalemug menirukan.

Heere mengangguk-angguk. “Kurasa kalian memang bisa mengajak anak itu. Cantik, cerdas, dan memiliki banyak pengetahuan dan wewenang yang kalian butuhkan tentunya. Ia menjabat sebagai wakil dari Qwera”.

“Aku tidak pernah tahu  Jhatatysa memiliki kedudukan setinggi itu. Ia selalu mengatakan bahwa dirinya adalah ketua bidang internal Plante, bagian dari regulator, tapi bukan wakil Qwera,” ucap Mozza.

“Ia anak baik Mozz. Tidak pernah ingin untuk menyakiti perasaan siapapun. Ia bahkan memainkan piano buatku. Tapi kau juga baik karena membuatkanku kopi,” Heere kembali mengangkat cangkirnya.

Heere menarik bibirnya yang tebal ke kanan dan ke kiri, membentuk seringai.

“Ngomong-ngomong temanmu Alo tahu kau benar. Maka dari itu ia berusaha untuk berada di sisi seberangmu”.

“Alo... apa?” tanya Rhalemug terheran-heran. “Tentunya kau tahu kalau dia tidak setuju dengan hipotesisku. Dia bahkan sangat membenciku sekarang. Teman baikku.... Tapi bukankah orang tua kami berteman?”

Heere menuangkan air ke dalam gelas kemudian memberikannya kepada Rhalemug.

Rhalemug meminum isinya hingga habis dan ia masih merasa kurang namun tidak menyatakannya.

“Ini semua karena Xeparo”.
“Xeparo?” ulang Rhalemug. Ia yakin belum pernah mendengar nama itu.
“Kejadiannya sudah sangat lama.

Xeparo adalah ayah Ahora dan Alo. Teman baik dari sahabatku, Iteiu. Maka dari itu aku mengenalnya. Dulu tentunya kau tahu bahwa Plante juga dilanda  kelaparan.

“Xeparo dan Iteiu yang masih memegang pesan dari generasi pertama Plante mengetahui bahwa mereka harus segera mendaratkan pesawat. Maka dari itu mereka memilih untuk pergi ke planet terdekat. Mereka menggunakan pesawat kecil yang dikenal dengan sekoci dan tidak pernah kembali”.

Mulut Rhalemug menganga. Ia tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Meski ia ingin ada orang yang percaya hipotesisnya, cerita Heere memaksa otaknya berkerja lebih keras dari pada yang ia pernah lakukan.
Heere memandang jauh ke dalam mata makhluk di hadapannya.

“Rhalemug, Alo hanya tidak ingin kejadian itu berulang. Karena nyatanya setelah Xeparo dan Iteiu pergi, pesawat dapat diperbaiki. Alo meresa kematian mereka adalah sesuatu yang sia-sia. Ia masih merasakan sakit hati yang sangat mendalam, simpatiklah padanya”.

“Alo terlihat sangat berang tadi,” renung Rhalemug muram.

“Satu hal, Rhalemug, jika kau ingin mendaratkan Plante, kau akan membutuhkan pertolongan Jhatatysa”.

Heere tertawa kering.

Rhalemug merasa degupan jantungnya makin mengencang. “Apa kau akan membantu?”
Heere mengangguk.

“Kaupikir sekarang aku sedang tidak membantumu? Aku tidak memiliki taring lagi. Yang bisa kulakukan hanyalah memberi masukan. Namun hasilnya tergantung pada kalian sendiri. Seberapa kalian mampu mendobrak keyakinan Plante adalah surga.

“Karena tujuan yang sebenarnya adalah pendaratan. Plante bukan suku kita. Plante bukan nama dunia kita. Plante sebenarnya adalah anagram dari Planet. Tujuan dari semua penjelajahan ruang angkasa ini”.

“Jadi sebenarnya siapa kita?” gumam Rhalemug.

“Bangsa Generoro. Jika aku tidak salah mencatat, kita sudah berlayar selama lebih dari tiga ratus tahun. Kita sebagai generasi ketiga, sudah banyak melupakan asal muasal mengapa kita harus terus terombang-ambing di pesawat tanpa tujuan”.

“Ceritakan lebih banyak, Heere ,” pinta Rhalemug.

Heere menelusuri tepi jendela dengan jari-jari tangannya

“Bangsa kita melakukan penjelajahan luar angkasa untuk pertama kalinya untuk menemukan makhluk di planet-planet lain. Orang-orang terandal dipilih. Baik dari bidang luar angkasa, riset, pertanian, juga peternakan. Lihat betapa canggihnya Plante! Air pun sudah dapat dibentuk melalui rekayasa atom”.

Rhalemug memilih diam, masih ingin menikmati penjelasan dari Heere.  Mozza juga memilih buat tidak menyela.

“Gulma-gulma juga hama yang muncul, kurasa itu karena kebocoran pesawat. Pesawat ini sudah tua. Aku sudah memberitahu divisi mesin untuk mencoba memperbaikinya. Tapi mereka sendiri kewalahan karena buku panduannya sendiri hampir tidak bisa dimengerti.

”Pergantian generasi menyebabkan pergantian bahasa. Bahasa generasi pertama kini tidak lebih dari bahasa kuno yang sulit untuk diterapkan. Aku sendiri hanya bisa mencerna beberapa bagian,” imbuhnya.

Buku... Rhalemug ingat bahwa terdapat buku panduan untuk mengontrol lampu-lampu pesawat ini dan Ahora mengatakan bahasanya sudah sulit dimengerti. Buku panduan Plante.

Buku sejarah sekaligus penyelamat Plante, kini sudah hampir tidak bisa dicerna.

“Kalau begitu mengapa kau tidak lekas saja mendaratkan pesawat ini? Dari dulu kau bisa melakukannya!” sertu Rhalemug menggebu-gebu.

“Kau pikir semudah itu? Sama seperti kau, Rhalemug! Orang-orang mengatakan aku gila. Mereka ketakutan tidak menemukan Planet yang cocok, sebagian dari generasiku bahkan terlanjur percaya pesawat ini adalah dunia mereka. Di sisi lain, orang-orang seperti Alo juga akan mencegah aksi kita”. Heere belum mengalihkan pandangannya dari jendela.

“Apa boleh aku tahu mengapa Alo suka mencarimu? Dan apa sebenarnya pekerjaanmu?”

“Kau tahu apa sebenarnya pekerjaan tertinggi di sini? Aku koordinator divisi riset dan pilot pesawat ini. Memastikan Plante tidak menabrak benda antariksa lain”. Heere berhenti sebentar kemudian mendengus.

“Alo mencegah meski tahu, sementara Plante akan segera kacau karena kelaparan! Beberapa penduduk sudah mulai merasakan pasokan makanan yang berkurang. Kita tidak mungkin terus mengulur-ulur waktu. Pilihannya coba mendarat meski berbahaya, atau membiarkan semua orang mati di pesawat ini”.

Heere berkata dalam nada datar. “Keputusan harus segera diambil. Ketakutan terburukku adalah Plante akan kehabisan makanan dalam beberapa bulan kedepan karena Aracheas sudah tidak bisa lagi ditanami, hampir tidak ada yang bisa di ternak. Rekayasa atom pun sudah mulai terganggu fungsinya. Kita akan tercekik, kehabisan udara”.

Rhalemug meraih keempat tangan Heere dengan tangan-tangannya.

“Kau harus membantuku, Heere! Sebagai mantan orang tertinggi di Plante! Sebagai rekan dari orang tuaku”.

“Tidak kusangka kau masih menguasai informasi penting meski telah kehilangan jabatan,” kata Mozza sembari melipat keempat tangannya di depan dada.

“Informasi adalah benda termahal di dunia. Dengannya kau mampu menyusun rencana dengan lebih baik”.
Rhalemug dan Mozza pamit dari tempat Heere. Karena jadwal kerja Heere yang unik. Ia harus sudah mulai tidur sejak sore hari dan bangun saat subuh.

“Rhalemug, apa kau keberatan jika aku menginap di tempatmu malam ini?” ujar Mozza dalam bisikkan.

Mozza menginap? Rasanya Rhalemug tidak pernah mengimajinasikannya.

“Tidak masalah. Ahora pernah menginap juga dan menggunakan kamarku. Aku seperti biasa akan tidur di ruang tamu,” balas Rhalemug mengafirmasi.

“Tidak. Tidak. Kita bisa tidur satu kamar”.

“Ada apa Mozz?” tanya Rhalemug prihatin.

“Aku hanya sedang tidak ingin sendirian”.

Sesampainya di Flat, Rhalemug segera meraih kasur lipat yang pernah digunakan Alo selama menginap di rumahnya. Sementara itu Mozza dapat menggunakan kasur yang pernah digunakan Ahora.

“Rasanya aneh mengingat kasur ini pernah digunakan oleh gadis lain,” sahut Mozza sembari merapikan kasurnya. “Barang-barangku selalu baru dan tidak pernah ada yang menginap”.

“Baguslah. Kau jadi bisa merasakan pengalaman baru,” kata Rhalemug  yang masih berkutat dengan kasur lipatnya. Karena terlalu lama disimpan, benda itu ingin melipat dirinya sendiri terus.

“Ngomong-ngomong kau menyimpan apa dalam kardus itu?” tanya Mozza penasaran.

“Benda-benda dari masa lalu. Aku bahkan tidak ingat”.

“Apakah ada barang milik orang tuamu juga?”

Rhalemug mengangkat bahu.

“Mungkin saja. Mereka seolah memang sudah ada di kamar, dan selalu begitu. Aku benar-benar tidak ingat”.

“Mungkin kau harus membongkarnya. Siapa tahu kita mendapatkan hal menarik. Seperti Glaric yang tidak sengaja mendapatkan foto orang tuamu,” usul Mozza.

“Akan kulakukan setelah aku memiliki waktu luang”.

Kedua tempat tidur yang terpisah itu sudah selesai disiapkan. Rhalemug tidur di kasur lipat di bawah.

Sementara Mozza sedikit di atasnya. Kasurnya memiliki ranjang.

Rasanya benar-benar aneh.

Menghabiskan satu malam bersama seorang gadis, teman baiknya, seseorang yang disukai sahabatnya. Semoga Glaric tidak cemburu mengetahui Mozza menginap.

“Mozz apakah kau benar-benar tidak tertarik dengan kisah orang tuamu? Aku yakin mereka juga orang hebat. Aku tidak mengerti mengapa kau menghindar,” sahut Rhalemug dari kasur lipatnya.

Mereka sudah memadamkan lampu, dan cahaya di ruangan itu hampir nihil. Rhalemug memejamkan matanya ketika bertanya dan ia mampu mendengarkan suara napas Mozza dari atas kasur.

“Aku tentu ingin mengetahuinya Rhalemug. Aku ingin tahu seperti apa rupa mereka dan perbuatan hebat apa saja yang sudah mereka lakukan. Hanya saja...”. Mozza mengambil napas dalam, mencoba mengatasi rasa sakit hati yang menari-nari di dadanya.

“Kadang aku marah. Mengapa mereka harus meninggalkanku. Aku sangat iri ketika melihat anak-anak bermanja-manjaan dengan orang tua mereka. Aku marah dan kecewa hingga melakukan perbuatan buruk?” lanjutnya.

“Perbuatan buruk?” ulang Rhalemug.

“Terdengar seperti bukan Mozza”.

“Kau tahu saat kecil kita menjalani perayaan Swazi? Para orang tua memberikan simbol selamat karena anak-anaknya beranjak dewasa. Aku ingat benar itu Kamis yang penuh dengan berbagai obrolan mengenai Swazi”

“Seorang temanku mendapatkan hadiah komputer tablet. Namun meski aku hanya mendapat sekuntum mawar ungu dari bibi, bukan karena kecanggihan komputer itu yang membuatku sebal.

Namun karena ada foto dia bersama orang tuanya di sana. Sesuatu yang tidak bisa kumiliki sampai kapan pun,” sambungnya.

Rhalemug membiarkan Mozza menyelesaikan ceritanya, ia tidak ingin menyela.

“Jadi aku mendekati benda itu. Masih di tangan pemiliknya. Kemudian dengan jahat menyalakan alat yang baru saja kubuat. Semacam magnet super kuat yang mampu mengganggu kinerja alat elektronik. Simsalabim. Benda itu mendadak mati. Anak itu menangis,” kata Mozza mengakhiri kisah masa kecilnya mengenai Swazi.

“Aku tidak menyangka kau sudah genius semenjak kecil,” kekeh Rhalemug, membayangkan Mozza melakukan hal buruk dengan benda yang dibuatnya.

“Salah fokus!”

Mozza memukul Rhalemug yang ada di bawahnya dengan bantal. Tidak terlalu sakit bantalnya, namun kuku Mozza tidak sengaja mengenai mata Rhalemug. Sontak tangan kiri atas Rhalemug menahan matanya yang terasa nyeri.

Dengan mata berkaca-kaca, Rhalemug menjaga agar suaranya tetap tenang. Ia tidak mau Mozza menyangka ia terharu dengan kisah masa kecil gadis itu hingga ia hampir menangis.

“Aku membuat anak itu menangis Rhalemug! Kalau saja aku tahu bahwa foto itu sangat berharga aku tidak akan berpikiran pendek seperti itu.

Mozza menghentikan kata-katanya sebentar.

“Karena saat ia mendapatkan hadiah Swazi, orang tuanya sedang dalam keadaan kritis. Terkena pancaran sinar radiasi yang cukup kuat saat di laboratorium. Orang tuanya sudah menyiapkan hadiah itu jauh-jauh hari dan mengalami kecelakaan radiasi seminggu sebelum Swazi,” akunya.

Rhalemug merasa ada yang berbeda dengan suara Mozza.

“Mozz kau menangis?” bisiknya lirih.

“Kau tahu, ketika aku mengaku dan meminta maaf, dengan tersenyum anak itu mengabulkan permintaanku. Ia memang terlihat sedih namun tidak marah.

“Sejak saat itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu membantu dan mendukung Glaric. Aku pernah melakukan kesalahan yang berat, namun ia tetap bisa tersenyum padaku. Aku merasa terkutuk sekaligus teberkati pada saat yang bersamaan,” balas Mozza juga dalam bisikan.

Anak yang sedari tadi diceritakan Mozza ternyata adalah Glaric.

Persahabatan yang mendalam, terbina dengan baik seiring berlalunya waktu.

Dukungan, saling berbagi suka dan duka. Rasanya Rhalemug juga pernah mengalamai hal yang sama. Masa-masa bahagia bersama Alo. Sahabat yang sudah ia tidak ketahui lagi di mana keberadaannya.

Dalam kasus Rhalemug, jelas Alo melakukan kesalahan. Namun bukan berarti Rhalemug segera dapat membenci sahabat sejak kecilnya itu.

Teman berbagi pengetahuan tumbuhan. Banyak pengalaman yang mereka lalui bersama.

Semenjak Alo dipindahkan, ia tidak lagi tinggal di Sintesa Samiroonc. Rhalemug benar-benar kehilangan jejak.

Ia sempat bertanya kepada Patizio namun orang tua itu mengatakan perpindahan divisi yang baru sesuai dengan kebijakan regulator dengan mempertimbangkan pemilihan Alo.

Patizio tidak memiliki wewenang untuk turut campur dalam hal itu. Karena setelah Alo dipindahkan, ia tidak lagi memiliki kuasa atasnya.

Alo tidak berusaha menghubunginya. Semestinya bisa. Ia mengetahui alamat komputer di flat Rhalemug.

Namun tidak melakukannya. Seolah mereka tidak pernah saling mengenal satu sama lain. Persahabatan diibaratkan sebagai air yang di panaskan. Menguap, bersatu dengan udara.

“Senang rasanya memiliki sahabat yang selalu menjagamu,” kata Rhalemug lebih pada dirinya sendiri.

“Kau merindukan Alo?” tanya Mozza seolah mampu membaca pikiran Rhalemug.

“Alo mungkin memang keras kepala dan mudah terbakar emosi. Tapi dia temanku Mozz. Mungkin sikapnya akan berubah jika kami memiliki kesempatan buat bertemu,” timpal Rhalemug dengan kesedihan yang kental.

“Dia pasti marah juga malu atas apa yang menimpanya. Waktu akan menurunkan amarahnya. Jika ia niat, suatu hari ia pasti akan menghubungimu kembali,” hibur Mozza.

“Bukankah waktu itu kau ke perpustakaan bersama adik Alo? Apakah kau sudah mencoba menanyakan keadaan Alo pada adiknya?”

“Aku ingin mengadakan kontak langsung dengannya, tanpa harus melalui Ahora. Suatu hari nanti, ketika aku sudah lelah menunggu kabar Alo, mungkin aku baru akan mencari Ahora,”ujar Rhalemug mencurahkan isi pikirannya.

*
Peluang & Prasangka
Kenyataan buruk dan mimpi buruk
Kau merasa sudah bangun, padahal kau tengah terjebak dalam mimpi yang lain

Rhalemug memasukkan keempat tangannya ke dalam saku. Hari ini ia akan naik ke tingkat paling atas di Plante. Di mana seluruh ilmuwan dan regulator berkumpul.

Berkas-berkas yang diperlukan sudah ia persiapkan hingga larut malam. Ia juga sempat mencoba beberapa kali presentasi di depan kaca. Tidak terlalu baik karena ia memang bukan seorang pembicara ulung. Bagaimana pun petani lebih banyak bicara dengan tangannya.

Ia menggunakan baju kerjanya yang biasa, berwarna cokelat dengan bekas tanah kering di sana-sini. Ketua Aracheas harus bangga dengan asal divisinya. Tidak peduli banyak orang berpakaian lebih baik.

Hari itu ia akan diantar oleh Glaric, orang kepercayaannya sekaligus mantan orang Equilibrium. Seratus persen Rhalemug tidak akan direpotkan dengan peta berbelit, juga memilih salah jalan.

Glaric terlihat lebih tegang daripada biasanya. Menurut Rhalemug hal itu sangat wajar. Ia pernah di sana dan dipindahkan. Banyak yang mengenalnya. Glaric sendiri tidak pernah menceritakan apakah hubungannya dengan teman-teman divisi lamanya masih baik.

Satu-satunya teman Glaric yang Rhalemug tahu hanyalah Mozza.

"Sudah membawa semua yang dibutuhkan, sobat?" sapanya yang telah menunggu di lift Aracheas. Ia memberikan senyumannya, tapi tidak selebar biasanya.

Rhalemug menepuk-nepuk mapnya dengan cengiran. "Semoga semuanya berjalan lancar”.

Glaric mengangguk namun tidak memberikan komentar.

Rhalemug mendekatkan kartu pass nya pada sensor. Kemudian Glaric segera menekan lantai Equilibrium.
Mereka bersandar pada dinding dengan diam.

Rhalemug tidak tahu seperti apa itu Equilibrium dan seperti apa orang yang ditemuinya. Ketidakpastian yang dialami membuatnya tidak tenang.

Lift yang berhenti bergerak membuat debaran jantung Rhalemug makin bertambah kencang. Buat pertama kalinya Rhalemug melihat Equilibrium.

Rasanya seperti memandangi monitor yang sangat luas dengan gambar-gambar Planet memenuhinya.

Equilibrium memiliki atap kaca yang memesona.

Atap yang membawa keteduhan, sekaligus mengacaukan. Tidak hanya Rhalemug ternyata, banyak penduduk Plante yang mengira itu hanyalah gambar. Mungkinkah penduduk di sini juga terjebak oleh pemahaman yang sama?

“Boleh saya lihat ID Anda?” seorang aparat menyambut kedatangan mereka.

Glaric segera menyikut kecil Rhalemug. Membawa teman sekaligus atasannya pada kenyataan.

“Apa?” tanya Rhalemug kebingungan.

“ID,” tegas petugas tadi. Ia terlihat tidak suka karena Rhalemug mengacuhkannya.

Rhalemug segera mengeluarkan kartu yang selalu ia simpan baik-baik itu. Ia menyerahkannya.

Si petugas langsung menaruh kartu Rhalemug kemudian menaruhnya pada alat yang tidak Rhalemug mengerti.

Sepertinya alat itu mampu membaca seluruh data Rhalemug dari dalam kartu. Data yang tidak benar-benar Rhalemug tahu isinya. Ia tidak tahu kartunya menyebutkan apa saja mengenai dirinya.

“Jhatatysa sudah menunggu kedatangan orang-orang dari Aracheas. Silakan menunggu di ruangan yang ada di deret kanan nomor ruangan 156,” sahut si petugas menunjukkan arah yang di maksudnya.

bersambung....


Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 2 Nomor 3 Maret 2017 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa


“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau 
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”

AN1MAGINE BY AN1MAGE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening 
website an1mage.net www.an1mage.org

Comments

Popular Posts

PARTNERS

Contact Form

Name

Email *

Message *