MINDPORTER: Mindporting to Plante di An1magine Volume 2 Nomor 5 Mei 2017
MINDPORTER:
Mindporting to Plante
M.S. Gumelar
“Sementara penduduk kita sekarang sekitar dua juta. Aku tidak tahu apakah ada yang melanjutkannya setelah aku menjadi petani” ujar Glaric.
“Tidak ada. Sekoci dibiarkan begitu saja teronggok di salah satu ujung Equilibrium. Kurasa kita butuh melakukan pengecekan.
Berapa jumlah yang siap dipakai. Berapa yang perlu di perbaiki. Berapa yang agak berat untuk diperbaiki,” usul Jhatatysa.
“Apakah Glaric mungkin mengetuai program Sekoci?” cetus Rhalemug. Kedengarannya memang mustahil, namun siapa tahu Jhatatysa bisa membuat keajaiban lain.
“Siapa yang sudah dibuang tidak mungkin kembali ke divisi asalnya!” seru Glaric kaget.
“Ah! Kau percaya saja dengan peraturan itu. Tenang Glaric, aku akan mencoba membantumu”.
“Benarkah? Apakah kau dapat mengajak Mozza juga? Dia sekarang di perpustakaan, dulu kami satu tim,” pinta Glaric penuh harap.
“Aku tidak yakin atasannya mau kehilangan bawahan, tidak semua atasan baik seperti Rhalemug”. Jhatatysa melirik sedikit ke Rhalemug.
“Aku akan mencoba meminta Mozza agar dipindahkan juga tapi aku tidak yakin akan berhasil”.
“Jadi intinya mulai sekarang aku sudah bukan petani lagi?”
“Mulai minggu depan, sobat,” ujar Rhalemug.”
“Kau bisa pindah dengan dengan satu syarat,” sela Jhatatysa sembari memandang Glaric lurus-lurus.
“Apa itu Jhatatysa?”
“Kau tidak kuizinkan untuk gagal atau nyawa kita semua akan terancam”.
*
Perjuangan
Entah apa rasanya bagi orang lain menjadi mahluk yang dikelilingi kesialan, kesialan yang terjadi pada setiap orang yang ada di dekatku.
Sejak lahir ibuku meninggal karena melahirkanku, kemudian ayahku kecelakaan di jalan sesaat mengetahui kelahiranku dan bergegas ke rumah sakit.
Aku lahir yatim piatu, kesialan dan kesedihan itu belum berakhir, kakak wanita ibuku belum menikah karena tidak memiliki keturunan memutuskan untuk membesarkanku, tante mengalami stroke enam bulan setelah memeliharaku.
Adik ibuku seorang pria, memiliki keluarga, keluarga bahagia dan mampu membesarkanku sampai umur 12 tahun, tetapi mereka semua kecelakaan di pesawat yang membawa mereka saat pergi liburan di mana aku ditinggal di rumah bersama kakek dari keluarga istri adik ibuku tersebut.
Kakek tidak berapa lama meninggal karena sakit tua, tetapi sempat menitipkanku ke panti asuhan.
Sejak saat itu aku dipindahkan dari satu panti asuhan ke panti asuhan lain, karena secara perlahan tapi pasti, orang yang ku kenal meninggal satu demi satu dengan berbagai cara yang aneh.
Kini usiaku sudah 729 tahun, usia yang sudah dewasa untuk seorang wanita di planetku, tetapi kesedihan dan kesialan terus membuntuti di mana aku berada.
Aku memutuskan masuk ke militeran, dan semua tim ku yang terkirim dalam suatu peperangan melawan alien dari frekuensi Norad selalu berhasil menang, tetapi dengan kesedihan yang mendalam, semua tim ku tewas, lawan-lawanku hancur, yang pulang kembali ke pangkalan cuma aku.
Kemenangan kecil, di mana secara skala global, kami selalu kalah telak selama 3 milyar tahun peperangan yang tak kunjung berhenti.
Namun kemenangan kecil yang selalu membawa korban tim yang bersamaku ini justru memberi harapan.
Kejadian tewasnya tim yang bersamaku tersebut selalu berulang, sehingga banyak yang tidak mau masuk dalam timku.
Pimpinan kini menugaskanku sendiri, berperang sendiri melawan musuh-musuh penjajah dari frekuensi Norad, Alien Species Genruo, yang memiliki kemampuan evolusi yaitu dapat mengubah bentuk sesuai dengan keperluan mereka.
Terlebih lagi mereka memiliki kemampuan ghosting, yaitu mampu membuat tubuh mereka berpindah ke frekuensi lain sehingga sulit untuk dibunuh, tetapi dalam mode tersebut, mereka juga tidak akan mampu menyentuh kami.
Aku tidak memiliki kekuatan seperti Alien Genruo, hanya menggunakan persenjataan asli dari planetku, Zeta.
Teknologi senjata Zeta juga sudah mengalami perkembangan yang hebat, sehingga mampu mendeteksi keberadaan seorang Genruo saat mereka dalam ghosting mode, sehingga pada saat mereka meng-off-kan kemampuannya, kami mulai melakukan serangan.
Kami? Ah itu dulu, masa-masa saat pimpinanku belum mengetahui kesialanku, setelah tahu, kini aku berjuang sendiri.
Perjuanganku sebagai prajurit dijuluki “Viragin Tura” artinya “gadis sial”. Ya aku seorang wanita dari Species Zeta Reticulan dari planet air bernama Varunha, kulitku berwarna abu-abu seperti kebanyakan mamalia air, mataku besar dan berwarna hitam.
Aku bernapas di air dan mampu bertahan beberapa saat di darat, namun kemampuan biologi tubuhku tetap mengharuskanku kembali ke air setelah maksimum 3 jam waktu Varunha.
Kali ini aku ditugaskan oleh pimpinanku ke Bumi, di mana aku harus menemui seseorang bernama Mr. G, dia diramalkan akan mampu membantu kami dalam memenangkan peperangan melawan Genruo.
Tetapi satu kesulitan kami, Mr. G di timeline dan frekuensi yang manakah? Mampukah usiaku yang versi Varunha mampu menemukannya?
“Diva Shrasvati”
“Siap Btara Khrisna” ujarku kepada pimpinanku dengan jabatan btara, yaitu setingkat kolonel versi Bumi, ya aku masih seorang diva atau kapten.
“Mr. G terdeteksi kemunculannya berada di timeline 2020 di Bumi frekuensi ke 9” Btara Khrisna menjelaskan.
“Siap Btara”
“Lakukan tugasmu, bawa dia ke sini dengan segala caramu, telah kupersiapkan pesawat lintas ruang, waktu, dan frekuensi, gunakan sesuai petunjuk” ujar Btara Khrisna.
“Siap Btara Khrisna, tetapi ada satu pertanyaanku”
“Silakan Shrasvati” Btara Khrisna memberi peluang.
“Bukankah dengan menggunakan mesin waktu, kita dapat mengubah masa lalu dan mencegah penjajahan Genruo?” tanyaku.
“Aku juga dulu berpikir begitu, tetapi teknologi mereka jauh lebih canggih dari kita, mereka sudah memberi pelindung waktu di masa lalu, sehingga kita tidak dapat menembus masa lalu” jelas Btara
“Satu-satunya cara adalah keluar dari tata surya ini, dari galaksi ini, ke galaksi lain, di mana di Galaksi Bimasakti pesawat lintas ruang, waktu, dan frekuensi ini dapat dijalankan, tetapi tidak di galaksi kita.
Dengan cara kuno menjelajah ruang angkasa dan ke Galaksi Bimasakti kemudian ke tata surya di mana Bumi berada, maka kau dapat menemukan Mr. G.
“Mengerti Btara, satu lagi pertanyaan mengapa kita dapat mendeteksi Mr. G?” tanyaku tanpa menunggu meminta izin lagi.
“Dia pernah berkunjung ke planet kita 7 milyar tahun yang lalu, dan para ilmuwan kita telah menemukan kode genetiknya dari serpihan artefak kuno yang memiliki serpihan kulit tubuhnya” jelas Btara Khrisna.
“Pertanyaan terakhirku Btara Khrisna, apakah kita tahu Mr. G itu baik atau jahat?”
“Untuk itulah kau dikirim Diva Shrasvati, untuk membawanya ke sini, dan yang penting dia mampu membawa kita ke pintu kemenangan melawan Genruo, aku tidak peduli apakah dia baik atau jahat, bawa saja dia ke sini mengerti!” bentak Btara Khrisna mulai jengkel dengan pertanyaanku yang terakhir.
“Siap Btara Khrisna, siap laksanakan” Jawabku.
“Cepat, pasukan di luar sudah tidak dapat menahan serangan pasukan Genruo” teriaknya.
Aku segera masuk ke ruang kemudi, sendirian, misi bunuh diri, entah kali ini apakah aku juga akan berhasil, ataukah kesialan akan menjemputku pula, seperti kesialan yang terjadi pada orang-orang di sekitarku.
“Pasukan, tahan penjajah” teriak Btara Khrisna, sembari senjata sinar bertaburan ke arah pasukan yang melindungi pesawatku dan aku yang ada di dalamnya.
Sekilas kulihat Btara Khrisna dan pasukannya tewas diberondong senjata bazoka sinar dengan kekuatan daya rusak yang luar bisa.
Sinar bazoka sinar hampir mengenai pesawatku, tetapi untunglah pesawat sudah bergerak melesat.
Pesawatku pesawat curian dari Genruo, pesawat yang mampu ghosting mode, sehingga tidak dapat ditembak, karena hanya menembus saja. Pesawat ini telah dimodifikasi mampu melintas ruang, waktu, dan frekuensi.
Aku melesat meninggalkan Varunha, planet kelahiranku, air mataku menetes telah menyaksikan pengorbanan Btara Khrisna dan teman-teman pasukan lainnya yang telah tewas karena melindungiku, mereka tewas karena melindungiku ataukah karena kesialanku?
Aku akan kembali ke planetku, aku berjanji.
*
Bumi, 1941.
“Aku tidak akan bernegosiasi dengan satu negara saja walaupun negara itu negara terkuat di Bumi” ujarku.
“Baiklah, kalau begitu kami akan membuat planet ini memiliki presiden, wakil planet Bumi dari berbagai negara di bawah persatuan, United Nations” Jawab Franklin D. Roosevelt.
“Bila hal tersebut sudah siap, aku akan membawa pesawat paling kecilku untuk kutunjukkan padamu, dan kalian dapat mempelajarinya, me-reverse engineering bila kalian mampu melakukannya” ucapku.
“Pertukaran yang adil Shrasvati” ucap Franklin D. Roosevelt.
“Belum, aku masih perlu bertemu dengan Mr. G, dia terdeteksi di Bumi frekuensi ini tetapi tidak ada satu pun dari kalian yang tahu siapa dia? Pertukaran yang belum adil” keluhku, kemudian aku masuk ke kolam yang disediakan di gedung tersebut.
“Ya kau pernah bilang dia muncul di tahun 2020, kenapa kau muncul di tahun-tahun ini?” ucap Roosevelt.
“Persiapan dan mengetahui lebih awal akan lebih baik bukan” jawabku.
*
Peperangan
Tahan banting, pantang menyerah,
mewujudkan idenya dan berani mati.
Siapa yang mampu melakukannya?
Mungkin akan mencelakakan atau malah
membuat terobosan baru.
Alunan musik. Bagaimana alunan nada yang bersumber dari ketukan sederhana mampu menjadi melodi yang indah.
Mereka terpisah dan tidak enak di dengar saat berdiri sendiri-sendiri. Namun keajaiban datang ketika hal yang sebenarnya tidak berkaitan, melebur menjadi satu.
Rhalemug memejamkan matanya dan mendengarkan musik dari komputernya. Ia seolah terseret masuk dalam frekuensi lain. Melupakan apa yang ada sekarang.
Seolah tak memiliki masa lalu dan tidak mengkhawatirkan masa depan.
Jhatatysa benar-benar baik, memperbolehkannya mendengarkan nada-nada damai dari ketukan jarinya di atas piano.
Ia mencipta dan memainkannya sendiri. Darah seni seolah mengalir deras di dalam tubuhnya.
Kulitnya yang pucat selalu mengalihkan perhatian Rhalemug. Belum lagi ketika kulit itu terkena sinar lampu.
Keinginan dalam diri Rhalemug untuk melindungi gadis itu mendadak menggebu-gebu.
Cerdas, baik, dan peduli. Rhalemug tidak yakin apakah ia bisa menemukan gadis lain yang mirip dengan Jhatatysa. Tidak. Tidak mungkin. Jhatatysa adalah alfa dan omega. Tidak ada duanya.
Dengan perlahan, Rhalemug membalik posisi berbaringnya. Senyum masih belum bisa lepas dari wajahnya.
Seolah senyum itu akan ada di sana selamanya. Ia menyukai Jhatatysa.
Sulit memang untuk mengakuinya, apalagi jika harus menyatakannya. Jhatatysa yang cantik dan cerdas tentu diincar banyak pria di Plante.
Belum lagi jika Rhalemug harus bergerak maju itu sama artinya dengan menabuh genderang kompetisi.
Banyak pria yang lebih pintar darinya yang juga mengincar Jhatatysa. Hal itu membuat Rhalemug makin tidak ingin menunjukkan perasaannya. Namun apakah dengan selalu berada di dekat Jhatatysa akan terasa cukup bagi Rhalemug?
Ia tidak yakin.
Semuanya mendadak terasa rumit. Ia terkadang kesulitan untuk bersikap di hadapan gadis itu. Pikirannya kadang tidak fokus tiap kali dengan kehadiran Jhatatysa di sekitarnya.
Ia ingin mengetahui apa yang dilakukan gadis itu.
Pikiran-pikiran itu sama beratnya ketika malam menjelang. Menerjangnya. Ia membayangkan Jhatatysa bersamanya dan Rhalemug akan memeluk gadis itu juga menciumnya dengan lembut.
Mungkin ia harus mengetahui kesukaan gadis itu. Atau... bagaimana dengan mengunjungi Schavelle bersama? Pasti akan menyenangkan. Mereka juga bisa ke taman jika Jhatatysa mau.
Maka dari itu, keesokan harinya setelah Rhalemug melakukan sedikit pengontrolan di Aracheas, ia segera mengunjungi Equilibrium.
Kubah raksasa yang melingkupi Equilibrium tidak lagi menyedot perhatian Rhalemug seperti pertama kalinya kesini. Namun ia tetep memujanya.
Ketika ia membuka lift, ia melihat Jhatatysa sedang menunggu lift untuk pergi ke tempat lain bersama teman-temannya.
Gadis itu terlihat cukup sibuk dengan komputer tabletnya. Seperti tengah mengerjakan sesuatu sembari melakukan perjalanan.
“Hai!” Rhalemug memberanikan diri untuk menyapa.
“Hai,” balas Jhatatysa sembari tersenyum. Ia dan teman-temannya segera memasuki lift dan menutup pintunya.
Rhalemug masih terpaku di depan pintu lift dan memandangi benda itu untuk beberapa saat. Rencananya tidak berhasil kali ini. Impian mengajak Jhatatysa ke Schavelle harus ditunda.
“Rhalemug?” panggil seseorang, tersisip nada curiga di dalamnya. Nada itu pernah dikenalnya.
Rhalemug membalikkan badan dan mendapati Ahora ada di hadapannya.
Seragamnya berwarna hitam. Seragam penjaga perdamaian, seragam aparat.
Ahora bukan ada di divisi komputer seperti yang dikatakannya, atau Alo katakan.
“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanyanya masih dengan nada curiga yang sama.
“Aku akan menemui Glaric,” katanya. Tidak berbohong, tanpa Jhatatysa satu-satunya teman dia di sini adalah Glaric”.
Benar saja, sudah hampir dua minggu di tingkat atas, Rhalemug belum pernah sekali pun berpapasan dengan Ahora.
Pasti gadis itu binggung mengapa seorang petani dapat berada di Equilibrium.
“Glaric,” ulang Ahora. “Si penyebar gulma yang membuat kakakku diusir dari Aracheas berada di Equilibrium?”
Nadanya benar-benar menunjukkan tidak suka. Baru kali ini Rhalemug bisa menemukan persamaan lain antara Alo dengan adiknya, selain wajah mereka yang mirip.
Ahora juga mudah tersulut amarah. Gadis yang pernah dipuja Rhalemug, ternyata tidak seperti bayangannya.
Memang kadang menyukai seseorang bisa berarti membutakan diri. Hal itu terjadi terutama saat kau tidak benar-benar mengenal satu sama lain. Perasaan suka yang tidak memiliki landasan yang jelas. Benar-benar mengacaukan.
“Bukankah petani itu kembali mendapatkan pekerjaannya di Aracheas?” tuntut Ahora sembari menyilangkan keempat tangannya di depan dada.
“Glaric dipindahkan kembali ke divisi energi untuk melanjutkan penelitiannya mengenai biogas,” jelas Rhalemug.
Mendadak ia tidak ingin banyak bicara dengan gadis galak di hadapannya ini.
“Mustahil!” seru Ahora.
“Seseorang yang telah dipindahkan tidak mungkin kembali ke divisi asalnya. Lagipula petani biasa sepertimu semestinya tidak boleh kemari. Kuharap kau tidak coba-coba mengelabuiku Rhalemug. Aku bisa memenjarakanmu!”
“Atau kau yang akan dihukum!” bentak seseorang yang berada di belakang Ahora.
“Niaqu! Orang ini adalah petani, ia semestinya tidak berkeliaran di lantai atas Plante!” seru Ahora sembari menunjuk Rhalemug.
“Tentu saja boleh jika kedudukannya adalah pemimpin dari Aracheas. Kuharap kau tidak membawanya dalam kesulitan,” geram Niaqu.
Pandangannya kini di arahkan pada Rhalemug. “Ikuti aku!”
Menurut, Rhalemug mengikuti Niaqu. Ia tidak terlalu menyukai Niaqu, tapi lebih tidak suka jika harus terjebak bersama Ahora untuk interogasi.
Ketegangan yang dimunculkan Ahora sampai membuat Rhalemug lupa untuk menanyakan keadaan dan keberadaan Alo.
“Bukan berarti aku mulai menyukaimu, tapi aku hanya tidak senang gadis itu bersikap sok-sokan seperti tadi. Memangnya aparat bisa melakukan segala hal yang mereka inginkan? Tidak perlu berterima kasih, kita berpisah di sini,” Niaqu memisahkan diri dari Rhalemug, menuju ke ruangannya.
Rhalemug langsung setuju dengan perpisahan itu segera menuju tempat kerja Glaric.
“Permisi,” sahut Rhalemug ketika membuka pintu ruang kerja Glaric.
“Sobat! Masuklah!” pintanya. Glaric memberikan senyuman lebar dan segera berdiri menyambut tamunya. Ia menarikkan kursi untuk Rhalemug.
Ruangan Glaric berantakan. Memang sepertinya temannya itu sulit untuk merapikan segala sesuatu. Namun bukan berarti dia pemalas. Ia pekerja keras yang bekerja sesuai dengan gayanya sendiri.
Rasanya Rhalemug tidak akan pernah siap untuk memandangi Glaric dalam jubah putihnya.
Dalam pikirannya, Rhalemug masih mengingat Glaric dengan seragam Aracheas. Coklat.
“Bagaimana perkembangan biogasmu sobat?” Tanya Rhalemug setelah menduduki kursi yang diberikan dan meluruskan punggungnya pada punggung kursi.
“Aku tengah meneliti masing-masing kekuatan dari Gulma yang kau berikan. Serahkan saja padaku sobat! Ini adalah asalku, aku akan berusaha dengan maksimal,” janjinya.
Rhalemug memberikan ibu jari dengan keempat tangannya. “Aku bisa melihat kau lebih bahagia di sini dari pada di Aracheas”.
Glaric menggeleng. “Aracheas berisi hal-hal menarik, aku tidak pernah menyesal telah menjadi bagian dari pertanian. Aku menyukai Aracheas namun pemimpinnya mengirimku kembali ke Equilibrium”.
“Kuharap kau tidak membenciku karenanya,” kekeh Rhalemug.
“Aku berterima kasih. Sangat. Sangat. Kembali ke sini, melanjutkan bioteknologi rasanya mustahil. Namun kau mewujudkannya untukku! Aku... Aku tidak tahu harus bagaimana untuk membalasnya,” ungkap Glaric dengan suara parau, matanya agak berkaca-kaca.
“Kita ini sobat, saling bahu membahu. Tanpamu aku juga tidak akan pernah memimpikan hujan. Namun kau berusaha membawakan hujan padaku di atas segala keterbatasan Plante,” ujar Rhalemug sembari menepuk-nepuk bahu Glaric, menguatkan sahabatnya.
Rhalemug berusaha untuk tidak memeluk Glaric. Jika ada yang melihat, orang bisa salah persepsi. Semacam disorientasi seksual.
Bukan, bukan karena Rhalemug membenci homoseksual. Hanya saja Generoro belum menemukan metode berkembangbiak selain perkawinan antara laki-laki dan perempuan.
Jika sesama jenis suatu saat dapat menemukan jalan keluar untuk meneruskan keturunan, maka ia akan lebih menerima gagasan homoseksual.
Glaric melepas kacamatanya dan menyeka matanya yang lembab dengan cepat.
“Jadi intinya pada pembusukan. Tentunya kau sudah tahu. Di sini aku memiliki beberapa tabung proses. Satu untuk menampung gulma, lainnya untuk gas yang kita butuhkan. Namun karena kita baru memulai. Aku baru mencapai pembuatan perangkatnya dulu,” jelas Glaric sembari menunjuk tabung-tabung yang ada di hadapannya.
“Kau mengerjakannya dengan sangat cepat,” puji Rhalemug.
“Karena segala sesuatunya sudah ada dalam kepalaku. Aku hanya memerlukan waktu untuk membangunnya. Miniatur, ukuran kecil terlebih dulu untuk memastikan prosesnya benar dan berjalan dengan lancar,” tuturnya.
Rhalemug mengangguk-angguk. “Asalkan biogas jadi terlebih dulu sobat. Kita perlu memperkuat keyakinan para regulator bahwa program biogas adalah nyata dan memiliki dampak positif”.
“Rasanya agak lucu Rhalemug. Mengerjakan program yang sudah mati suri selama lima puluh tahun. Seolah-olah lima puluh tahun di Aracheas hanyalah mimpi. Kini aku bangun dan kembali mengerjakan pekerjaan yang tertunda,” cerita Glaric sembari menaruh gulma di kotak-kotak penelitian.
“Pastikan kali ini kau berhasil,” kata Rhalemug memberi semangat. “Setelah sampelnya berhasil, kita akan mencoba negosiasi lain”.
“Negosiasi lagi?” tanya Glaric ngeri. Ia bahkan masih ingat separah apa kegugupan yang dialaminya ketika Rhalemug memperjuangkannya supaya kembali ke Equilibrium. Rasanya ia belum ingin melakukan nego kembali.
”Mengenai apa?”
“Meminta orang untuk bergabung dalam timmu. Aku tidak bisa membayangkan kau terus-terusan bekerja sendirian seperti sekarang. Kau membutuhkan partner. Tidak perlu banyak, sesuai yang kau perlukan saja,” terang Rhalemug.
Glaric memandangi peralatan di hadapannya dengan pandangan kosong kemudian bergumam, “Mozza”.
“Mozza masih belum bergabung. Siapa yang menyangka pekerjaannya diperpustakaan sangat disukai atasannya,” timpal Rhalemug.
“Mozza memang orang yang ulet. Apa pun yang ia sentuh seolah berhasil. Kadang aku iri padanya. Dulu ketika di bangku kuliah aku selalu memantau nilai-nilainya, memastikan aku di atasnya, lebih pintar”
“Meski nilai Mozza tidak pernah melewatiku, di dunia kerja aku kalah dengannya. Ia selalu saja mendapatkan jalan keluar dari masalah yang divisi alami. Ia berkah, namun pemimpin kami membuangnya karena program sekoci,” kata Glaric.
Pegawai berprestasi yang disia-siakan pemimpinnya karena tidak satu visi. Keduanya memiliki kebenaran masing-masing yang dipegang erat.
Pemimpin merasa berhak mengatur. Bawahan merasa ia melakukan yang terbaik buat divisinya, buat Plante.
“Waktu berubah, pemimpin juga berubah,” komentar Rhalemug.
“Kau benar. Untung saja atasan kami sudah meninggal dua tahun yang lalu.
Seandainya dia yang masih memimpin, aku tidak yakin keadaan kita akan seperti sekarang. Kita ini beruntung,” ujar Glaric.
“Usaha mendekatkan kita pada keberuntungan sobat. Kadang keberuntungan harus diusahakan,” celetuk Rhalemug. “Ngomong-ngomong kita harus sedikit memanjakan diri akhir pekan ini. Ada ide?”
“Aurpra!”
“Aurpra?”
“Astaga! Aku pernah menceritakannya padamu! Taman sejuta bunga? Taman rekreasi keluarga?” Glaric berusaha membangkitkan ingatan Rhalemug yang sudah terkubur oleh Aracheas, gulma, dan biogas.
“Oh! Tempat para pasangan melepaskan hasrat mereka!” seru Rhalemug ingat.
“Astaga sobat! Aku sudah katakan Aurpra bukan tempat mesum! Kau harus
membuktikannya sendiri dengan datang ke sana!” seru Glaric riang.
Ternyata persepsi seseorang sulit diubah. Termasuk persepsi yang salah. Meski sudah diberitahu berulang kali, Rhalemug tetap saja mengikuti pemahaman di kepalanya. Namun kesalahannya tidak berhenti di situ.
Rhalemug benar-benar merasa salah. Sangat salah. Ia berpakaian terlalu formal hanya untuk berjalan-jalan ke taman biasa. Jabatan dan kebiasaan sering kali membuat lupa. Tadi pagi ia asal menyambar pakaian yang biasa digunakannya ke Equilibrium dan berakhir seperti ini.
Glaric dan Mozza tidak henti-hentinya menertawakan dandanan Rhalemug.
Mereka kadang-kadang juga membuat lelucon yang di sangkut-pautkan dengan pria malang itu.
“OK, kita ke toko baju terdekat saja,” ajak Rhalemug berhubung telinganya sudah memerah dan terasa panas.
“Aku lebih setuju kalau kau mempertahankannya!” kikik Mozza.
“Aku memiliki pendapat yang sama!” seru Glaric tidak mau kalah.
Rhalemug tidak memiliki pilihan.
Bagaimana lagi, mungkin kesalahan tidak selalu seratus persen buruk. Nyatanya dari tadi ia berhasil membuat teman-temannya tertawa.
Mereka duduk di salah satu bangku taman. Seperti yang dikatakan Glaric, Aurpra adalah taman rekreasi keluarga.
Anak-anak kecil banyak tertawa-tawa sembari berlarian di taman. Mengingatkan Rhalemug pada Lark.
Ia belum memiliki kesempatan lagi untuk bertemu Lark. Bercakap-cakap dengan anak kecil membuat Rhalemug tersedot dalam dunia mereka.
Dunia tanpa beban, tanpa iri dengki, penuh canda tawa.
Seandainya Plante memang surga, semestinya tidak ada perseteruan di antara penghuninya.
Entah siapa yang memiliki gagasan tersebut pertama kali dan menurunkannya ke generasi-generasi setelahnya. Benar-benar memuakkan.
“Aku lapar!” keluh Mozza sembari memegangi perutnya. Ia memberikan ekspresi memelas.
Rhalemug menaruh tas yang sedari tadi dibawa-bawanya ke pangkuan dan mengeluarkan beberapa buah Guar yang sudah ranum. Aromanya benar-benar menggugah selera.
Dengan kecepatan kilat, Mozza mengambil buah itu sebuah, diikuti oleh Glaric.
“Pohon dari buah ini sangat kuat. Disaat tanaman lainnya mengurus karena gulma dan kondisi tanah juga air yang memburuk, Guar menunjukkan taringnya. Membuktikan bahwa ia dapat bertahan ditengah-tengah kekacauan,” sahut Rhalemug kemudian menggigit buahnya.
“Buah yang enak dan memiliki khasiat yang banyak,” kata Glaric tidak mau kalah.
“Apakah Aracheas menunjukkan tanda-tanda kemajuan? Maksudku kalian tentu bisa memperbanyak tanaman pangan yang sesuai dengan kondisi tanah yang baru,” tanya Mozza sembari menyeka bibirnya yang basah oleh air Guar.
“Satu-satunya lantai yang mengalami kemajuan hanya di bagian hidroponik. Sisanya tidak ada kemajuan berarti. Kini kami lebih fokus pada tanaman pangan dan obat. Termasuk menjalankan teknik yang barusan kau sebutkan”.
“Apakah Aracheas menyingkirkan bunga-bunga mereka?” tanya Glaric penasaran.
“Sebagian besar, iya. Kami terus berusaha membudidayakan tanaman yang tahan dengan kondisi tanah minim zat hara. Tidak lupa melakukan penyelamatan biji-biji dari tanaman yang tidak bisa bertahan sekarang. Siapa tahu suatu saat dapat ditumbuhkan kembali,” jelas Rhalemug.
“Aku senang Guar bisa bertahan,” celetuk Mozza sembari meminta buah itu lagi.
“Mungkin kau harus meneliti Guar juga Glaric!”
“Ide bagus Mozz!” sahut Glaric disela-sela mengunyah makanannya.
“Aku harap mampu membantu banyak. Menyebalkan sekali ibu kepala perpustakaan tidak memperbolehkanku kembali ke Equilibrium,” gerutu Mozza sembari mengambil buah lain. Namun hanya ia pegangi.
“Memangnya ketuamu yang mana?” tanya Rhalemug sembari memandangi seekor kupu-kupu yang terbang di hadapannya.
“Itu yang dandanannya sangat menor!” celetuk Glaric. Ia tertawa kemudian tersedak oleh Guar.
“Astaga Glaric. Perhatikan cara makanmu!” protes Mozza yang menjauhi duduknya dari Glaric. Ia merapat ke Rhalemug.
“Siapa tahu mendadak di sini dipenuhi pohon Guar karena semburanmu,” ujar Rhalemug.
“Maaf! Maaf!” seru Glaric sembari membersihkan bekas Guarnya.
“Memangnya bisa?” sahut Mozza.
Rhalemug mengangguk. “Guar bisa tumbuh menggunakan daging buahnya”.
“Benar-benar tahan banting”. Mozza makin memuja buah di tangannya.
Mereka memutuskan menghabiskan makanan dalam diam, menghindari agar tidak ada yang menyemburkan makanan kembali.
“Kudengar di lantai bawah sudah mulai banyak yang terkena gatal-gatal dan gangguan saluran pernafasan,” sahut Mozza mendadak teringat hal yang ia ingin bagikan pada teman-temannya.
Salah satu alasan mengapa ia mau berkumpul hari ini.
“Kenapa?” tanya Glaric dengan nada prihatin.
“Tidak tahu, jumlahnya masih normal hanya saja aku membayangkan, seandainya aku yang terkena pasti aku tidak akan tahan…”
“… dan akan menggaruk kulitku hingga berdarah,” ucap Mozza sembari mengembalikan Guar yang telah diambilnya. Sepertinya ia sudah cukup kenyang.
“Semoga mereka baik-baik saja. Aku sendiri tidak pernah mengunjungi lantai bawah,” sahut Rhalemug.
“Kudengar di sana merupakan pusat Departemen Teknik dan Kendali meski alat kontrol Plante sepertinya tetap diletakkan di lantai paling atas. Aku juga tidak pernah mengunjungi tempat itu,” jelas Glaric.
“Sepengetahuanku di sana juga markas para aparat. Mereka memiliki penjara di bawah kita,” tambah Mozza.
“Mungkin penjaranya kurang higienis,” kata Rhalemug asal tebak.
“Mungkin ya, aku sih tidak pernah ingin mengunjungi tempat itu,” komentar Mozza sembari agak bergidik membayangkan penjara yang sempit dan kumuh.
*
Lark!
Langkah mundur dibutuhkan untuk
lompatan yang lebih jauh
Namun kebanyakan memeluk pencapaiannya
tanpa berharap pernah jatuh
Untuk ketiga kalinya dalam seminggu Rhalemug menemukan surat kaleng yang ditujukan padanya.
Alfabet yang dibentuk menggunakan daun-daun kering. Memintanya untuk segera menghentikan usahanya memindahkan Generoro dari Plante. Total sudah ada sekitar dua lusin surat dalam tiga minggu.
Ia hanya bisa menghela napas panjang. Lagipula Rhalemug tidak pernah berpikir buat melakukannya tanpa perlawanan. Seperti ibunya, akan banyak orang yang mengecam dan menentang.
Tapi ia akan terus maju buat mempertahankan apa yang ia rasa benar.
Plante sudah terlalu lama dibuai kebenaran semu.
Cepat atau lambat tempat ini akan hancur karena orang di dalamnya tidak memiliki keahlian buat memperbaiki pesawat ini. Apabila itu terjadi Generoro sendiri yang akan menjadi korban.
Ia menaruh surat tak bernama pengirim itu ke tempat sampah. Yang harus dilakukannya hanya fokus pada project-nya. Mengambil kepercayaan para regulator dengan bantuan Jhatatysa.
Tidak ada ruang baginya untuk gentar bahkan bersembunyi.
"Rhalemug kau di sana?" suara Mozza memenuhi ruangan.
Dengan sigap ia mendekati komputernya dan menjawab, "Aku di sini”.
Mozza makan dengan bantuan sinar dari komputer. Rebusan yang dibuatnya tadi subuh ia hangatkan kembali sehingga asap panas muncul dari makanannya.
Perpustakaan baru akan buka beberapa jam mendatang. Ia semestinya belum di kantor namun temuannya semalam membuatnya ingin segera memberitahu Rhalemug.
Sayang ia tidak bisa menghubungi Rhalemug kemarin juga karena setelah jam tertentu, perpustakaan gelap gulita dan terkunci otomatis.
"Bagus! Aku baru menemukan sejilid buku. Kali ini kau boleh menuduhku bohong tapi aku benar-benar mendapatkan buku manual untuk mengemudikan Plante!" serunya serius.
"Benarkah?" sahut Rhalemug bersemangat.
"Tidak semudah yang kau bayangkan. Bahasanya benar-benar sulit dicerna! Aku yang sudah membaca ribuan buku sekali pun tidak memahami. Padahal aku sedikit banyak memiliki latar belakang teknik," jelasnya, terdengar sedang berpikir keras.
"Kemajuan yang sangat baik Mozz! Kau memang dapat diandalkan!" puji Rhalemug senang.
Suara tawa Mozza terdengar dari komputer, membuat Rhalemug mendadak merindukan gadis itu. Padahal belum lama ini mereka bertemu.
"Kau hari ini ke lantai kahyangan lagi?" tanyanya setelah tawanya.
"Seolah aku memiliki kesibukan lain," giliran Rhalemug yang tertawa.
"Kuharap kau tidak melupakan Aracheas. Terlebih kau sudah mendepak Glaric kembali ke sarangnya," saran Mozza setengah bercanda.
"Tentu. Tentu aku akan mendatangi Aracheas hari ini”.
Aracheas, tempat yang selalu ada dipikirannya kini tergeser oleh hal lain.
Kadang ia merasa tidak bertindak sebagai pemimpin yang baik. Ia mulai menjelma menjadi Patizio yang kebanyakan membaca laporan dari para ketua lantai.
Senang rasanya memiliki teman yang bisa mengingatkannya seperti itu. Rhalemug segera meraih sepatunya. Sepatu dengan sol warna biru dan tali senada. Rasanya lama sekali ia juga tidak menjelajahi Schavelle.
Mendadak ia kembali merindukan masa-masa di mana hidupnya lebih sederhana. Hari kerja mengunjungi Aracheas, sementara akhir pekannya menimba ilmu di Plante.
Sekarang bukannya ia tidak bisa menimba ilmu, Mozza malah semakin gencar mengirimkan buku-buku bagus melalui komputer. Rhalemug juga menyempatkan dirinya membaca, tentunya setelah selesai membaca laporan dari Plante.
Menurut laporan, lantai atas dan obat-obatan sudah memperlihatkan kemajuan yang baik. Citrio mengatakan buahnya masih ada yang berhasil di panen meski juga beberapa rusak karena ulat.
Satu lantai di bawahnya memiliki kondisi yang hampir sama. Florikultur kehilangan sepuluh persen tanamannya. Sementara lantai bawah keadaannya sangat menyedihkan.
Pintu lift terbuka dan menyajikan pemandangan yang memilukan. Dulu tanaman di lantai dasar hijau-hijau kini pemandangan serba kuning menjadi sajian utama. Saluran irigasi yang ia buat bersama Alo sudah ditutup kembali. Tidak berbekas.
Sama halnya dengan Alo yang tidak pernah berniat memberi kabar.
Banyak yang berubah dan perubahan itu membuatnya percaya bahwa ia harus terus melangkah maju.
Dengan langkah perlahan, Rhalemug mendekati tanaman di dekat tepian Verzacasa. Ia bersama beberapa senior menanamnya lima belas tahun yang lalu. Semestinya umur tanaman itu lebih panjang.
Menurut apa yang dipelajarinya, umurnya bisa mencapai enam puluh.
"Kami tidak tahu apakah bisa mempertahankan lantai dasar”. Celetuk seseorang.
Ralemug menoleh dan mendapati Karata berdiri di belakangnya sembari memandangi aliran sungai yang masih setenang biasanya.
Karata merupakan bagian dari anggota Senior Plante.
Pengetahuannya mengenai tumbuhan benar-benar detail dan kini ia mengatakan hal yang mengerikan.
Mulanya gadis itu mengurus lantai sayur-sayuran. Namun ketika Patizio melakukan perombakan susunan Aracheas, Karata terpilih menjadi senior.
Setahu Rhalemug seandainya tidak ada keputusan dari Patizio, Tarn ingin sekali menjadikan gadis itu sebagai penerusnya sebagai kepala lantai.
"Parasit itu membunuh lebih cepat dari tangan-tangan petani. Benar-benar sulit di basmi. Rasanya baru kali ini aku ingin menyerah," lanjutnya sembari mengerutkan dahi.
"Memangnya apa yang dapat petani lakukan? Plante sendiri yang menolak menumbuhkan tanaman-tanaman ini," timpal Rhalemug muram.
Karata mendengus. "Seandainya aku bisa untuk tidak mempercayaimu”.
"Jadi mulai banyak orang yang percaya bahwa kita harus segera mencapai dunia yang baru?" Tanya Rhalemug tanpa menyembunyikan keterkejutannya.
Gadis itu memiringkan kepalanya ke kanan," Tidak Rhalemug. Seandainya itu bohong sekali pun kadang aku ingin mempercayainya. Namun aku tahu benar kondisi Aracheas”
“Kita sudah tidak bisa menumbuhkan tanaman baru dan itu bukan hal baik. Jadi aku menganggap kata-katamu mengenai dunia yang baru ada benarnya”.
Rhalemug membungkuk, menyentuh Verzacasa.
Ia bisa mendapati airnya yang semakin keruh. Beberapa ganggang mulai tumbuh di sana. Sungai jernih yang selalu dibangga-banggakan kini sudah menghilang.
"Tenang saja, mulai banyak yang mendukung keputusanmu yang cukup ekstrim. Kuharap kau berhasil, mengingat selama ini keputusanmu pada tanaman selalu tepat. Beberapa orang juga mulai berharap dengan dunia yang baru," jelas Karata memberikan semangat.
"Kuharap semakin banyak di antara kita yang meyakini keputusanku benar-benar untuk Generoro. Tidak ada maksud terselubung. Tidak ada maksud jahat," ungkap Rhalemug dengan lirih.
Karata mengangguk, ia mengambil sekopnya yang ada di tanah dan meninggalkan Rhalemug.
Selepas Karata, Rhalemug memutuskan untuk mendatangi lantai Frutikultur tanpa ingin bertemu Citrio. Namun ia akhirnya memantau keadaan seluruh lantai sembari sesekali memberi masukan kepada petani di situ mengenai cara perawatan tanaman.
"Rhalemug!"
Sosok yang dipanggil mendapati seorang anak kecil memanggilnya. Gigi-giginya yang ompong membuatnya terlihat menggemaskan.
"Halo, dengan siapa ini?" tanya Rhalemug sembari menekuk lututnya sehingga level matanya dengan anak itu sejajar.
"Lark! Aku Lark!" katanya dengan agak menjerit.
"Jadi apa yang sedang kau lakukan di sini Lark? Apakah kau sudah pulang sekolah?" Tanya Rhalemug lagi.
“Sudah. Tadi guruku mengatakan aku cerdas sepertimu saat kau masih sekolah,” katanya riang.
“Siapa nama gurumu? Ibu Mare?”
Lark mengangguk mantap. “Rhalemug suatu saat aku akan menjadi petani hebat sepertimu!”
“Aku akan memastikan Plante tidak pernah menderita kelaparan. Generoro akan selalu hidup makmur!”
Rhalemug tersenyum simpul.
Maaf Lark, tapi itu bukan masa depan yang kuharapkan lagi. Aku memang pernah berpendapat seperti itu sebelum aku mengetahui kebenaran, batin Rhalemug sedih.
Setelah selesai menemani Lark, Rhalemug mengunci diri dalam kantornya. Ia mengecek komputernya dan mendapatkan buku yang dimaksud Mozza.
Ia langsung mengernyitkan dahi begitu mendapati bahasa aneh yang tidak dimengertinya. Tulisannya menggunakan alfabet dan bahasa Generoro namun sepertinya stukturnya sangat aneh.
Rhalemug bahkan tidak mampu mencerna paragraf awal dari buku tersebut.
Benar-benar siksaan.
Setelah lima belas menit mencoba, Rhalemug memutuskan untuk menyerah. Mungkinkah itu bahasa generasi pertama Generoro di Plante? Bila dilihat dari tahun penulisannya memang benar.
Rhalemug bertanya-tanya, apakah seandainya ia mampu meminta bantuan satu generasi di atasnya, buku ini akan lebih mudah dicerna.
Heere. Nama itu mendadak muncul di kepalanya.
Ia segera mengontak Mozza melalui komputernya, menanyakan apakah gadis itu bisa menemaninya ke tempat mantan ketua Plante.
Bagaimanapun Mozza dan Heere sudah berteman lebih lama.
Sembari menunggu jawaban dari Mozza dan sebelum ia menuju Equilibrium, Rhalemug memutuskan untuk memeriksa laporan Aracheas. Siapa sangka di beberapa titik tanah di ladangnya menunjukkan kemajuan positif.
Citrio dalam laporannya menyebutkan kemungkinan Alo sengaja membuat beberapa tanah di lahan menjadi kelebihan pestisida.
Buktinya setelah Alo pergi, keadaan ladang membaik.
Bisa saja. Karena Rhalemug sering mendapatinya pagi-pagi sekali sudah di Aracheas.
Mulanya ia berpikir bahwa Alo memikirkan gulma-gulma hingga tak dapat tidur, bukannya menjadi salah satu penyebabnya.
Tapi pastinya Alo memiliki alasan khusus untuk merusak ladang. Entah apa.
Dikatakan salah satu penyebab memang tidak salah karena memang Plante sendiri yang sudah memasuki masa tua hingga memerlukan perawatan lebih.
Lima ratus tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Selain itu ia juga mendapatkan bahwa kadar kelebihan nutrisi Verzacasa sudah menurun. Ganggang yang sempat menjadi topik mulai teratasi dengan baik. Penggunaan bakteri untuk memakan kelebihan nutrisi telah menunjukkan hasil.
Selesai berkutat dengan laporannya, Rhalemug segera beranjak ke Equilibrium. Ia menyempatkan untuk menyapa beberapa petani yang berpapasan dengannya dan berusaha untuk tidak terlihat terburu-buru meninggalkan Aracheas.
Begitu mencapai lift, ia langsung menekan kombinasi menuju lantai nomor satu di Plante. Rhalemug sudah terbiasa dan hafal karena hampir setiap hari ke atas. Terutama untuk bertemu Jhatatysa juga Glaric. Mereka dalam satu proyek, wajar jika sering berinteraksi satu sama lain.
“Selamat Aracheas menunjukkan tanda-tanda positif untuk penyediaan pangan!” sahut Jhatatysa begitu Rhalemug masuk ke ruangan Glaric.
Benar-benar di luar dugaan.
“Aku senang kau muncul tepat waktu,” katanya lagi sembari memilin rambut ikalnya yang panjang.
“Ada apa?” tanya Rhalemug tanpa bisa menyembunyikan senyuman sumringahnya.
“Ketua meminta kita melakukan rapat. Tepatnya tiga hari mendatang pukul sebelas siang. Kita diminta untuk menjelaskan progres Sekoci,” paparnya sembari bertepuk tangan kecil, terlihat sangat senang.
“Artinya ketua memberi kita kesempatan untuk membuatnya percaya bahwa Sekoci dibutuhkan. Terlepas dari kecintaannya yang parah pada Plante,” tambahnya.
“Kurasa kalian berdua akan melakukan yang terbaik untuk Sekoci,” ujar Rhalemug sembari menduduki kursi yang ada di sebelah Glaric.
“Tentu kau ikut! Kita semua penjahatnya, tidak ada yang boleh berpura-pura menjadi malaikat!” tolak Jhatatysa.
“Masalahnya aku buta akan Sekoci juga biogas. Bukankah itu sangat tidak membantu?” sahut Rhalemug ragu-ragu.
“Benarkah? Sepertinya aku lupa memberitahumu sesuatu. Aku menempatkanmu sebagai penanggung jawab program Sekoci...”
“… Jadi tidak ada alasan untuk kabur!” jelas Jhatatysa sembari berkacak pinggang.
“A-apa?” gagap Rhalemug. Jhatatysa baru memberitahunya sekarang.
Jhatatysa menepuk bahu Rhalemug.
“Tidak perlu cemas. Kita satu tim. Bahu-membahu itu sesuatu yang penting. Aku tidak akan membiarkan ketua melahapmu bulat-bulat”.
“Dengan kata lain, kau akan dikunyah-kunyah dulu sebelum di telan,” goda Glaric.
“Terima kasih telah menerjemahkan kata-kataku dalam bahasa yang lebih mudah dicerna,” Jhatatysa tertawa di akhir kalimatnya.
“Kira-kira kau bisa segera membuat laporan mengenai penelitianmu selama ini? Kita akan membutuhkannya saat rapat nanti”. Imbuhnya
“Tidak masalah,” sahut Glaric, singkat. Ia membenahi kacamatanya yang agak miring.
“Kuharap tidak selesai pada hari rapat. Jadi kita bisa sama-sama merundingkan apa yang harus dikatakan pada ketua. Aku selalu ingin terlihat menguasai materi perbincangan...”
“…sehingga bila ada pertanyaan-pertanyaan aku akan bisa menjawabnya. Itu akan sangat membantu kelangsungan proyek kita,” kata Jhatatysa mewanti-wanti.
Kali ini Glaric merespon dengan anggukan.
“Kuharap semuanya mampu berjalan dengan lancar,” kata Jhatatysa lebih kepada dirinya sendiri.
“Apakah Niaqu ikut?”
bersambung....
Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 2 Nomor 5 Mei 2017 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa
“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”
AN1MAGINE BY AN1MAGE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening
website an1mage.net www.an1mage.org
Comments
Post a Comment