MINDPORTER: Mindporting to Plante di An1magine Volume 2 Nomor 7 Juli 2017


MINDPORTER:
Mindporting to Plante
M.S. Gumelar


“Jadi dengan asumsi 213 Sekoci, berapa banyak Kiri yang dibutuhkan?” sela Jhatatysa.

Mozza mengutak-atik komputernya. Nampak sedang berhitung. “Sekitar 80 tanaman sedang atau 30 tanaman dewasa”.

“Tanaman dewasa memerlukan waktu empat hingga lima bulan. Aku menyarankan tanaman sedang saja. Sehingga seperti kataku tadi, dua sampai tiga bulan saja cukup,” ujar Rhalemug lagi.

“Lalu apakah sebaiknya kita juga memperbaiki Sekoci yang rusak?” gumam Jhatatysa sembari membawa seluruh rambutnya ke bahu kanannya.

“Pendataan jumlah penduduk yang ingin berpartisipasi akan menentukannya. Kita harus mencari tahu setelah ini. Siapa yang sepemikiran, siapa yang ingin tinggal.

Bagaimanapun Sekoci merupakan pesawat penjelajah. Tidak semua orang tertarik,” kata Glaric yang rona wajahnya sudah mulai kembali.

Ia meneguk teh mawar lagi dan terlihat sudah tidak segugup tadi.
“Setuju,” kata Jhatatysa. Ia melirik jam.

“Waktunya perang. Glaric, tunjukkan bahwa kau memang ada di pihak kami dan tidak akan melakukan kesalahan yang sama”.


*
Satu Penjara di Luar Angkasa

Ketika kau sudah tinggal di surga,
apalagi yang dapat kau harapkan
Apakah merencanakan kekacauan
Akan menjadi jalan keluar?

Menurut informasi dari Jhatatysa, RFY adalah ketua Plante yang ketujuh dan sudah menjabat sekitar beberapa puluh tahun. Tidak ingat tepatnya berapa. Namun saat peristiwa Jakarov, RFY belum ditunjuk sebagai ketua.

"Untuk dapat menjadi ketua Plante, seseorang minimal harus berumur seratus delapan puluh dan ia hanya boleh menjabat maksimal sembilan puluh tahun lamanya," jelas Jhatatysa sembari mereka berjalan ke ruang rapat.

"Mereka akan diuji mengenai serba-serbi Plante. Kudengar pertanyaannya menjebak dan berliku. Tapi aku tidak bisa memastikannya karena aku sendiri tidak pernah mendapat tes tersebut," kekeh Jhatatysa.

"Apa kau ingin menjadi pemimpin Plante, Jhatatysa?" tanya Rhalemug.

"Tentu aku mau!" jawab Jhatatysa bersungguh sungguh”.Namun jika kita berhasil meninggalkan Plante, aku tidak akan memikirkannya lagi. Tidak masalah aku di dunia yang sesungguhnya hanya pekerja biasa”.

"Kemudian aku akan menunjukkan bahwa aku adalah sosok yang hebat dan mendapat pengakuan atas kerja kerasku kembali," tambahnya sembari tersenyum.

"Kau pasti bisa!" sahut Rhalemug sembari memberikan jempolnya.

Ruangan ketua Plante tidak berada di atas seperti yang lainnya. Mereka malah harus meluncur ke bawah. Ke dasar Plante untuk dapat ke kantornya.

Rhalemug merasa perutnya teraduk-aduk. Ia tidak pernah tahu nama ketuanya sebelum ini. Selama ini ia hanya mengirimkan laporannya ke alamat admin Plante tanpat pernah benar-benar tahu siapa yang menerima laporannya. Tapi hari ini ia tahu.

Keluar dari lift, Jhatatysa segera mengambil koridor kanan. Sepatu mereka semua berdebam-debam tiap kali menyentuh lantai. Sayup-sayup Rhalemug bisa mendengar suara mesin yang berdengung dari tembok di baliknya.

Jhatatysa berhenti di suatu pintu dengan ukiran akar-akaran yang rumit. Rasanya cukup sulit menerima ornamen tanaman di tempat seperti ini.

“Dia tinggal di sini karena ingin dekat dengan mesin-mesin,” gumamnya gusar.
Rhalemug meletakkan tangannya ke atas bahu Jhatatysa.
“Aku akan mengetuk,” kata gadis itu lagi dengan volume yang lebih lirih.

Ketukan yang dimaksud Jhatatysa adalah dengan menghadapkan kartu aksesnya pada sensor. Tidak lama kemudian pintu bergeser ke samping. Mereka ada di sebuah ruangan rapat dengan warna silver, sangat mewah.

Ruangan bertema kristal. Dari punggung-punggung kursi yang berbentuk bongkahan kristal hingga lampu-lampunya juga senada. Sekilas seperti memasuki lemari pendingin dan mendapati es tengah mengelilingimu, tapi suhu di ruangan ini normal.

Mereka semua duduk di kursi yang sudah tersedia. Tapi tidak saling bicara.
“Kukira hanya empat orang saja yang akan datang, tapi aku mendapat lima”. Ujar satu suara.

“Kuharap kau tidak keberatan”. Ucap Jhatatysa dengan nada meminta maaf.

“Tentu tidak!” sela RFY. “Apalagi yang datang adalah salah satu mantan teknisi hebat Plante. Kuharap kau tidak melupakan kemampuanmu pada mesin, Mozza”.

Plante ternyata selama ini diketuai oleh seorang kakek tua renta. Rhalemug sangat yakin RFY sudah berumur lebih dari dua ratus lima puluh tahun. Mungkin nyaris tiga ratus kalau dilihat dari kerutan-kerutan di wajahnya.

Mozza mengangguk canggung. Ia tidak menyangka akan bertatap muka dengan RFY kembali setelah bertahun-tahun terkubur bersama ribuan buku.

“RFY merupakan salah satu mentorku dulu. Pengetahuannya sangat luas,” kata Mozza mencoba menjelaskan.
“Tidak semendalam pengetahuanmu mengenai Sekoci. Aku pasti tidak ada apa-apanya jika disandingkan denganmu. Jadi coba katakan apa yang sudah kalian temukan dalam beberapa minggu ini,” pintanya dengan nada terkesan arogan.

Mungkin maksudnya tidak seperti itu, namun RFY memang memiliki aksen yang aneh selain juga berpenampilan aneh. Ia mengenakan pakaian ketat berwarna silver bergaris-garis kuning. Ia juga mengenakan helm proyek di atas kepalanya yang pelontos dan keriput.

Jhatatysa segera mengambil alih rapat dan menjabarkan temuan tim mereka dan waktu yang diperlukan hingga bahan bakar Sekoci siap.

“Seandainya Sekoci siap, apakah kau akan pergi Jhatatysa sayangku? Jika kau memutuskan pergi, aku juga akan memutuskan orang untuk mengisi posisimu,” cetus RFY sembari memandangi wakilnya lekat-lekat.

“Kurasa hal itu memang dibutuhkan. Aku akan merekomendasikan Niaqu,” jawab Jhatatysa tanpa memandang atasannya.

Di sisi lain Niaqu menggeleng-geleng. Wajahnya tegang. Sepertinya ia tidak menginginkan jabatan Jhatatysa.

“Akan kupertimbangkan,” sahut RFY datar.

“Mo-mohon maaf! Tapi saya tidak tertarik. Saya ingin pergi dengan Jhatatysa,”sela Niaqu dengan wajah tegang.

Hampir seluruh orang di ruangan itu tersentak dengan kata-kata Niaqu yang begitu mendadak. Bahkan Jhatatysa pun terlihat tersentak kaget.

“Aku senang kalian benar-benar kompak”.

“Karena ini menyangkut impian kami”. Impian Jakarov juga, batin Rhalemug.

RFY menekuk tangannya di depan dada.
“Memangnya dari mana kau tahu dunia luar lebih baik?”
“Memangnya dari mana kau tahu Plante lebih baik?” dengus Rhalemug tidak sabar.

“Setidaknya aku melihat generasi Generoro dapat hidup dengan layak di sini, berkecukupan dan bahagia. Perlukah kita meningkatkan kesedihan mereka atas sebuah ketidakpastian Sekoci?”

RFY bangkit dari duduknya. Ia mondar-mandir di ruangan.

 “Sama seperti proyek ibumu. Sekoci belum tentu berhasil. Mungkin malah hilang di jagad raya. Tidak ada yang tahu pasti. Biar katamu Plante tengah dilanda kesulitan pangan. Nyatanya dunia ini aman, itu sudah terbukti. Setidaknya Generoro tidak akan mendadak mati ketika berada di sini.

Selain itu, kami bukannya tidur. Teknisi-teknisi handal kami tengah bekerja keras untuk memperbaiki Plante. Ini adalah dunia yang kokoh. Kau tidak boleh membayangkannya seperti telur yang mudah hancur,” tambahnya.

Rhalemug ingin menimpali tapi Jhatatysa memberi isyarat untuk tidak melakukannya.

“Kami bekerja keras setiap hari. Lebih berat dari divisi lain kalau boleh kukatakan. Tanpa mesin, Plante akan mati. Listrik mati membuat dunia tanpa cahaya, suhu tidak akan ramah, dan air tidak akan mengalir dengan deras juga jernih.

“Biar kalian menyebutnya sebagai dunia rekayasa, bagiku Plante adalah dunia yang hebat dan aku jelas lebih suka untuk tinggal di dunia canggih dari pada dunia asli yang liar. Namun aku tahu, orang bijak tidak akan memaksakan kehendaknya. Aku menyetujui Sekoci untuk ilmu pengetahuan”

“Namun jika mempertaruhkan kesejahteraan Generoro aku tidak yakin. Silakan mencari sukarelawan, tapi jangan membuat kekacauan. Jujur saja aku tidak ingin jumlahnya mencapai ratusan”. Jelas RFY.

“Apakah jika Sekoci sukses, kau akan mendaratkan Plante?” tuntut Rhalemug. Ia benar-benar tidak tahu bagaimana harus bersikap di hadapan orang tua keras kepala ini.

“Aku tidak berjanji. Bagiku tetap berada di Plante atau meninggalkannya merupakan pilihan. Kau tidak perlu mencampuri keputusan orang lain, bahkan memaksa mereka setuju denganmu putra Jakarov”.

Rhalemug merasa RFY memiliki maksud khusus ketika menyebut-nyebut Jakarov, ibunya, dalam rapat ini. Namun itu tidak melukai harga dirinya. Ibunya adalah orang hebat, kebanggaannya.

“Kalian memiliki izin dariku untuk pergi. Aku tidak akan menahan siapapun yang ingin meninggalkan Plante. Satu yang kuharap, jika kalian berhasil segeralah mengirimkan data pada kami”.

“Untuk apa?” tanya Jhatatysa agak termenung. “Kau bahkan tidak tertarik untuk meninggalkan pesawat ini”.

“Siapa tahu suatu saat ada yang jadi penerus kalian. Data itu akan menjadi bagian dari sejarah Plante juga. Sudah kubilang, aku tidak akan menahan siapapun yang ingin meninggalkan tempat ini”

“Aku cukup adil, bukan? Kurasa sekarang bukan zamannya buat memelintir informasi seperti masa Jakarov. Aku yakin banyak penduduk yang tetap memilih Plante”.

“Terima kasih atas pengertianmu”. Ucap Jhatatysa.

Mereka kembali ke atas, meninggalkan RFY dan mesin-mesin kesayangannya. Kebanyakan dari mereka memilih diam.

Mozza yang pertama kali keluar untuk menuju perpustakaan, kembali bekerja.

Saat Rhalemug menekan lantai Aracheas, Jhatatysa mencegahnya.

“Masih ada yang ingin kubicarakan”. Pinta Jhatatysa.

Mereka berempat menuju Equilibrium. Begitu sampai, Glaric dan Niaqu segera kembali ke ruangan mereka. Glaric akan melanjutkan penelitiannya mengenai Kiri, sekarang pengecekan ulang. Sementara Niaqu mulai memproses kedudukan Jhatatysa sesuai permintaan RFY.

Rhalemug mengikuti Jhatatysa dari belakang, mereka tidak berjalan beriringan. Ia sempat melihat taman Equilibrium yang megah. Di tengahnya ada sebentuk patung warga Generoro tapi tidak ada penjelasan apa pun mengenai patung tersebut.

Rhalemug memandangi seekor kupu-kupu yang hinggap di rambut Jhatatysa. Mulanya ia berpikir mereka akan berdiskusi di tempat ini namun ternyata mereka hanya melewati taman tersebut.

“Selamat datang di Juhi,” sahut Jhatatysa sembari membuka dua pintu besar di hadapannya.

Rhalemug menapakkan telapak kakinya dengan mantap ketika memasuki Juhi.

Ruangan yang sangat luas dan tinggi di mana seluruh Sekoci disimpan. Ia bisa melihat ratusan Sekoci di tata rapi di sana. Ia penasaran dengan perasaan ketika berada di dalamnya.

"Lihat pintu besar di hadapanmu? Dari pintu itulah kita akan meninggalkan Plante," celetuk Jhatatysa sembari menunjukkan gerbang yang sangat besar. Paling besar yang pernah Rhalemug lihat dalam hidupnya.

"Mengapa kita harus menggunakan pesawat ke Planet lain?" Tanya Rhalemug sepertinya naif.

"Karena kita akan menghadapi luar angkasa bung. Memangnya dalam bayangannmu bagaimana seharusnya kita pergi?" jelas Jhatatysa.

"Teleport?" ucap Rhalemug.

"Wuoow kukira kau menanyakan hal yang belum kau ketahui… Sayangnya teleport masih berada dalam cerita-cerita saja. Dia tidak nyata”.

"Tapi apakah kau yakin suatu saat kita akan menemukan Teleport?" Tanya Rhalemug lagi, kali ini menanyakan harapan.

"Tentu saja! Dulu handphone dianggap tidak mungkin. Pesawat juga sempat mendapat cemoohan. 'Besi saja di air tenggelam, bagaimana mungkin kau menerbangkannya' kurang lebih seperti itu," gumam Jhatatysa.

“Aku jadi berpikir, bila teknologi kita tidak hebat-hebat amat, ada baiknya tetap tinggal di planet awalnya, sampai teleport ditemukan, akan memudahkan” celetuk Rhalemug.

Jhatatysa melirik Rhalemug dan tersenyum.

"Kalau kau sudah sampai di dunia yang sesungguhnya, apa yang akan kau lakukan Jhatatysa?"

"Aku tidak yakin hidup akan lebih damai setelah kita mendarat. Mungkin kita akan dikejar-kejar penduduk lokal atau apa. Akan lebih menguntungkan apabila kita mendatangi Planet yang penduduknya mirip dengan kita. Dari evolusi kodok”.

"Apakah kau sudah membaca buku ibuku?" Rhalemug ingin tahu.

"Sudah selesai. Ah! Aku lupa mengembalikannya Rhalemug. Maafkan aku," katanya sembari agak tersipu malu.

"Tidak masalah. Kau bisa menyerahkannya ke perpustakaan. Aku ingin pengetahuan tersebut menjadi umum. Ibuku tidak menulis untuk dirinya sendiri, namun untuk Generoro," timpalnya mantap.

Mereka kini sudah berada di taman yang sepi. Banyak yang sudah kembali ke tempat tinggal masing-masing. Jhatatysa menghitung dentang jam digital yang selalu berbunyi tiap jam di taman ini.

Taman tersebut ada tepat di sebelah ruangan Sekoci sehingga sayup-sayup masih dapat terdengar.

"Pukul delapan malam," ujarnya sembari tersenyum.

"Apa kau sudah ingin pulang?" ucap Rhalemug.

Jhatatysa menggeleng. "Aku masih ingin di sini sebentar lagi”.

Ia kemudian menaruh kepalanya di bahu Rhalemug. membuat jantung Rhalemug berdetak dua kali lebih cepat.

Seandainya Rhalemug menyentuh kepalanya, apakah gadis itu akan marah? Ia takut, sangat takut sekaligus menginginkannya.

Rhalemug memejamkan matanya. Tangannya bergerak secara perlahan kemudian membelai-belai rambut Jhatatysa dengan lembut. Gadis itu bergeming. Ia tidak menunjukkan tanda akan menolak.

“Kau akan membuatku mengantuk jika terus membelai rambutku seperti itu,” kata Jhatatysa sembari tertawa. “Bagaimana dengan memberiku pertanyaan lain supaya aku tidak mengantuk?”

Rhalemug berpikir sebentar kemudian satu pertanyaan melintas di benaknya.

“Mengapa kita tidak mendaratkan Plante saja sehingga seluruh penduduk Generoro bisa merasakan hidup di dunia yang sesungguhnya?” usul Rhalemug.

“Khawatir banyak yang akan panik ketika kita bergesekan dengan atmosfer. Selain itu, kita juga harus yakin area yang kita tuju tidak padat penduduk. Planet-planet itu mungkin saja tidak kosong,” timpal Jhatatysa.

“Dengan kata lain sekoci dibutuhkan untuk melakukan kontak dengan Planet yang kita tuju?” tanya Rhalemug meyakinkan kemungkinan yang ada di kepalanya.
Jhatatysa mengangguk.

 “Sebenarnya untuk mengecek terlebih dulu apakah Planet tersebut menyediakan hal-hal yang kita butuhkan. Misalnya gas yang kita butuhkan buat bernapas. Sama seperti tulisan ibumu”.

“Dan apakah kita diterima,” tambah Rhalemug.

“Dan apakah kita juga menerima bentuk mereka. Kadang perbedaan bentuk fisik dapat menjadi penghalang secara mental untuk berteman. Apalagi Generoro kebanyakan sudah terbiasa dengan persamaan bentuk,” imbuh Jhatatysa setuju.

Jhatatysa mengangkat kepalanya dari bahu Rhalemug, membuat pikiran Rhalemug kecewa karenanya.

Mungkinkah gadis itu akan melakukannya lagi karena Rhalemug benar-benar menyukainya.

“Mungkinkah kita mendarat di Planet tanpa penghuni?” tanya Rhalemug.
Jhatatysa tertawa. “Tidak mungkin! Bahkan di matahari yang sangat panaspun mungkin ada penghuninya!

Jangan meremehkan kemampuan makhluk hidup untuk beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Kau mungkin mustahil untuk hidup di suatu tempat, tapi ada makhluk yang justru harus tinggal di tempat seperti itu”.

Rhalemug terdiam, Jhatatysa terlihat sangat cerdas, dan pikirannya terbuka, Rhalemug merasa nyaman dan cocok dengan pemikiran yang seperti itu.

“Jadi mereka memang harus berinteraksi dengan penduduk lokal nantinya,” ucap Rhalemug bertanya yang sebenarnya dia yakin Jhatatysa sudah tahu jawabannya.

“Pemikiran bahwa Plante adalah dunia Generoro memang sulit buat dihapuskan. Aku tidak terkejut jika melihat banyaknya orang-orang yang menolak.  Mereka sudah di doktrin sejak kecil bahwa ini dunia. Sudah sepantasnya untuk tinggal di sini,” desahnya dalam bisikan.

“Tidak banyak orang yang mau mengakui Plante adalah pesawat. Kebanyakan yang tahu hanya tingkat atas saja, itu pun mereka enggan menjelaskan pada penduduk bawah karena  kebanyakan penduduk sudah dibutakan dengan kebenaran semu,” tambah Jhatatysa.

“RFY tentu sudah memikirkan hal itu”.

“Dia bijak”, Sebenarnya Rhalemug malas untuk memuji si ketua Plante.

“Tentu. Jabatan Ketua Plante tidak didapatkan secara sembarangan. Mereka pasti pernah menunjukkan karya yang hebat di sini,” timpal Jhatatysa.

“Seandainya kita tidak diterima di Planet yang kita tuju, apa yang harus kita lakukan?”

“Mencari Planet baru untuk ditinggali atau terbunuh di Planet yang bersangkutan sebelum dapat kabur”. Jhatatysa berhenti sebentar untuk menghela napas.

“Seandainya diterima sekali pun. Masalah budaya dan bahasa akan menjadi tantangan”.

“Apa kau sudah mulai mengirimkan sinyal?”

“Baru tadi pagi. Hanya saja.... Aku tidak dapat memastikan banyak hal. Hanya mencoba mengirimkan beberapa sinyal”

“Semoga ada yang Planet yang memberikan balasan. Minimal mereka mengetahui ada yang akan datang,” jelas Jhatatysa menceritakan rencananya.

Jika sudah begini pikiran untuk mundur terkadang menghantui Rhalemug. Ia tidak ingin gagal. Semoga keberuntungan mereka cukup tinggi sehingga mendapatkan dunia baru yang bersahabat.

Ia ingin memperluas dunianya bukan diburu untuk dibunuh atau diteliti oleh makhluk asing.

Kemungkinannya benar-benar lima persen. Ia tidak pernah membayangkan makhluk seperti apa yang mungkin di temuinya nanti. Tak ada informasi dari Plante mengenai makhluk asing. Bentuk serta perilakunya.

Namun satu hal yang di percaya Rhalemug, kebaikan seseorang tidak bergantung pada bentuk, makanan makhluk tersebut, atau udara yang mereka hirup. Kebaikan melekat pada individu karena mereka memilih untuk menjadi baik.

Kebaikan berasal dari kepedulian dan hal itu akan makin mencerdaskan makhluk yang bersangkutan. Jadi jika ada makhluk yang ingin meningkatkan kecerdasannya, ia harus peduli dengan mahluk cerdas species lainnya dan bukannya mengobarkan perang karena beda species.

Rhalemug memerintahkan dirinya untuk berpikir positif. Kegundahan hanya membuatnya tidak melakukan apa pun.

Hanya berpikir hal-hal buruk, tetapi hal buruk diperlukan agar mampu dan mempersiapkan diri, tetapi jangan sampai tertelan karenanya, karena terlalu banyak khawatir karena hal-hal buruk yang dipikirkan, akan berakibat buruk membuat segala sesuatu juga tidak dapat berjalan.

Ia sudah memutuskan bergabung dalam usaha pergi ke dunia sesungguhnya. Tidak ada waktu untuk mundur.

*
Relativitas

Akhirnya pencerahan sendiri memiliki relativitas
Seberapa terang seseorang dapat bersinar,
ditentukan oleh pemahaman dan
keterbukaan dirinya sendiri

“Nak aku tahu maksudmu baik. Namun aku lahir di Plante. Aku juga ingin mati di sini,” ungkap Citrio menyatakan pemikiran terdalamnya.

Rhalemug sangat kecewa dengan balasan Citrio akan rencananya untuk program Sekoci. Semula ia berpikir Citrio akan berpihak padanya seperti biasa, tapi nyatanya tidak.

“Aku tahu banyak orang yang berpikir serupa denganku. Kau tidak perlu memaksa mereka. Hidup seseorang ditentukan oleh individu masing-masing,” katanya lagi.

“Aku berharap kau bisa bergabung dalam Sekoci”.

Citrio tertawa. “Kau hanya perlu belajar menerima pendapat orang. Sama seperti aku, yang membiarkanmu melakukan proyek untuk meninggalkan Plante. Aku tidak ingin meninggalkan Plante tapi aku tidak memintamu menghentikan proyek tersebut”.

“Aku terbiasa setuju untuk tidak setuju, suatu saat kau akan seperti itu bila telah mencapai titik itu,” Ujar Citrio.

Mengingatkan Rhalemug akan perkataan RFY yang setuju program Sekoci tapi tetap memilih untuk tinggal di Plante.

“Kau memang selalu membantuku, termasuk membudidayakan Kiri. Aku sangat berhutang banyak padamu,” kata Rhalemug sedih.

“Kau tidak berhutang. Aku petani. Kau ketuanya”.

Bicara mengenai ketua, Rhalemug teringat bahwa semestinya ia mulai memikirkan ketua baru. Mirip seperti Jhatatysa yang tidak lama lagi akan kehilangan kedudukannya. Sependengarannya ada delapan kandidat yang memperebutkan posisi Jhatatysa.

“Sepertinya aku harus meminta bantuan lagi. Aracheas butuh pemimpin baru yang fokus buat memajukannya. Sesuatu yang tidak mungkin kulakukan karena Sekoci. Kuharap Patizio tidak kecewa”. Gumam Rhalemug.

“Kau harus menemuinya sebelum kau benar-benar meninggalkan Plante. Kuharap proyekmu berhasil nak,” kata Citrio memberi semangat.

Citrio benar-benar baik. Pendiam, namun tangan-tangannya tidak pernah berhenti bekerja. Rhalemug sebenarnya mengagumi pria tua itu, sayang ia tidak pernah menunjukkan kekagumannya itu.

Sudah hampir dua bulan semenjak pertemuannya dengan RFY. Mungkin itu pertemuan pertama sekaligus terakhir. Rhalemug tidak tahu. Selama dua bulan itu penanaman Kiri sudah sangat intensif.
Penggalangan sukarelawan untuk melakukan penjelajahan juga positif.
Hingga detik ini sudah ada 142 orang yang mendaftar. Rhalemug berharap jumlahnya akan meningkat.

Sebenarnya Rhalemug sudah lelah karena seharian mengurus Aracheas. Namun menemui Jhatatysa  seolah-olah menjadi kewajibannya tiap hari. Seolah harinya tidak lengkap bila tidak bertemu dengan gadis itu.

Maka dari itu ia memantapkan langkahnya ke Equilibrium. Biar sebentar ia ingin melihatnya bekerja, mendukungnya.

Mengusahakan seluruh hal yang mereka bisa lakukan sebelum menuju dunia yang sesungguhnya.

Memerhatikan Jhatatysa  dari jauh saja sudah membuat hatinya berbunga-bunga. Jhatatysa  seolah memiliki magnet khusus yang menyedot seluruh perhatian Rhalemug hanya kepada gadis itu. Magis.

“Senang melihatmu datang,” sapa Jhatatysa.

Gadis itu sedang memegangi komputer tabletnya. Namun memang hampir seluruh orang di sini melakukan hal yang sama. Mereka kadang berjalan sembari  menghubungi orang di tempat lain. Seperti berbicara dengan diri sendiri.

Senyum Rhalemug tidak dapat ditahan. Langsung merekah oleh sapaan singkat tadi. Ia bisa merasakan tubuhnya mendadak terasa ringan. Bahagia.

“Kau terlihat cerah hari ini Jhatatysa,” kata Rhalemug. Ia mengganti kata cantik dengan cerah.

“Tentu saja! Aku sedang senang!” serunya lantang. Ia mengubah posisi seluruh rambutnya dari belakang punggung menjadi di bahu kanan.

“Ada apa?”

“Sepertinya ada yang membalas sinyal yang kukirimkan!” bisiknya tepat di samping telinga Rhalemug.

“Aku akan menceritakan lebih banyak nanti. Sekarang aku harus mengikuti rapat regulator. Aku bertanya-tanya apakah penggantiku sudah ditemukan”.

Berhubung Jhatatysa dan dia tidak bisa bersama hari ini, Rhalemug memutuskan untuk mendatangi Juhi. Mozza dan Glaric sudah bekerja sama dalam dua bulan terakhir untuk memastikan biogas dari Kiri benar-benar bekerja dengan baik.

Ia selalu senang merapat ke Juhi, terutama untuk ngobrol bersama-sama dengan para sahabatnya. Membicarakan impian mereka dan kemajuan dari hari ke hari yang berhasil mereka buat.

“Ada Rhalemug!” seru Glaric senang.
Mozza yang sedang berada di dalam sekoci langsung muncul dengan senyum sumringah.

“Tepat waktu! Ayo kutunjukkan perut dari Sekoci!”

Masuk ke Sekoci? Siapa yang mungkin menolak?

“Aku izin ke toilet ya teman-teman,” sahut Glaric sembari berlari meninggalkan Sekoci yang tadinya sedang ia kerjakan bersama Mozza.

Dengan langkah hati-hati, Rhalemug memasuki pesawat kecil tersebut. Di hadapannya ada tempat duduk melingkar dengan sabuk pengaman dimasing-masing kursinya.

 Interior Sekoci berwarna putih. Selebihnya pandangannya tertumbuk pada deretan tombol dan tuas-tuas yang kelihatannya cukup rumit.

Jika Sekoci saja sudah sangat serumit ini, bagaimana dengan kendali Plante?

Apalagi sesuai tulisan ibunya untuk pendaratan membutuhkan delapan belas hingga dua puluh orang. Meski ia yakin kaptennya tetap satu.

“Sesuai buku ibumu, muat delapan sampai dua belas orang!” seru Mozza sembari berkacak pinggang. Ia terlihat lelah sekaligus bersemangat pada saat yang bersamaan.

"Apakah kau yakin sekoci dapat dimengerti orang dengan mudah? Satu-satunya yang di sini sering mengendarai kendaraan adalah sopir bus," tanya Rhalemug khawatir.

"Kami sudah memikirkannya sejak awal. Sekoci telah dilengkapi dengan sistema autopilot," jelas Mozza sembari memeriksa beberapa komponen yang ada di luar pengetahuan Rhalemug.

"Namun tetap dibutuhkan keahlian mengendalikan sekoci secara manual bukan?" tambah Rhalemug masih belum puas. Ia hanya ingin memastikan sekoci mereka memang aman.

Mozza membenahi rambutnya dengan asal. Ia mengeluarkan karet dari saku dan menguncirnya. Membuatnya terlihat agak acak-acakan namun tetap cantik.

"Tentu saja, kita akan mengadakan simulasi dan pelatihan. Dalam penerbangan, pilot sebenarnya menerbangkan pesawat selama 15-18 menit saat lepas landas dan waktu pilot manual yang sama diperlukan menjelang mendarat," katanya, santai.

"Simulasikan berbeda dari asli Mozz. Pengendali sekoci akan lebih gugup ketika mengoperasikannya secara nyata," desak Rhalemug.

Mozza menaruh alat-alatnya dan berjalan mendekati Rhalemug yang tadi ada beberapa langkah jauhnnya.

"Begini saja. Orang yang tidak percaya mengendalikan sekoci tidak perlu memegang kemudi. Sepertinya kau masuk dalam golongan tidak percaya diri itu!" seru Mozza kesal.

Rhalemug membuka mulutnya ingin menjelaskan bahwa ia hanya berharap segalanya dapat berjalan baik.
Mengemudikan pesawat terbang selama ini tidak pernah dipikirkan maupun dimimpikannya.

Sebagai makhluk yang tumbuh dan besar sebagai petani, persoalan teknis benar-benar membuatnya ragu. Ia tidak pernah membuat sebuah benda bergerak. Mengemudi.

Namun ada baiknya ia tidak membuat gadis itu semakin kesal dengan rengekannya. Rhalemug berusaha menenangkan diri atau mereka bisa bertengkar. Satu yang pasti, ia harus banyak belajar supaya dapat berada di balik kemudi.

Ia sudah memutuskan untuk kembali ke Planet. Yang diperlukan adalah persiapan. Ketakutan itu baik supaya mereka tidak mati konyol. Ketakutan membuat orang lebih waspada dan memikirkan cara yang tepat untuk mengatasi masalahnya.

"Kau benar, aku harus lebih berani. Maafkan aku," pintanya sembari menatap mata Mozza lekat-lekat.
Mozza mengangguk. Ia kembali berkutat dengan pekerjaannya.

Wanita dengan keahlian mesin ternyata benar-benar sexy... Ups apa yang baru saja Rhalemug pikirkan. Ia segera menegur dirinya. Tidak boleh, Mozza milik Glaric. Jangan sampai ada cinta segitiga. Lagipula hatinya sudah tertuju pada Jhatatysa.

Sekarang Rhalemug tidak pernah memikirkan Ahora lagi. Semenjak kepergian Alo, ingatannya pada Ahora juga seolah memudar secara otomatis.

Sedikit banyak perasaan Rhalemug menguap karena sikap gadis itu. Bagaimana ia menjaga jarak dengan Rhalemug dan memilih untuk bersikap tertutup. Ahora tidak pernah mengizinkan Rhalemug buat mengenalnya.

“Kita harus mengumpulkan orang-orang untuk melakukan simulasi penerbangan,” ucap Mozza ketika Glaric sudah kembali. Ia masih agak kesal pada Rhalemug.

“Tentu! Rhalemug apa kau bisa membantu untuk menghubungi Niaqu supaya kita mendapat data-data yang masuk?” pinta Glaric sembari membenahi kacamatanya.

“Tidak masalah”. Jawab Rhalemug cepat.

Rhalemug segera meninggalkan Juhi dan menuju ruangan Jhatatysa. Niaqu yang berperan sebagai asisten Jhatatysa biasanya ada di ruangan J. Meja kerjanya juga ada berada di situ jadi kemungkinan ia menemui Niaqu di ruangan tersebut sangat besar.

“Bunga potong memerlukan nutrisi untuk memperpanjang kesegarannya. Kalian dapat menambahkan satu sendok teh gula ke satu liter air. Pastikan kelembaban maksimal air di antara pH 3,5-4,5,” kata Rhalemug yang melihat Niaqu tengah kesulitan dengan bunga-bunga potong yang baru saja sampai ke ruangan Jhatatysa. “Mari aku bantu”.

Rhalemug langsung membantu mengurus bunga-bunga itu. Mematahkan beberapa lembar daun yang menguning sementara Niaqu mengikuti sarannya untuk menyediakan larutan nutrisi.

“Senangnya memiliki teman seorang petani,” sahut Niaqu setelah mereka selesai menaruh bunga buat Jhatatysa.

“Kuharap kau mulai menyukaiku. Maksudku bersikap lebih manis, tidak lagi jutek,” Rhalemug buru-buru menambahkan kalimat di belakangnya supaya Niaqu tidak salah paham.

“Kita sudah satu tim untuk waktu yang cukup lama, Rhalemug. Aku memang kelihatan menyebalkan di awal. Tapi belakangnya kau akan merasa manis!” katanya sembari tertawa. “Kau mungkin tidak percaya, tapi sesungguhnya aku juga memiliki tanaman di tempat tinggalku”.

“Benarkah? Apa yang kau tanam?” tanya Rhalemug tertarik.

“Bunga Ferona,” kata Niaqu bangga.

“Ferona? Aku juga menanamnya! Sayang dia tidak berbunga,” jelas Rhalemug.

“Bunga Ferona tidak akan langsung menghasilkan kuncup biarpun dia berhasil dibudidayakan di tempat lain, perlu waktu minimal delapan belas tahun hingga tanaman itu berbunga. Apakah sudah delapan belas tahun?”

“Kurasa belum selama itu”.

Mendadak ia teringat permintaan bunga Ferona dari Mozza. Mungkin gadis itu sebenarnya tahu bahwa suatu saat tanamannya akan berbunga namun sengaja tidak memberi tahu.

“Tunggu saja. Pasti ia akan berbunga,” ujar Niaqu ceria. “Ngomong-ngomong ada apa kau kemari? Jhatatysa sedang rapat regulator sekarang. Biasanya baru selesai sore hari, bahkan agak larut”.

“Aku ingin meminta data-data sukarelawan kita untuk menggelar latihan penerbangan,” katanya teringat permintaan Glaric yang membuatnya kemari.

“Tidak masalah”. Jawab Niaqu.

Niaqu segera menuju meja kerjanya. Ia mengetikkan sesuatu beberapa kali.
Rhalemug membayangkan berapa banyak proteksi komputer Niaqu.

“Apa kau menemukannya?” tanya Rhalemug.

“Tentu. Tentu tapi ada yang aneh Rhalemug,” katanya sembari mengernyitkan dahi.

“Kenapa?”

“Data yang masuk semestinya 1284, namun ketika dibuka hanya 266. Bukankah itu aneh?”

Lebih dari seribu sukarelawan? Rasanya mustahil. Memang mereka menyebarkan informasi ini keseluruh komputer penduduk Plante yang jumlahnya ada dua juta orang, tapi sukarelawan hingga seribu seolah tidak nyata.

Bukan Rhalemug tidak senang. Ia tentu senang banyak orang yang tergelitik rasa ingin tahunya karena Sekoci. Ia hanya tidak menyangka animonya akan sebesar ini.

Karena penasaran, Rhalemug menempatkan diri ke sebelah Niaqu dan mulai meneliti komputer itu. Benar. Datanya tidak singkron.

“Yang salah 1284 atau 266?” tanya Rhalemug lagi.

“Harusnya 266 itu kesalahan. Kita kehilangan banyak data. Tapi siapa yang mungkin melakukannya? Siapa yang ingin mengganggu proyek Sekoci?” gumam Niaqu tegang.

“Apa kau bisa menghubungi Mozza dan Glaric? Siapa tahu mereka bisa membantu,” usul Rhalemug.
Niaqu mematuhi permintaannya. Ia segera menghubungi kedua orang itu di Juhi.

“Aku akan mengirimkan pesan melalui layar lebar di Juhi. Kuharap mereka senang,” katanya sembari tersenyum simpul.

 “Bentuknya seperti monitor di tempat tinggal kita, tapi ukurannya berkali-kali lipat besarnya”.

“Kau terlihat sangat puas”.

“Tentu saja, tidak setiap hari aku bisa mengirimkan pesan ke layar besar!” serunya senang.

Rhalemug tidak tahu harus memberi selamat atau hanya tersenyum. Memangnya apa bedanya layar besar dan kecil? Baginya yang terpenting adalah pesannya sampai dan dibaca oleh penerima yang ia maksud.

“Niaqu apa yang membuatmu ingin tetap berada di proyek Sekoci? Tidakkah kau ingin menjadi wakil dari Plante?”

Rhalemug tidak tahu mengapa mendadak mulutnya menanyakan hal itu. Mungkin karena selama ini ia selalu bertanya-tanya alasan Niaqu memilih untuk tetap beresama Sekoci di hadapan RFY.

Bukan, ia tidak bermaksud mencurigai orang yang telah banyak menolongnya, ia hanya penasaran saja.

Niaqu mengangkat wajahnya dari layar komputer. “Aku hanya ingin menyelesaikan apa yang telah kumulai Rhalemug. Bagaimana mungkin aku tidak tertarik dengan Sekoci bila hari-hariku selalu dipenuhi dengan pembahasan mengenainya?”

“Bagaimana dengan keluargamu? Apakah mereka setuju?”

“Kau yakin tidak menanyakan apakah Jhatatysa juga mendapatkan tekanan dari keluarganya?” tanya Niaqu membalikkan pertanyaannya. “Maaf tidak sengaja mengintip tapi sepertinya kalian berdua cukup dekat”.

“Kami belum memiliki hubungan khusus,” jelas Rhalemug. Entah mengapa ia merasa dadanya terasa sesak ketika mengakui hal tersebut.

“Kuharap segera,” timpal Niaqu.

“Keluargaku dan Jhatatysa sama-sama menolak proyek kami dengan alasan takut kehilangan anggota keluarga. Kau tahu tidak ada yang dapat menggaransi kita hidup. Mungkin kecelakaan luar angkasa?”
“Pasti sangat berat,” gumam Rhalemug.

“Aku tidak akan sok mengatakan hal itu mudah. Tapi kami bertahan, kau bisa membuktikan kami terus bertahan untuk Sekoci…”

“… Sebab kematian akan terjadi cepat atau lambat, di dalam plante ataupun di luar plante, tetapi melihat hal-hal yang baru sebagai selingan sebelum mati, itu sesuatu yang patut untuk diperjuangkan” ucap Niaqu serak.
Rhalemug terpana, tidak menyangka kalimat itu muncul dari Niaqu yang seperti tidak peduli dengan orang lain.

“Maaf kadang kita terlalu fokus pada proyek hingga melupakan sentuhan personal seperti ini. Kita semua tidak hanya satu tim, kita juga satu keluarga”.

“Aku bisa merasakannya Rhalemug. Persahabatan dan rasa saling menyayangi. Sesuatu yang aku cari-cari di Plante dan nampaknya telah langka”

“Orang-orang di sini tidak ubahnya seperti robot yang hanya memikirkan pekerjaannya tanpa memiliki impian khusus dalam hidupnya,” ujar Niaqu sembari menopangkan dagunya di tangan.

“Mulanya aku cemburu melihatmu dengan Jhatatysa. Bukan karena aku penyuka sesama jenis. Namun rasanya sangat iri ketika melihat orang terdekatmu mendapatkan seseorang yang satu visi dengannya hingga hidup mereka seolah tersedot satu sama lain”

“Tapi masa itu sudah lewat, aku tidak mau menempatkan diriku di luar pagar lagi,” tambahnya.

bersambung....


Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 2 Nomor 7 Juli 2017 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa


“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau 
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”

AN1MAGINE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening 
website an1mage.net www.an1mage.org

Comments

Popular Posts

PARTNERS

Contact Form

Name

Email *

Message *