MINDPORTER: Mindporting to Plante di An1magine Volume 1 Nomor 7 September 2016
Rhalemug menghembuskan napas lega. Dugaannya benar. Senang rasanya mengetahui ia tengah berbicara dengan cara yang aneh dengan orang yang sudah dikenalnya. “Kau bekerja hingga larut, Mozza?”
“Kebetulan mendapat giliran shift malam. Tidak menerima pengunjung sebenarnya, namun aku tetap harus online untuk membantu orang-orang yang membutuhkan informasi.
Jujur saja sebenarnya kau orang pertama yang menghubungi perpustakaan malam-malam dalam satu dasawarsa terakhir,” jelasnya dengan kecepatan bicara di atas rata-rata.
“Aku juga sebenarnya tidak menyangka kalau seseorang akan menerima sambungan komunikasiku,” sahut Rhalemug yang sudah bisa menguasai keterkejutannya.
“Tadi kau mengatakan melupakan passwordmu, memangnya kau tidak membuat catatan? Otakmu kan hanya dapat menghafal bentuk-bentuk tanaman rupanya,” kekeh Mozza.
Rhalemug merebahkan dirinya ke atas ranjang tanpa mematikan sambungan. Gadis itu bisa tertawa selepas itu ketika mendengar orang lain menghadapi kesulitan. Mungkin baginya itu lucu.
“Seandainya aku cukup jenius untuk membuat catatan, aku tidak akan menghubungimu,” balas Rhalemug agak ketus. Ia benar-benar menginginkan passwordnya sekarang!
“Sayang sekali aku tidak dapat memberitahumu lewat media ini. Sesuai prosedur kau harus mengurusnya langsung di perpustakaan. Kami hanya ingin memastikan kau mendapatkan passwordmu dan orang lain tidak mengetahuinya”.
“Kau orang lain dan mengetahui passwordku”.
Mozza terdiam. Rhalemug bisa merasakan ia sedang mengerutkan dahinya.
“Aku kan petugas perpustakaan Rhalemug, tentunya aku memiliki akses untuk hal itu,” sahutnya mencoba tidak berdebat. “Memangnya ada hal yang sangat krusial untuk kau ketahui?”
Rhalemug menimbang-nimbang dalam pikiran. Ia tidak yakin membeberkan kendala di Aracheas adalah hal yang baik, apalagi Mozza bukanlah petani.
Berbeda urusannya jika ia memberi tahu Glaric. Hal itu tidak akan membuatnya melanggar kode etik profesinya.
“Rhalemug? Kau tidak tertidur kan?” panggil Mozza melalui komputer. Suaranya memenuhi flat Rhalemug.
“Gulma,” ujar Rhalemug sembari memperbaiki posisi berbaringnya dari terlentang menjadi miring ke arah meja komputernya. “Aku ingin mengakses buku-buku untuk memberantas gulma”.
“Apakah sesuatu terjadi di Aracheas?”
Rhalemug menimbang-nimbang kata-katanya sebelum diucapkan. “Sedikit masalah, maka dari itu kuharap aku bisa mengatasinya dengan memperdalam pengetahuanku mengenai gulma”.
“Kemarilah akhir pekan ini. Kebetulan aku mendapat giliran jaga. Aku akan membantumu mendapatkan passwordmu kembali juga memberikan beberapa referensi buku yang baik dalam menghadapi gulma,” katanya. Rhalemug bisa menangkap nada bersungguh-sungguh dari Mozza.
Seusai percakapannya dengan si petugas perpustakaan. Pikiran Rhalemug tetap berkelana di Aracheas. Ia tidak dapat tidur.
Ia rasanya ingin tidur di ladang untuk menunggui tanaman-tanamannya. Gulma-gulma itu mestinya tidak muncul secepat ini.
Dunia Rhalemug sangat bergantung pada sektor agraris, juga peternakan. Masalahnya, apabila salah satu dari sektor itu terganggu, hal itu juga akan memperburuk keadaan sektor lain. Dan itu harus dicegah.
Sesudah mencoba tidur, memejamkan mata lebih dari dua jam di kasur, dan tidak kunjung mengantuk, Rhalemug memutuskan untuk keluar. Ia menyambar sepatu botsnya dan bergegas menuju ladang pertanian.
Rhalemug memastikan flatnya telah dikunci. Ia kemudian menyusuri koridor-koridor yang sudah dihafalnya dengan baik.
Koridor dengan lampu-lampu putih yang membawanya ke ladang, tempat yang hampir setiap hari di kunjunginya selama lebih dari enam puluh tahun terakhir.
Lampu dilangit-langit koridor sudah beberapa dipadamkan sehingga kesannya menjadi jarang-jarang menjadi pemandunya.
Dunianya juga sudah sepi. Sebagian besar penduduk Plante pastinya tengah terbuai dalam mimpi mereka masing-masing. Meski masih ada beberapa lampu jendela yang menyala, menandakan pemiliknya belum terlelap.
Suasana ladang jauh lebih mencekam dibanding jalanan yang di lewati Rhalemug. Tidak ada siapa-siapa di sana.
Di ladang yang sepi, Rhalemug dapat mendengarkan gemericik aliran sungai yang mereka gunakan untuk irigasi. Juga bunyi beberapa serangga.
Langkah Rhalemug terhenti. Ia belum sempat mencapai tempat hidroponik ketika pandangannya menangkap sesuatu yang asing di ladang.
Berwarna kuning keemasan dan berpendar rembut di antara temaramnya malam.
Rhalemug menimbang-nimbang, apakah aman untuk memeriksa benda asing itu sekarang. Karena bila suatu hal yang buruk, tidak ada yang dapat membantunya.
Dengan mantap, Rhalemug kembali melangkah. Mendekati benda itu. Benda berwarna kuning dengan bentuk mirip tali melilit tanaman-tanaman pangan di ladang.
Beracun, batin Rhalemug. Hal kedua yang terlintas di pikirannya adalah sarung tangan.
Rhalemug segera bergegas ke gudang perlengkapan.
“Hei!”.
Baru saja ia masuk, sesuatu menabraknya dengan keras dan menindihnya terlungkup di tanah. Rhalemug merasa keempat tangannya dipiting kuat-kuat oleh seseorang.
“Apa maumu kemari?”
“Alo!” seru Rhalemug masih dalam nada memprotes.
“Rhalemug?”Alo buru-buru melepaskan cengkeramannya dan berdiri. “Oh, maaf, tadi kupikir kau ini penyelundup atau apa. Mengapa kau ada di sini tengah malam begini?”
Butuh beberapa detik bagi Rhalemug untuk menormalkan napasnya. “Kupikir aku bisa melontarkan pertanyaan yang sama padamu”.
Alo menyodorkan segelas air pada Rhalemug.
“Gulma-gulma itu mengganggu pikiranku. Aku tidak bisa tidur”.
“Pemikiran kita sama,” Rhalemug meneguk isi gelas itu hingga habis. “Aku kemari untuk mengambil sarung tangan. Apa kau juga sudah melihat hal aneh di ladang?”
Alo menggaruk kepalanya dengan kedua tangan kirinya.
“Aku belum sempat ke ladang. Dari tadi aku sibuk dengan pipa-pipa hidroponik. Gulma-gulma itu terus tumbuh. Padahal aku yakin sudah melakukan perawatan dan pencegahan gulma seperti biasanya,” papar Alo sembari membuka lemari untuk mengambil sarung tangan.
Rhalemug mengenakan sarung tangannya yang sudang usang.
“Aku khawatir Plante harus berhadapan dengan bencana”.
Alo menoleh dengan wajah tidak senang. “Hati-hati dengan kata-katamu”.
“Bukan dengan apa yang kuucapkan. Tapi apa yang kita hadapi”.
“Ini mungkin terlihat lemah, tapi kau berhasil membuatku takut”.
Mereka berdua keluar dari gudang perlengkapan dengan tangan yang telah dibalut sapu tangan, juga sepasang senter.
“Apa yang kau maksud dengan hal aneh di ladang?” tanya Alo sembari membenahi posisi jaketnya.
“Aku tidak yakin itu apa. Bentuknya seperti tali. Berwarna kuning”.
“Apakah berbahaya?” desak Alo, penasaran.
“Aku tidak tahu. Kuharap benda aneh itu tidak membawa penyakit.‟ Itulah hal yang ditakutkannya.
Menemukan kembali tali-tali berwarna kuning yang tadi dilihat Rhalehmmug sangat mudah. Rata-rata seluruh tanaman di ladang sudah ada tali kuning aneh tadi.
“Ya ampun...”.
Rhalemug memberi tanda supaya Alo diam.
Ia mencoba tenang meski tahu sebenarnya ia takut. Menghadapi sesuatu yang tidak diketahui benar-benar membuat gentar.
Segera lakukan, selesaikan, dan segalanya akan berakhir, katanya pada diri sendiri. Rhalemug mulai mengulurkan jarinya untuk menyentuh benda itu.
“Hati-hati,” pinta Alo dalam bisikkan.
Detik berikutnya, jari Rhalemug sudah memegang benda asing itu.
Tidak ada yang terjadi.
“Sepertinya tidak berbahaya,” sahut Alo enteng. Ia melepaskan sarung tangannya, kemudian menyentuh benda itu tanpa Rhalemug sempat mencegah.
“Mungkin. Kita tidak tahu”. Rhalemug berhenti sejenak, berpikir. “Mungkin tidak berbahaya buat kita. Tapi kau lihat tanaman-tanaman itu. Benda kuning ini membuat tanaman kita mengurus”.
Alo mengangguk, tidak mengatakan apa-apa.
Rhalemug menelan ludah dengan susah payah sebelum melanjutkan.
“Plante akan dilanda kelaparan”.
Rhalemug dan Alo beberapa saat kemudian mencoba mengenyahkan tali-tali kuning itu. Tapi mereka melilit tanaman dengan kuat.
Mustahil rasanya membersihkan semuanya dalam satu malam. Membersihkan satu tanaman hingga tuntas saja membutuhkan waktu yang lama padahal tangan mereka ada empat.
Sekitar tiga jam bekerja tanpa hasil yang nyata, mereka berhenti. Alo mengeluarkan cerutu dari saku celana dan mulai merokok.
“Aku merasa tertekan,” ujar Alo sembari memandang hamparan ladang di hadapannya.
“Kita tidak mungkin mencabuti gulma itu satu per satu. Meski seluruh anggota divisi pertanian dikerahkan,” keluh Rhalemug, muram.
“Sebaiknya kita kembali tidur,” usul Alo sembari menepuk bahu Rhalemug kemudian berlalu.
Rhalemug setuju, ada baiknya ia segera kembali ke kamarnya yang hangat. Ia tidak tahu mengapa suhu kini kian merendah. Yang jelas ia merasa tidak nyaman dengan keadaan yang harus dihadapinya.
*
Gulma-Gulma Ganas
Mimpi buruk dan kenyataan buruk mereka sama-sama menyebalkan, namun berbeda
Ketakutan yang mereka ciptakan sebenarnya merupakan objek yang tidak nyata
Takut itu pilihan
“Sebenarnya gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki pada waktu tertentu. Oleh karenanya pemilik ladang berusaha memberantas atau mengendalikannya”.
“Kebanyakan gulma memiliki kemampuan untuk cepat tumbuh dan dapat menghasilkan sejumlah besar biji dalam waktu singkat,” kata Mozza sembari memberikan satu file buku digital kepada Rhalemug melalui akunnya.
Mereka ada di ruangan diskusi perpustakaan. Hanya berdua karena Glaric pamit untuk pergi ke Jantung Area Schavelle.
Sesuai janjinya, ia akan membantu Rhalemug untuk mendapatkan pengalaman hujan.
“Mengapa gulma dibenci? Alasannya sangat banyak. Pada bidang pertanian misalnya, gulma akan merebut air juga unsur hara yang dibutuhkan tanaman utama”.
“Hal ini dapat berdampak pada penurunan kuantitas hasil. Dalam beberapa kasus juga ditemukan, gulma dapat menyebabkan bau atau rasa hasil panen yang tidak enak,” sambung Mozza masih memberikan penjelasan mengenai gulma.
Rhalemug merasa tengah kembali ke bangku sekolah”.Apakah kau pernah mendengar bahwa wabah gulma tidak hanya akan mengganggu pertanian?”
Rhalemug menggeleng. Selama ini ia hanya fokus pada gulma di bidang pertanian dan hampir tidak mempelajari bidang lain.
“Di bidang perternakan, gulma dapat menyebabkan penurunan produksi pakan ternak. Bahkan terdapat spesies gulma tertentu yang menimbulkan racun dan mampu menyebabkan kematian pada ternak”.
“Di bidang perikanan, gulma yang tumbuh lebat di dalam perairan menyebabkan penurunan kadar oksigen sehingga menyebabkan pertumbuhan ikan terganggu”.
“Gulma juga dapat mempercepat hilangnya air di suatu kolam. Kau tahu apa artinya Rhalemug?” tanya Mozza sembari menyandarkan punggungnya ke kursi.
Untuk kedua kalinya Rhalemug menggeleng.
“Artinya kau harus berkoordinasi dengan divisi lain jika kau merasa tidak dapat menanganinya, karena gulma bukan masalah bagi Aracheas semata,” katanya memperingatkan.
“Gulma merupakan tanaman yang kuat, mereka mampu bertahan dalam keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan”.
“Beberapa gulma akan terus menebarkan bijinya walaupun pohonnya telah dicabut. Sisa tangkai gulma yang tercecer juga berpotensi untuk tumbuh sebagai tanaman baru,” peringatnya.
“Kuat sekali,” sahut Rhalemug muram.
“Apakah Aracheas akan mendekati musim panen?”
"Panen di Aracheas tidak berjalan serempak. selalu ada yang di panen dari waktu ke waktu, seperti kami baru saja memetik umbi-umbian juga labu minggu lalu. Memangnya kenapa Mozza?"
"Beberapa gulma tumbuh pada akhir masa budi daya. Meskipun begitu sebenarnya ada berbagai jenis gulma yang kau bisa perdalami melalui buku yang akan kurekomendasikan padamu untuk dibaca”.
“Sepertinya kau harus ekstra kerja untuk menjaga agar panen tetap lancar”. Mozza diam sejenak.
"Sebenarnya gulma dapat diolah untuk mendapatkan manfaat darinya seperti sebagai penghasil bahan bakar juga sebagai bahan obat-obatan tradisional. Kau bisa menanyakan perihal bioteknologi pada Glaric, dia masternya," tambahnya,
Rhalemug memasukkan tangannya ke dalam saku. "Aku tidak yakin untuk melakukannya”.
"Lho, mengapa tidak?" tuntut Mozza.
"Ia harus lebih fokus dengan pemanenan, Aku tidak yakin melencengkan pikirannya dari tumbuhan akan menjadi jalan keluar yang baik. Para petani sedang kewalahan sekarang. Aku tidak ingin dia merasa mendapat tanggung jawab tambahan,” tolak Rhalemug.
“Kau belum benar-benar mengenal Glaric kalau begitu,” cibir Mozza.
Rhalemug tersenyum kecut. Kata-kata Mozza mungkin benar. “Kau yang lebih lama mengenalnya. Ngomong-ngomong apa kalian sering pergi bersama di akhir pekan?”
“Akhir pekan?” Mozza mengedipkan kedua matanya dua kali. “Glaric memang sering ke Schavelle. Kadang kalau aku menjaga perpustakaan saat akhir pekan, dia akan mentraktirku makanan. Kehidupan di sini agak berbeda. Kami tidak mendapat pembagian dari divisi kuliner. Mungkin karena toko-toko di sini lebih banyak”.
Mozza menekan tombol di mejanya dan mesin pembuat kopi muncul pada salah satu dinding. Ia menekan tulisan mocca latte sebanyak dua kali.
Mula-mula mesin itu mengeluarkan gelas karton kemudian air berwarna coklat muncul mengisi gelas tersebut. Selesai satu, Mozza mengambil kopinya dan mesin melakukan hal yang sama. Ia menunggu hingga gelas kedua selesai diisi dan memberikannya satu pada Rhalemug.
“Bahkan kami juga tidak memiliki mesin pembuat minuman kopi, ngomong-ngomong terima kasih,” sahut Rhalemug sembari menerima minuman panas itu.
Mozza tertawa dan saat itulah Rhalemug mendapati bahwa temannya ini cantik. Namun ia tentu tidak akan merebut pujaan hati temannya.
Itu benar dan mampu merusak hubungan pertemanannya. Lagipula pujian kilat dalam hati tidak lantas membuat ia jatuh cinta, benar kan?
“Berbeda tempat, berbeda pula gaya hidupnya,” ujar Mozza menyimpulkan.
“Apakah kau senang tinggal di kota Mozza?”
Mozza mengangguk mantap. “Berbagai kebutuhan bisa didapatkan dengan mudah. Juga karena tinggal di kota, aku dapat memiliki keahlian memasak. Tidak perlu menunggu divisi kuliner membuat sesuatu. Aku dapat membuat makanan yang aku sukai atau membelinya,” celoteh Mozza riang.
Ia menaruh tangannya di atas gelas kopi merasakan hawanya apakah masih terlalu panas atau tidak.
Rhalemug merenungkan kata-kata Mozza. Makanan kesukaan. Ia tidak pernah benar-benar memikirkannya selama ini.
Baginya menu merupakan suatu kejutan. Ia tidak akan pernah tahu makan siang dan petangnya. Untuk sarapan biasanya ia membuat sereal dari bahan-bahan di ladang atau salad.
Satu-satunya waktu ketika ia memikirkan makanan mungkin pada saat Daro-Kanori. Perayaan yang selalu ditunggu-tunggunya setiap tahun. Dan bila ia tidak salah ingat, semestinya tidak lama lagi Daro-Kanori akan tiba.
Karena lawan bicaranya terlihat diam, Mozza kembali memberikan pertanyaan. “Kau suka apa Rhalemug? Makanan yang segar-segar?”
Rhalemug mengangguk. “Aku sering membuat salad dengan mayonaise yang melimpah”.
“Cocok dengan kenyataan bahwa kau seorang petani. Oh ya, sebelum aku lupa, sebenarnya kami memiliki beberapa koleksi buku yang membahas fitopatologi”.
“Apa itu fitopatologi, Mozza?” tanya Rhalemug agak binggung. Ia sepertinya baru mendengar istilah yang Mozza sebutkan.
“Ilmu yang mempelajari penyakit tanaman. Studi yang muncul ketika penyakit tumbuhan dirasakan mempunyai arti yang penting ketika terjadi wabah kelaparan”.
“Aracheas bukan berjalan dari waktu ke waktu tanpa masalah. Tanaman di plante pernah diserang jamur Hebbileia Verstratrix dan bakteri Libebacter Aticum,” jelas Mozza sembari mengangkat gelas kopinya.
“Lantas bagaimana para petani terdahulu mengatasinya?” Tanpa sadar Rhalemug mencondongkan tubuhnya ke arah Mozza.
“Bioteknologi. Kemajuan bioteknologi memacu perkembangan fitopatologi. Para pekerja laboratorium melakukan perakitan gen-gen pada tanaman supaya tahan terhadap penyakit tertentu.,” ungkapnya.
“Selain bertujuan menghasilkan tanaman yang memiliki ketahanan tinggi, para ahli juga mencoba merekayasa tanaman agar menghasilkan produksi yang tinggi”. Mozza menyeruput kopinya sebentar.
“Melihat kondisi Aracheas yang memburuk dengan pesat, aku tidak yakin apakah para ahli bioteknologi akan mampu mengatasinya tepat waktu”.
Rhalemug ikut-ikutan meminum kopinya yang ternyata masih panas! Astaga tenggorokan Mozza benar-benar tahan panas.
“Patizio semestinya telah menghubungi divisi energi, kau bisa menyebutnya divisi bioteknologi. Kita akan mendengar beberapa kemungkinan solusi wabah gulma ini dalam waktu dekat,” lanjutnya sembari mengaduk-aduk kopinya dan menambahkan bubuk krim.
“Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan. Bukan begitu?” desak Rhalemug meminta kepastian.
“Aku tidak ingin berbohong Rhalemug. Pembentukan teori bisa jadi cepat, namun percobaan dari tiap-tiap solusi yang ada akan memakan waktu yang cukup panjang,” bantah Mozza dengan tatapan tajam.
Biarpun Mozza mengatakan kemungkinan buruk, Rhalemug masih belum menyerah. Ia mencoba mencari buku-buku mengenai tanaman.
Ia membuka salah satu komputer dan memasukkan username dan passwordnya yang ternyata berbunyi “Talasau6386’.
Talanau dan Talasau memang kedengarannya mirip namun keduanya merupakan tumbuhan yang berbeda.
Jika Talanau merupakan pohon dengan akar yang besar-besar Rhalemug sempat curiga jika pohon itu sebenarnya lebih banyak pertumbuhan ke bawahnya.
Talasau merupakan tumbuhan kerdil dan memiliki banyak duri. Keduanya ada di Aracheas hanya saja Talasau kurang mendapat apresiasi karena bentuknya yang kurang menarik dan manfaatnya yang diketahui hanya untuk obat batuk.
Berhubung Plante merupakan dunia yang nyaman, di mana kebersihan selalu terjaga, penyakit di sini sebenarnya tidak terlalu banyak.
Jika stamina berkurang biasanya bangsa Generoro akan terserang flu dan demam saja.
Penyakit-penyakit berat terkadang muncul namun jumlahnya sangat kecil. Boleh dibilang kesehatan warga Plante sangatlah baik karenanya umur kematian selalu dapat diprekdisikan sekitar dua ratus lima puluh tahun.
Mozza mengatakan ia akan kembali ke tempat penjagaan dan meminta Rhalemug untuk mendatanginya ketika waktu istirahatnya tiba.
Jadi Rhalemug segera mengutak atik komputer yang di gunakannya dan memulai pencarian. Beberapa judul muncul di layar :
Asupan Nitrogen Dan Pupuk Organik Cair Terhadap Hasil Dan Kadar Vitamin Kelopak Bunga Ferona
Ekstrak Batang Talanau sebagai Antioksidan Identifikasi Kandungan Fitokimia dari Ekstrak Buah Rumawa
Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan
Pemanfaatan Limbah Lumpur Kering sebagai pupuk organik
Perencanaan Pengendalian Persediaan Pangan
Studi Kelayakan Sumber Mata Air Verzacasa
Rhalemug benar-benar menggunakan waktunya untuk mencari bacaan seputar gulma.
Ia bahkan tidak sempat membaca kembali Plante dulu, Plante sekarang tulisan Ygmy yang waktu itu terputus di bab satu saat menyadari waktu makan siang sudah tiba.
*
Kota benar-benar berbeda. Di Aracheas tidak mungkin ada suara sebising ini. Rhalemug duduk di sebidang kursi restauran dekat jendela.
Memandangi orang berlalu lalang dengan pakaian bebas mereka. Jumlah orang di sini sangat banyak.
Mulai dari orang tua, muda-mudi, hingga anak-anak yang membawa es krim berlalu lalang seolah mereka harus melakukannya.
Sekilas mereka seperti hanya menghabiskan hari-hari dengan bersenang-senang saja, berkumpul dan menukar gosip.
Beberapa sibuk dengan komputer mini di tangan, berinteraksi dengan orang yang jauh. Layar monitor yang ada di sini juga menampakkan hal-hal yang lebih beragam.
Berbagai toko memasang layar di depannya. Sesekali menampilkan nama toko, terkadang memutarkan gambar-gambar bergerak mengenai produk yang di jualnya.
Tempat yang sangat sibuk hingga membuat Rhalemug seolah sulit bernapas. Kepalanya mendadak pening dengan segala keramaian yang muncul di sekitarnya.
Ia masih belum terbiasa dengan keadaan di Schavelle. Bagaimana pun ini kedua kalinya ia muncul di kerumunan orang-orang.
Sepatunya yang terlihat mencolok di Aracheas, menjadi tidak mendapat perhatian di tempat ini.
Rhalemug meminum sedikit kopinya dan mengernyit. “Seingatku aku memesan teh manis tadi”.
Mozza tersenyum sedikit dan menyodorkan sebungkus kecil bertuliskan gula. “Sudah di sediakan. Kau bisa menambahkannya sendiri sesuai selera”.
Merasa sangat ketinggalan zaman, Rhalemug menunduk sembari mengambil bungkusan itu satu, merobeknya dan menuangkan isinya ke dalam minumannya.
“Glaric lama sekali ya,” gumam Mozza seolah tengah berbisik pada diri sendiri.
“Dia sedang berbelanja,” sahut Rhalemug masih menunduk. Merasa sangat bodoh dengan ketidaktahuannya.
Makan di tempat modern membuatnya agak tidak nyaman. Kebiasaan memang membuat segalanya berbeda.
“Dasar ilmuan. Kerjaannya selalu berhubungan dengan alat-alat yang aneh. Kau tahu dia ingin membuat apa?” gerutu Mozza sembari mengaduk-aduk serangga saus menteganya.
“Dia membantuku”. Rhalemug menelan ludah. “Menciptakan hujan”.
“Hujan? Aku pernah mempelajarinya dulu namun aku sudah lupa apa itu hujan”. Mozza mencoba mengingat-ingat.
“Hujan itu pada saat air turun ke dunia,” sahut Rhalemug. Ia tidak berani berkata banyak-banyak terutama tentang terjadinya penguapan oleh matahari, terbentuknya awan, bahkan mengenai petir. Ia takut kelihatan bodoh lagi.
Mozza mengetukkan garpunya ke meja. “Kau benar! Aku ingat sekarang. Kadang mempelajari hal yang tidak pernah kau alami benar-benar sulit! Terlebih untuk mengingatnya. Aku tidak tahu petani dari Aracheas sepertimu bisa mengingat masalah hujan.
Kita sudah tidak pernah mengalaminya selama beratus-ratus tahun kau tahu”.
“Glaric yang mengajariku. Dia sangat baik mau membagikan banyak hal padaku,” ujar Rhalemug bersungguh-sungguh.
“Aku setuju denganmu. Kadang aku merasa kecintaannya pada pengetahuan tidak pernah tergoyahkan. Ia selalu menghabiskan gajinya untuk peralatan”.
“Aku pribadi banyak membeli hal tidak penting seperti baju, di samping membeli bahan makanan tentunya untuk menyalurkan kegemaranku memasak,” cerita Mozza. “Kuharap dia tidak keberatan kalau aku makan duluan”.
“Kau memang tidak pernah menunggu temanmu ya?” sahut Rhalemug.
Mozza memandangnya sembari memicingkan mata.
“Maksudku waktu minggu lalu, kau juga makan duluan. Tentu saja, aku tidak menilai itu sebagai masalah,” Rhalemug menambahkan kalimat terakhirnya dengan agak terburu-buru, takut temannya itu tersinggung.
Bagaimanapun ia belum benar-benar mengenal Mozza dengan baik.
“Bukan salahku dan bukannya aku tidak ingin menunggu. Hanya saja aku sudah memberitahunya jam makan siangku. Aku ini disiplin, tidak mau sampai mengulur-ulur waktu istirahat,” jelas Mozza menekankan prinsipnya.
Ia menusuk seekor serangga dengan garpu dan memasukkannya ke dalam mulut.
Rhalemug baru saja mengunyah suapan makan siangnya yang pertama ketika Glaric muncul dengan kantong belanjaan yang besar dan terlihat lumayan berat.
“Maafkan aku terlambat! Tadi aku tidak sengaja melihat benda berusia ratusan tahun dan merayu pemiliknya untuk melepaskan benda itu padaku! Negosiasi yang berat tapi aku berhasil melakukannya!” seru Glaric bangga.
Ia meletakkan belanjaannya di bawah kursi kemudian duduk di antara Rhalemug dan Mozza. Makanannya sudah siap karena tadi Mozza sudah memesan untuknya.
“Kurasa makananmu sudah dingin,” ujar Mozza ketus. “Selalu lupa waktu. Kau ini seorang kolektor rupanya di samping ilmuan dan petani”.
Glaric nyengir dan memasang tampang tak berdosa. Ia langsung berkutat dengan makanannya.
bersambung....
Cerbung ini ada di An1magine majalah eMagazine Art and Science Volume 1 Nomor 7 September 2016
yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa
Comments
Post a Comment