CERMIN: EURELION
http://www.wallhd4.com/wp-content/uploads/2015/04/fisheye-beach-dreamy-world-18.jpeg
Aku melemparkan pandangan ke arah laut dengan sebal. Hari ini ulang tahun sepupuku yang kaya raya. Ia jadikan laut sebagai tempat pestanya.
Para pekerja berlalu lalang menyiapkan meja dan kursi untuk para tamu, ada juga yang mengurus dekorasinya.
Kayu yang dibalut kain putih, kayu yang dimandikan sinar mentari senja.
Aku melipat kedua tangan di depan dada. Mestinya yang berulang tahun ada di sini untuk melihat perkembangan persiapan pestanya, bukan?
Mengapa harus aku yang jadi penanggung jawab di sini?
Ya. Pertanyaan itu telah kulontarkan berulang-ulang. Tidak hanya dalam pikiran, tapi juga kuberikan pada si pemilik pesta.
Fisea tertawa pelan, rambutnya panjang sepinggang berwarna merah bergoyang pelan.
“Karena harus ada yang direpotkan. Orang-orang di sini tidak akan mengerti jika aku meminta mereka menaruh meja, kursi, dan segala sesuatunya terendam dalam air laut yang asin.”
Intinya dia tidak mau menerima tatapan aneh dari para manusia di sini, juga tidak mau menjelaskan panjang lebar soal konsep pestanya yang aneh.
Meja-meja dan kursi-kursi itu diletakkan di air asin, bukan di daratan. Pastinya sepupuku yang kaya raya itu akan membeli semuanya dengan begitu pengurus tempat ini mengizinkan ia melaksanakan rencana ulang tahunnya yang gila.
“Manager memanggil Anda, sepertinya urusan pembayaran,” ujar salah seorang pelayan. Laki-laki itu nampaknya hanya berbeda beberapa tahun dariku, lebih muda. Rambutnya yang hitam ikal berkilau tertimpa sinar matahari senja.
Mereka pasti tidak percaya kami akan membeli seluruh benda yang telah dibenamkan ke laut hanya untuk pesta satu malam.
“Baiklah, tunjukkan aku di mana dia,” desahku pelan.
Pelayan itu membawaku ke atasannya yang siap dengan berbagai perhitungan, deretan angka-angka dengan banyak angka nol di belakangnya.
“Karena seluruh funiturenya sudah di benamkan ke dalam air....” Dalam ucapannya terdengar nada menyesal, si manager merasa seharusnya menagihku lebih awal.
“Jangan khawatir, saya siap melunasi sisa pembayarannya sekarang juga,” potongku, tidak sabar.
Uang hanya angka dan orang dihadapanku belum memahami betapa tidak berartinya angka-angka itu.
Si manager membenahi letak kacamata dan menyodorkan kertas yang berisi barang-barang yang dikorbankan sepupuku untuk ulang tahunnya.
Aku bahkan tidak tertarik mengecek isinya atau menjumlahkan angka-angka itu. Kubuka tas kecil milik Fisea yang dititipkan padaku.
Di dalamnya ada benda bernama dompet dengan berbagai kartu kredit yang biasa digunakan manusia untuk membayar.
Si manager mengangguk. Ia mengambil kartu yang kusodorkan dan menggeseknya ke semacam mesin dan memencet-mencet tombolnya.
“Karena kami sudah melunasi semuanya, saya harap Anda juga memenuhi permintaan yang telah diajukan. Pukul delapan, seluruh makanan sudah harus siap. Setengah jam berikutnya hingga pukul sebelas, tidak boleh ada karyawan yang masuk ke tempat pesta. Kami tidak akan menolerir gangguan sekecil apapun.”
“Saya akan memerintahkan mereka melakukan pembersihan pesta setengah jam setelah pesta berakhir, sekitar setengah jam sebelum tengah malam.”
Kini si manager sudah bisa menjawabku dengan mantap. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia sudah merasa lega karena pembayaran telah diselesaikan.
“Sempurna,” kataku sembari menerima kartu itu kembali.
“Kuharap pestanya berjalan lancar.”
“Pasti akan menyenangkan, apa lagi tempat Anda sangatlah menarik, manager,” balasku sembari berlalu.
Itu bukan basa-basi, aku memang berpikir begitu karena laut di area pantai ini sangat dekat dengan portal yang menghubungkan pantai planet dari mana Para Eurelion berasal.
Sebuah tempat yang tidak mungkin dicapai dengan teknologi manusia saat ini.
http://7-themes.com/6950345-beautiful-mermaid-pictures.html
Manusia, kadang Para Eurelion memandangnya sebagai makhluk bodoh. Punya potensi yang luar biasa sebenarnya, tapi manusia terlalu sibuk dengan Bumi mereka dan sering bertikai satu sama lain. Saling menghancurkan.
Bodoh karena terlalu mengangung-agungkan uang. Menyatakan sebagai makhluk yang mengikuti ajaran cinta kasih, tapi menyakiti sesamanya yang berbeda kepercayaan atau pendapat.
Juga mencelakakan sesamanya hanya gara-gara angka. Uang dan uang.
Kemudian manusia akan menjadi lebih buas dari binatang. Mereka tega merusak habitatnya sendiri dan saling membunuh.
Hal ini seringkali bercokol di kepalaku, tiap malam sebelum tidur. Aku sudah berkali-kali memikirkan untuk meninggalkan bumi dan kembali ke Planet Eurerra.
Tapi itu tidak mudah, terutama karena aku telah lahir dan tumbuh di sini. Aku sebenarnya mencintai bumi, tapi agak menjaga jarak dengan manusia bumi terutama yang masih berpikiran mistik.
Salah-salah mereka akan menganggap bangsa kami, Eurelion, sebagai makhluk halus, ghaib, mistik. Atau lebih lucunya lagi jika manusia menganggap kami dewa yang harus disembah.
Sinar matahari sore menyariku, membuat rambutku nampak lebih merah dari pada biasanya. Air sudah mulai pasang. Nanti pada saat pesta seluruh kursi dan meja akan terendam sempurna dalam air. Kira-kira sepuluh menit sebelum pestanya dimulai.
Pelayan laki-laki memandangiku sembari memasang dekorasi di pintu masuk. Tentu saja tidak akan ada tamu yang datang melewati pintu itu.
Para tamu akan langsung muncul dari air dan menempati kursi-kursi yang telah disediakan.
Mungkin karena keluargaku telah tinggal di bumi selama beberapa generasi, kami lebih dulu dapat mengembangkan ramuan yang membuat kami dapat bernapas di darat.
Sementara kolega yang datang dari Eurerra akan mati jika terlalu lama di darat. Mereka tidak mengembangkan ramuan untuk bertahan di darat karena seluruh Eurerra tertutup air. Bahkah luar angkasanya pun dari air!
Jangan tanyakan jaraknya, karena aku sendiri tidak yakin jarak Eurerra ke Bumi. Yang jelas jagad raya kami berada di dimensi yang berbeda dari Bumi.
Fisea datang satu jam sebelum pesta. Warna rambutnya sama seperti aku, merah. Kami memang sengaja mewarnainya begitu. Manusia akan binggung melihat rambut asli kami yang sebenarnya berwarna biru kehijauan.
“Aku suka. Ini akan menjadi pesta yang hebat!” sorak Fisea yang terlihat puas dengan persiapan ulang tahunnya.
“Kau berhutang budi, saudaraku,” cibirku.
“Jangan mengingatkanku tentang hal itu!” tukas Fisea, terkikik. Di akhir kalimatnya, angin laut berhembus, membuat suaranya mendadak naik tiga oktaf lebih tinggi.
Aku mendelik, mengingatkannya untuk tidak bersuara ketika angin laut berhembus. Manusia tidak menghasilkan suara seperti itu.
Nampaknya Fisea menangkap kodeku. Ia segera diam dan baru kembali berbicara saat anginnya berhenti bertiup untuk sementara.
“Aku akan berganti pakaian, sebaiknya kita segera menyelesaikan persiapannya dan kau bisa segera memakai pakaian pesta juga.”
Rambut Fisea berkibar diterpa angin laut. Ia tidak akan merapikannya, tapi aku yakin ia akan mencuci rambutnya dengan air laut untuk melunturkan cat rambutnya yang berwarna merah.
Aku memastikan semuanya sudah siap. Memastikan tidak ada kursi dan meja yang lupa dipasangi pemberat, memastikan semua hidangan sudah tersaji di piring-piring yang di tata di atas pasir.
Si manager menemuiku menyatakan persiapan telah selesai dan tidak akan ada crew yang mendekati area pantai selama acara.
“Aku mengandalkanmu untuk itu, manager. Tentunya kita tidak ingin ada yang dirugikan di sini,” kataku dengan sedikit nada mengancam dan itu bukan omong kosong.
Manusia tidak akan bisa membayangkan apa yang mampu kami lakukan untuk mengubah mereka menjadi makhluk yang berbeda.
Setelah semuanya pergi, aku segera berganti penampilan. Tentu saja bukan berganti pakaian, justru melepaskannya. Bangsa Eurelion tidak memakai baju, dan tidak ada pemerkosaan seperti di Bumi.
Aku melepas pakaian, melipatnya dengan rapi, kemudian meletakannya di bawah salah satu pohon kelapa yang ada di sini.
Fisea sudah keluar dari tempatnya menunggu. Dugaanku benar, rambutnya sudah biru kehijauan sekarang.
Dia memberiku anggukan. Gerakan yang menandakan kami harus segera berada di dalam air karena pestanya segera dimulai.
http://cdn8.staztic.com/app/a/945/945579/touch-hd-lwp-anime-mermaid-775809-0-s-307x512.jpg
Air laut malam itu terasa begitu hangat di kulitku yang perlahan menjadi licin, mirip ikan, tapi tekstur sisinya lebih halus.
Aku merasakan selaput kaki dan tanganku yang tadinya kering, kini berlendir kembali begitu ada kontak dengan air laut.
Kami berenang di dekat area portal yang menghubungkan Eurerra dengan Bumi. Aku merasa pewarna rambutku sudah hilang. Kini rambutku sudah biru kehijauan layaknya Bangsa Eurelion pada umumnya.
Tidak lama kemudian beberapa tamu datang. Di mulai dari Orang Tua Fisea, kakek dan neneknya, hingga Rekan Sesama Eurelion yang sengaja diundang untuk menghadiri pesta ini.
Musisi dari Eurerra memainkan musik dari koral dan fosil ikan. Para tamu sesekali muncul ke daratan untuk mengambil makanan, memasukkannya ke mulut, kemudian kembali ke tempat duduk mereka.
Sebenarnya bangsa Eurelion tidak butuh kursi di laut, tapi Fisea menginginkan adanya perpaduan konsep Bumi untuk pestanya.
Aku memenuhi mulut dengan beraneka macam ganggang laut. Ada beberapa makanan khas Eurelion juga yang sengaja dibawakan Orang Tua Fisea yang merupakan paman dan bibiku.
Sementara makanan khas Bumi adalah jelly dan rumput laut juga beberapa seafood. Beberapa masih mentah, beberapa diberi bumbu pedas.
Aku melihat ada Teman Fisea yang mencoba kerang saus padang kemudian kepedasan karenanya.
Sesuai harapan Fisea pesta berjalan lancar. Mendekati pukul sebelas para tamu bergegas pulang karena portalnya tidak aktif tiap pukul sebelas lebih tujuh menit malam.
Fisea memeluk kedua orang tauanya, juga kakek neneknya. Ia berjanji akan mengunjungi Eurerra bersamaku dalam beberapa hari ke depan.
Setelah semua tamu pergi, kami kembali ke daratan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meminum ramuan yang membuat kami dapat bernapas di daratan.
“Kau tidak menyiapkan hadiah apapun?” protes Fisea yang baru meneguk setengah botol ramuannya.
“Memangnya makhluk kaya sepertimu butuh apa?” sindirku sembari membuka tutup botol ramuanku.
“Sesuatu seperti.... Pria?” jawabnya sembari terkikik. Saat itu angin laut berhembus dan suara tawanya segera berubah lebih tinggi tiga oktaf.
Tapi kami tidak peduli, masih ada waktu lebih dari sepuluh menit sebelum para manusia kemari.
“Kalau begitu lebih baik kau minta dicomblangkan oleh salah satu temanmu yang tinggal di Eurerra,” kataku, enteng. Aku menghabiskan ramuanku, begitu pula Fisea.
Aku memerhatikan selaput di antara jari-jari tangan dan kakiku mulai menghilang. Kakiku juga sudah lebih mirip kaki manusia, tidak ada lagi tekstur sisik.
“Aku sudah punya banyak Mantan Eurelion!” serunya sembari tertawa.
“Jangan bilang kau ingin menjajal manusia?”
Fisea mengangkat bahu. “Siapa tahu.”
Detik berikutnya tubuh kami menegang. Semak di dekat kami bergerak. Manusia tidak akan menangkap gerakan sehalus itu.
Tapi kami, Bangsa Eurelion lebih peka. Ada makhluk lain selain kami berdua di pantai ini. Fisea menatapku, sembari mengerutkan dahi. Kami bahkan belum berpakaian.
Tapi itu bukan hal terpenting di sini. Tanpa aba-aba, kami berdua segera menyergap tempat si penyusup.
“Kau!” geramku, marah. Pelayan laki-laki yang tadi siang mengantarkanku ke managernya telah melanggar perjanjian.
Angin berhembus, menaikkan suaraku setinggi tiga oktaf, tapi aku tak peduli.
“Sedang apa kau di sini?” tuntutku. “Kalian, manusia, seharusnya belum boleh kemari. Ini melanggar perjanjian!”
Laki-laki itu menatapku dan Fisea secara bergantian. Ia ketakutan, tidak bisa mengeluarkan suara. Rambutnya yang hitam ikal bergoyang pelan karena tubuhnya gemetar.
“Apa yang harus kita perbuat padanya, Fisea?” pekikku dalam suara lebih tinggi tiga oktaf karena angin laut berhembus.
“Kurasa ini bisa dihitung sebagai hadiah ulang tahunmu padaku!” seru Fisea, senang.
“Oh tidak! Jangan katakan kau menginginkannya!” ucapku, ngeri. Fisea memiringkan kepala, matanya menatap si pelayan lekat-lekat.
Bibirnya melengkung, kemudian ia mengangkat bahu. “Siapa tahu.”
Cerpen ini ada di An1magine majalah eMagazine Art and Science Volume 1 Nomor 6 Agustus 2016
yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa
Comments
Post a Comment