MINDPORTER: Mindporting to Plante di An1magine Volume 1 Nomor 2 April 2016



Cermin
M.S. Gumelar 

Bercermin dari berita itu, Rhalemug merasa perlu berjaga-jaga. Barangkali ada pihak yang ingin menghancurkan ladang pertanian. Karena hancurnya ladang sama dengan hancurnya Plante.

Sembari mengendap-endap, Rhalemug mencoba membaca situasi. Dari bayangan itu sepertinya hanya satu orang.

Ia bisa saja menang dalam kondisi satu lawan satu. Secara perlahan, diambilnya sekop yang ada di sampingnya.

Setidaknya ia sudah bersenjata sekarang.
Bayangan itu bergerak lagi, nampaknya mendekati rak-rak penyimpanan herbisida. Jantung Rhalemug memompa kencang.

Tangannya yang memegang sekop mulai terasa kebas. Ia harus menyergap orang itu selagi lemah.

Memantapkan diri, Rhalemug langsung masuk ke ruangan dan mengangkat sekopnya tinggi-tinggi.
Tepat saat sosok itu berbalik dan membuat jantung Rhalemug berhenti untuk beberapa saat.

“Alo?”

“Hei! Hei Apaan ini?” sosok yang disebut Alo oleh Rhalemug langsung merapat ke dinding. Raut wajahnya terlihat terkejut juga kesal.

“Alo?” ulang Rhalemug tak percaya.

“Sedang apa kau di sini?”

Alo bergeming di ujung ruangan dengan botol herbisida pada keempat tangannya.

“Aku bisa melontarkan pertanyaan yang sama padamu,” balasnya tajam.

“Ngomong-ngomong kau bisa meletakkan sekop itu?”

Rhalemug memandangi tangannya yang masih dalam posisi siaga, siap memukul, padahal ia sudah tidak berniat melakukannya semenjak tahu bayangan yang dicurigainya ternyata Alo.

“Oh! Maaf.” Ia segera menurunkan sekop dan menyandarkannya di bawah meja pencampuran nutrisi tanaman.

“Aku terbangun karena suara-suara dan tidak dapat kembali tidur,” katanya dengan nada yang lebih tenang.

“Suara-suara?” ulang Alo tak percaya.

Rhalemug bisa menangkap nada penuh sanksi dari sahabatnya itu.

“Entahlah, sepertinya berasal dari luar.”

Tentu saja suara-suara bukan suatu kebohongan namun tetap saja merupakan hal yang sulit dipercaya.

Memangnya apa yang bisa didengarnya dari luar dunia?
Alo mengernyit sedikit. Ia berusaha untuk tidak langsung menghakimi. “Apakah ada orang lain yang mendengarnya juga?”

Rhalemug menganggkat bahunya. “Kau tahu orang tua yang tinggal disebelah flatku tidak akan mungkin bisa mendengar apa-apa. Umurnya hampir dua ratus kau tahu. Terkadang aku terpukau dengan umurnya yang panjang.”

“Ah tentu saja, secara ajaib kau mendapatkan flat di antara para manula itu. Kuharap kau tidak segera ketularan pikun seperti mereka,” goda Alo mencoba mencairkan suasana, alih-alih berdebat.

“Aku bahkan tidak mengenal mereka.” Rhalemug agak kesulitan untuk mengakui hal itu. Bahwa ia tidak memiliki kehidupan sosial di luar ladang.

“Jadi katakan padaku. Apa yang membawamu pagi-pagi begini.”

“Karena aku petani teladan saja.” Alo kembali menggoda sahabatnya.

“Jangan bercanda Alo”

Alo tertawa namun tidak menimpali. Ia meletakkan beberapa botol nutrisi tanaman yang dari tadi dipeganginya dan mulai mencampurnya dengan air dengan perbandingan yang sudah ia sangat hapal di dalam kepala.

Tanpa diminta, Rhalemug segera mengambil botol semprot dan memberikannya pada Alo.

“Mau menemaniku ke tingkat atas?” tanya Alo sembari menggoyang-goyangkan cairan campurannya dengan kedua tangan bawah, sementara kedua tangan atasnya memindahkan cairan nutrisi yang jadi ke botol yang diberikan Rhalemug.

“Boleh juga, dari pada menunggu di sini sendirian sembari menunggu pagi.”

Sebagian pertanian di Plante dijalankan menggunakan sistem hidroponik atau soilless culture di mana tanaman ditumbuhkan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam.

Namun di sisi lain juga ada tanaman yang di tanam di ladang.

Pekerjaan mereka sebagai petani meliputi penyemaian, pemangkasan, pembersihan gulma, penyemprotan pupuk daun, pindah ke media tanam yang lebih besar, hingga memanen.

Sementara tanaman yang dibudidayakan termasuk dalam tanaman hortikultura yang meliputi tanaman sayur, tanaman buah, tanaman hias, hingga tanaman obat-obatan.

Rhalemug turut membantu Alo untuk membawa botol-botol itu. Mereka harus menaiki beberapa tingkat untuk sampai ke taman hidroponik.

“Aku heran mengapa para tetanggamu di blokmu belum dipindahkan ke tempat tinggal manula. Mereka sudah tidak bekerja dan semestinya diberi perhatian ekstra.

Bisa saja suatu saat mereka mendadak terjatuh sementara tidak ada kerabat yang mampu menolong,” kata Alo sembari mengguncang-guncangkan botol yang ada di tangan kiri atasnya.

“Sejujurnya mereka belum mencapai batas umur untuk pindah ke tempat manula,” Rhalemug mencoba menjelaskan. Alasannya tinggal di sana adalah karena itu flat ayahnya.

Secara otomatis ia bertetangga dengan orang-orang seumuran ayahnya, seandainya ayahnya masih hidup.

“Lagipula mereka semua petani, banyak yang masih bekerja di Aracheas. Ladang adalah sesuatu yang sudah mengakar dalam hidup mereka”
“Rasanya sulit untuk menjauhkan mereka dari tempat yang sangat mereka sayangi,” sambung Rhalemug.

“Kau benar. Maaf aku tidak berpikir sejauh itu.”

Mereka sudah berada di tingkat paling atas. Tidak lama lagi seharusnya para petani mulai berdatangan. Jam kerja akan dimulai tidak lama lagi.

Sementara itu Rhalemug dan Alo sudah mengerahkan masing-masing keempat tangan mereka untuk merawat tanaman.

“Aku selalu berpikir, Plante adalah tempat tinggal terbaik bagi Generoro. Tak ada yang kekurangan di sini.

Tanaman tumbuh dengan mudah, kita hanya perlu merawat dan menikmati hasil alam.

Regulator kita memiliki kebijakan-kebijakan terbaik dari yang terbaik.

Menempatkan kita pada kesejahteraan. Tidak berlebih, tidak juga kurang.” Alo mulai berbicara sembari bekerja.

“Kau terlihat sangat menikmati profesi ini Alo, bukanlah sebuah kesalahan kita bersahabat!” puji Rhalemug.

“Hanya saja.... Alo, terkadang aku berpikir, kita sudah menghabiskan waktu kita di ladang sejak kecil bahkan kemungkinan hingga kita mati.

Tidak berbeda dengan leluhur kita sebelumnya yang membaktikan jiwanya pada ladang. Kadang aku berpikir. Apakah memang semestinya kita menjalani hidup seperti ini?”

Mereka baru saja melewati area pembibitan tanaman penghasil karbohidrat, ketika Rhalemug mulai menggumamkan sesuatu yang salama ini selalu tersangkut di kepalanya.

Tidak pernah diutarakan sebelumnya. Seolah hal itu sebuah cinta yang terlarang.

“Petani menghabiskan hidup dengan bertani. Tidak ada yang salah dengan itu, kecuali sebuah kenyataan bahwa....” Alo sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia malah tersenyum lebar.

“Apa itu?”

“Akui saja Rhalemug, kau butuh tambatan hati, berkeluarga. Nantinya anak-anakmu akan menjadi penyemangatmu untuk kembali ke ladang.”

Rhalemug menggeleng.

“Aku benar-benar memikirkannya Alo. Aku hanya memikirkan untuk lebih memperluas duniaku”

Mendadak Alo menghentikan pekerjaannya. Ia membalikan badan ke arah temannya dan mulai berkata dengan tajam.

“Memperluas seperti apa? Seperti Jakarov si Pemberontak? Seperti yang baru saja kukatakan, Plante adalah tempat terbaik untuk Generoro.

“Kau semestinya bahagia dapat hidup di surga! Asal kau tahu Rhalemug, kau sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri.

“Namun jika kau sampai membelot, aku akan menjadi orang yang paling bernafsu untuk menghancurkanmu. Aku akan melupakan kenyataan bahwa aku pernah mengenalmu.”

Alo semestinya tidak perlu semarah itu.
Rhalemug masih tidak mengerti mengapa mendadak sahabatnya menjadi temperamental seperti itu.

Meski tidak sampai adu jotos, atmosfer di antara mereka mendadak terasa berbeda.
Terasa berat. Dan mereka berdua menghabiskan waktu untuk menutrisi tanaman dalam diam.

Sebagai sahabat juga rekan kerja, Rhalemug terkadang masih merasa kesulitan untuk memahami Alo.

Padahal sudah banyak tahun-tahun yang mereka lewati bersama. Suka maupun duka.

Mungkin Rhalemug harus berusaha meluruskan “Memperluas dunia” yang ia maksudkan. Tentunya tidak sama seperti  Jakarov si Pemberontak yang ingin seluruh penduduk Plante meninggalkan dunianya yang dinilai Jakarov terlalu terbatas, ke tempat yang lebih luas.

Tempat yang pastinya tidak senyaman Plante karena Plante adalah surga, tidak ada yang bisa menduainya.

“Sendirian saja pahlawan?”

Rhalemug mendongak dari makan siangnya dan mendapati Glaric bergabung bersamanya.

Mudah saja mengenali orang ini meski mereka jarang berinteraksi.

Mungkin itu karena tidak banyak orang yang berkacamata di divisi pertanian.

Seandainya mata para petani bermasalah pun mereka bukan golongan yang suka memeriksakan diri ke dokter. Lagian tidak banyak pekerjaan yang menuntut membaca.

Iya benar, Rhalemug bahkan terakhir memegang buku saat ia masih di tahap pendidikan.

Selebihnya, belajar dan membaca tidak masuk prioritasnya lagi.

Pengalaman dilapangan menjadi dasar kemampuannya menjadi seorang petani yang hebat.

Berbeda dengan Rhalemug yang sudah di ladang semenjak ia menyelesaikan pendidikan pertanian, Glaric baru bergabung ketika umurnya enam puluh delapan.

Ia dipindahkan dari divisinya yang lama. Namun Rhalemug tidak pernah menanyakan hal itu. Alasannya untuk dipindah ataupun darimana Glaric sebelumnya berasal.

Pertama kali melihat Glaric, Rhalemug tidak yakin bahwa anak itu akan kuat menghadapi kerasnya kehidupan sebagai seorang petani. Pekerjaan ladang sangat memakan tenaga.

Juga pertanian menuntut kesabaran untuk menumbuhkan, menjaga, juga memanen tanaman.

Rhalemug sudah mendapati beberapa orang yang tidak sabaran dipindahkan divisinya karena mereka alih-alih menjaga malah merusak tanaman.

Glaric yang bertubuh kecil, ceking, dengan kacamata menempel di kepala terlihat sangat lemah.

Dari segi fisik saja sudah kentara bahwa ia bukan orang yang terbiasa untuk bekerja dengan otot. Kacamatanya seolah mempertegas bahwa ia berasal dari golongan cendekiawan.

Seseorang dengan pengetahuan luas. Yang mungkin saja menguasai lebih dari satu bidang.

Rhalemug  ingat benar ketika pemuda itu datang, ia tengah membuang gulma-gulma di tingkat keempat.

Siang itu Glaric dikawal oleh aparat penjaga perdamaian untuk ditemukan dengan Patizio, sang pemimpin divisi pertanian.

Sebenarnya kata dikawal mungkin berlebihan karena ia hanya datang bersama seorang aparat saja.

Perpindahan divisi selalu melibatkan aparat karena itu tugas mereka.

Memastikan bahwa kepala divisi telah menerima dan pastinya mengawasi orang yang dipindah, memberikan pemula segala pengetahuan yang diperlukan mengenai divisi baru mereka.

Sebenarnya jumlah aparat penjaga perdamaian di Plante tidak terlalu banyak, sangat sedikit malah. Mereka hanya memastikan peraturan tidak di langgar.

Memastikan seluruh orang memiliki tempat tinggal dan makanan. Kedua kebutuhan yang tidak pernah kurang di Plante.

Berseragam hitam dengan helm menutupi kepala. Nampaknya identitas sebagai aparat adalah sesuatu yang rahasia.

“Tidak terasa sebentar lagi kita akan memanen tanaman umbi-umbian,” Glaric membuka pembicaraan dengan riang. Ia mengambil tempat di samping Rhalemug dan ikut membuka makan siangnya.

“Wah! Ikan! Kelihatannya enak.”

Seluruh pekerja di ladang selalu mendapatkan jatah makan siang dari dapur umum. Meski begitu bukan berarti makanan mereka monoton atau kurang sedap.

Juru masak divisi kuliner berasal dari penduduk yang memang memiliki keahlian mengolah makanan. Semuanya mampu meramu bahanan makanan biasa menjadi luar biasa.

Sungguh kemampuan yang tak ternilai. Rasa-rasanya Rhalemug tidak pernah makan makanan yang sama dalam sebulan.

Hal paling gila yang pernah diingat Rhalemug mengenai makanan adalah ketika divisi kuliner menetapkan sebulan makanan tanpa di masak.

Kedengarannya kejam dan kurang beradab. Namun nyatanya cita rasa tinggi dari makanan yang masih segar mampu menerbitkan liur.

Sebulan berlalu dan pujian mengalir deras ke divisi kuliner. Semenjak saat itu bulan masakan tanpa api di gelar setahun sekali.

“Umm.... begitulah,” jawab Rhalemug singkat.

“Kenapa? Kau tidak terlihat bersemangat.
Apakah ini ada hubungannya dengan Alo?” tanya Glaric penuh selidik. Ia menyambar cangkirnya dan minum beberapa teguk.

Jadi orang ini mendekatiku hanya untuk mengorek-orek informasi? Gerutu Rhalemug dalam hati.

“Ups. Tadi itu lancang. Kau boleh untuk tidak menjawabnya.” Glaric mengambil ikan jatahnya dan menggigitnya dengan perlahan, takut duri-duri dari ikan melukai gusinya.

Rhalemug mencoba menguasai dirinya.
 “Tidak. Aku memikirkan kata-katamu barusan. Kau mengingatkanku betapa aku sudah terlalu terbiasa pada pertanian dan rasa senangku pada panen ternyata telah tumpul.”

Rhalemug merasa kata-katanya barusan cukup dapat menyembunyikan rasa kesalnya yang sebenarnya kurang beralasan. Mungkin Glaric tidak seburuk itu.

“Petani dan panen. Tidak mungkin terpisahkan. Bagaimana kita menanam biji dan mendapatkan buah. Biji tidak kita biarkan saja.Kita pelihara setiap hari. Memastikan mereka tumbuh dengan baik. Buah tidak langsung datang ranum” “Terkadang mereka muncul dari bunga. Beberapa di antaranya gugur, sisanya bertahan. Dari kecil dan asam menjadi matang dan manis.”

“Perubahan yang indah, seolah berasal dari keajaiban,” senyum Rhalemug mendengarkan celotehan juniornya yang penuh dengan semangat.

“Terkadang aku suka menyebutnya sebagai metamorfosis, meski kita tidak tengah membicarakan binatang,” kekehnya.

Mendadak Rhalemug  mendapatkan ide untuk bertanya. “Apakah menyukai pekerjaan di divisi ini?”

“Petani? Bukan impianku tentunya, jika aku boleh jujur. Namun pada akhirnya aku mencoba menikmatinya. Semuanya berasal dari sebuah langkah kecil, bukan begitu?”

“Hahaha.... kau tahu, sebenarnya aku sempat sangsi apakah kau akan merengek untuk minta pindah divisi. Di sini sangat menguras tenaga juga emosi,” sahut Rhalemug sembari melumuri daging ikannya dengan saus.

Glaric ikut tertawa, “Aku juga sempat memiliki pemikiran yang sama denganmu sobat”

“Namun tentunya perpindahanku bukan sesuatu yang sia-sia. Setidaknya aku belajar dari tanaman, dari tanah yang menumbuhkan dan air yang menghidupkan”

Singkat kata aku belajar mengenai kehidupan itu sendiri” Glaric mengangkat cangkirnya berusaha meneguk isinya kembali, namun ternyata sudah kosong.

Rhalemug dengan sigap menghentikan makannya dan memberikan airnya yang masih ada.

“Terima kasih” Glaric mendadak memegangi kacamatanya dan melihat alas kaki milik Rhalemug. “Astaga Rhalemug kau tidak ingin mengganti sepatu bututmu itu?”

Rhalemug  memandangi sepatunya yang sudah berlubang. “Eh... aku tidak memiliki waktu untuk itu.”

“Jangan bercanda, seolah kita tidak memiliki jatah libur saja. Bagaimana dengan mengunjungi Schavelle akhir pekan ini?” usul Glaric penuh semangat.

“Kebetulan minggu ini aku akan membeli beberapa kebutuhan di sana.”

“Bagaimana jika aku titip saja?”

“Titip? Di mana semangat eksplorasimu bung? Aku akan menunggumu di gerbang perbatasan terakhir Sintesa Samiroonc pukul sepuluh pagi Sabtu ini,” Glaric menepuk bahu Rhalemug kemudian membuang bungkus makanannya ke tempat daur ulang.

Rhalemug melongo untuk beberapa saat. Baru kali ini ada orang yang mengajaknya pergi setelah sekian lama.

Sebenarnya dulu Alo pernah mengajaknya beberapa tahun silam, hanya saja Rhalemug memilih untuk menitipkan kebutuhannya.

Tinggal memberi uang untuk membeli kebutuhannya dan menggunakan akhir pekannya untuk bermalas-malasan sepanjang minggu di flat. Tidak perlu bersusah payah buat berjalan jauh menuju Schavelle.

“Rhalemug” Suara Alo membuyarkan lamunannya. Jika didengar dari nada ucapannya, sepertinya sahabatnya itu sudah tidak marah lagi.

Alo memang bukan orang yang bisa marah dalam jangka waktu yang lama. Cepat marah, namun juga cepat reda.
“Sudah selesai makan siang?”

“Baru saja. Bagaimana denganmu?” Rhalemug menyambut uluran tangan Alo.

“Seandainya aku bisa menambah, aku menginginkan ikan itu lagi sekarang.
Belum lagi bumbunya yang pas di lidah.

“Aku bertanya-tanya apakah Ahora mendapatkan menu yang sama hari ini.
Mungkin saja ia bisa memasaknya juga”

Ahora.

Nama yang sudah lama tidak Rhalemug dengar dari mulut Alo. Ahora merupakan adik perempuan Alo.

Rhalemug sempat bertemu dengan gadis itu beberapa tahun yang lalu. Saat Alo mengundangnya ke rumah untuk merayakan ulang tahun ibunya.

Dalam ingatan Rhalemug, Ahora memiliki rambut panjang sepinggang yang indah. Ia tidak mengerti bagaimana Ahora bisa memiliki rambut sebagus itu sementara ia sendiri sudah botak dari lahir.

Sebenarnya bukan hanya Rhalemug yang botak di Plante, rata-rata para pria Plante memang tidak memiliki rambut.

Seandainya punyapun tidak memenuhi seluruh kepala.

Salah satu pria yang beruntung memiliki rambut adalah Alo. Rambut Alo tumbuh di sekitar bagian kepala, tengahnya. Panjang mirip punya Ahora, hanya saja Alo selalu mengepangnya.

“Patizio baru saja memberitahuku tentang rencana untuk membuka saluran irigasi yang baru. Tanaman di Area Selatan dinilai dapat lebih bugar dengan adanya sumber air yang lebih dekat dengan akar-akar mereka,” jelas Alo sembari mencari-cari kertas di salah satu saku baju kerjanya.

Alo tipikal orang yang suka memberi penjelasan dengan gambar. “Jadi ini akan menjadi proyek yang cukup panjang.”

“Verzacasa bakal menjadi sungai yang sangat rumit,” timpal Rhalemug.

“Kita akan mulai dari titik ini,” Alo menunjuk gambar sungai didekat mereka menanam tanaman padi-padian.

“Kemudian kita akan membelokannya sedikit ke Barat supaya tidak mendekati tanaman sedikit air, baru kembali menggali ke Selatan,” jelasnya sembari mencoret-coret kertas penjelasannya.

“Apa kau sudah memiliki gambaran yang lebih baik mengenai proyek ini?”

“Iya!” sahut Rhalemug mengekspresikan kesiapannya.

Alo menambahkan, “Meskipun proyek ini cukup memakan waktu, mungkin beberapa bulan, bukan berarti kita hanya mengerjakan pembukaan irigasi saja. Kita akan tetap mengurus tanaman.”

“Sekitar setengah hari, dari pagi hingga sore, untuk membantu pembibitan dan pemberantasan gulma. Setelah makan siang, kita akan bekerja keras mengubah penampakan tanah dan aliran air. Ada pertanyaan?” Tanya Alo.

“Berapa banyak pekerja yang akan kau kerahkan untuk proyek ini?” Tanya Rhalemug.

“Hanya kita berdua saja Rhalemug. Patizio ingin petani lainnya fokus pada panen yang sebentar lagi akan tiba”

Tanaman banyak yang membutuhkan penanganan khusus menjelang panen, kau tahu itu.

”Alo kini mengeluarkan sapu tangan dari sakunya, dan mengelap keringat yang ada di bagian kepalanya yang pelontos.

“Ngomong-ngomong....”

“Sabtu ini....”

Alo dan Rhalemug berkata dalam waktu yang bersamaan.

“Kau duluan saja,” kata Rhalemug mengalah.

“Sabtu ini aku akan mengunjungi Ahora di area divisinya. Mungkin kau berminat untuk meninggalkan Aracheas untuk sementara waktu dan pergi bersamaku?”

“Tidak, aku sudah ada rencana lain akhir pekan ini,” tolak Rhalemug.

“Ah! kau memang tidak bisa diajak kemana-mana selain ke ladang. Baiklah kalau begitu. Semoga akhir pekanmu menyenangkan.”

Kemudian Alo meninggalkan Rhalemug sebelum ia bisa menjelaskan kemana sebenarnya ia akan berakhir pekan.
*


“Ah aku kesulitan bernafas, udara…aku perlu udara segaaaar” teriakku, hal ini sebenarnya malah membuat oksigen menjadi semakin cepat tergantikan oleh karbondioksida, tapi aku tidak tahan, pengap dan suhu ruangan sempit ini..

Mendadak dinding di area ruangan sempit aku berada ada bagian kecil yang terdorong, seperti butiran-butiran pasir dinding yang lapuk.

“Bernapaslah lewat lubang kecil di dinding yang telah kubuat” ada suara yang dari dinding ruangan lain.
Ruangan lain? Aku tidak tahu bila ternyata ada ruangan lainnya. Kupikir selama ini ruangan kecil pengap ini hanya ada satu ruangan saja, yaitu ruanganku.

Segera saja aku mendekatkan diri ke lubang tersebut, semilir oksigen mengalir deras dihidungku, dan kuhirup dengan kuat.

Setelah napas mulai normal.

Paru-paruku terasa sangat nyaman mendapatkan udara yang segar.

“Terima kasih” ucapku dengan sungguh-sungguh.

“Aku yang terima kasih, namaku Zhemara” ujarnya.

“Aku...”

“Kalau kau enggan mengatakan namamu, tidak apa-apa, aku sudah 7 hari di sini, berapa lama kau di sana?” Zhemara dengan suara jelas.

“Aku… aku tidak ingat… maaf” kataku.

“Ah… pasti peperangan antar dimensi ini membuat kita semua tertekan ya?”
Zhemara mencoba menduganya.

“Perang antar dimensi. Dimension Wars? What the…” Aku tertegun.

“Di mana ini?” Kataku tidak percaya.

 “Ya… Oh ya, aku spesies Elfohn, spesiesmu menyebut kami manusia tanaman” Zhemara menjelaskan.

“Ah… pantas kau memiliki banyak oksigen” kataku.

“Ha ha ha iya, tapi aku juga menghirup karbondioksida darimu, kita akan mampu bertahan lebih lama di sini, saling bersimbiosis, mereka pasti mengira kita sudah mati” jelas Zhemara.

“Kita di mana?” tanyaku.

“Ah kau mungkin trauma? Atau benturan di kepala oleh popor senjata sinar telah membuatmu menjadi lupa”

“Kita di kamp tawanan Kmnek, di Kota Tambdoor, di Planet Thragh, Tata Surya Bamk, Gugusan Galaksi Cvbri, Dimensi Grut” Zhemara menjelaskan dengan lengkap.

“Tenaaaang, masih ada harapan, aku punya rencana untuk melarikan diri dari kamp tawanan sial ini, dan rencana itu melibatkanmu kawan” Ujar Zhemara antusias.

*
bersambung ke edisi berikutnya


Cerbung ini ada di An1magine majalah eMagazine Remaja Volume 1 Nomor 2 April 2016
yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa

Comments

Popular Posts

PARTNERS

Contact Form

Name

Email *

Message *