KOMODO: External Instant Evolution di An1magine Volume 3 Nomor 6 Juni 2018
Bandar udara Komodo, Labuan Bajo, Flores. Seorang gadis cantik turun dari pesawatnya. Gadis tersebut tidak membawa bagasi, cukup dengan tas jinjing. Gadis tersebut bergegas ke arah pintu kedatangan.
Gadis tersebut celingukan melihat-lihat dan mencari sesuatu. Setelah melihat seseorang melambaikan tangan ke arahnya, gadis tersebut segera berlari ke arah sana.
“Papaaaaaa!”. Teriak gadis tersebut sembari memeluk kencang papanya.
“Ha ha ha, Papa senang kau datang, oh ya, kenalkan, dia bernama Rangga”. Prof. Habibie menggunakan kepalanya yang menunjuk ke arah Rangga sembari berganti dari memeluk lalu memegang tangan Anita.
“Rangga,” kata Rangga.
“Oh ternyata akhirnya bertemu juga, Papa sering bercerita tentangmu, dan mengirimkan foto-fotomu via media sosial online”. Mata Anita mengarah ke Rangga. Tangannya melepaskan diri dari tangan ayahnya dan menjabat tangan Rangga. Kemudian mata Anita menatap ke arah gadis yang di sebelah Rangga.
“Pacarmu?” tanya Anita.
“Bu…bukaaan…”. Rangga mengelak,”Dia Mega, teman seperjuangan.”
“Seperjuangan? Apakah negara saat ini dalam keadaan perang? Ha ha ha bercanda, OK mungkin dalam urusan lain,” kata Anita sembari tangannya menjulur ke arah Mega.
“Mega”. Kata Mega sembari tersenyum dan membalas jabatan tangan Anita.
“Anita”. Kemudian Anita mengikuti Prof. Habibie yang mulai berjalan ke suatu arah, menuju area parkiran mobil. Rangga dan Mega mengikutinya.
*
“Nah itu mobil kita”. Prof. Habibie menunjuk ke suatu arah, terlihat mobil warna ungu muda.
“Mobil baru lagi Pa, model terkiniii… Warnanya anak muda bangeeeet!”. Anita berteriak dan mendekati mobil tersebut.
“Ah iya, namun sering digunakan oleh Rangga daripada Papa”. Prof. Habibie sembari melirik ke arah Rangga. Rangga yang dilirik cuma nyengir.
*
Kota Bunian. Kota yang mengambang di langit. Tepatnya di atmosfer di atas Bumi tapi tidak terlihat karena dalam “ghosting mode”.
“Ghosting mode ini sudah ribuan tahun, tidak terlihat, dan juga saat ada yang melintasinya, akan menembus begitu saja tanpa ada halangan, karena frekuensinya berbeda sedikit dari frekuensi di Bumi”. Kumang menjelaskan.
“Ya, tapi di masa lalu, kami atur frekuensinya lagi, karena Tesla mendeteksi beberapa siaran berasal dari kota Bunian ini, untung pendeteksi kemudian berbunyi untuk memperingatkan, kemudian kami atur ulang, kini pengaturan sudah berjalan otomatis,” tambah Keling.
“Kalian adalah tuhan yang menjaga Bumi ini dan manusia yang ada di dalamnya,” kata Ratu Q-Del.
“Ya sama seperti kau menjaga lautan, tepatnya menjaga semua mahluk yang ada di Bumi, tidak hanya manusia”. Kata Kumang.
Kemudian Kumang bergerak ke ruang kendali utama dengan komputer yang terbuat dari kristal, ada juga beberapa komputer mengambang tetapi tetap berada di posisinya seolah terikat oleh sesuatu kekuatan magnet yang kasat mata. Yang lain mengikutinya.
“Nah silakan bertanya, apa yang ingin kalian tanyakan?” Kumang menatap teman-temannya.
“Ah iya, Panglima Kilat ingin mendapatkan informasi tentang organisme renik yang mengevolusikan manusia secara instan di masa lalu, adakah?”. Maung Geulis bertanya pada komputer.
Mendadak muncul seorang wanita cantik yang telanjang di depan mereka. “Aku Hallah, avatar dari komputer di Kota Bunian”. Kata Hallah.
“Mencari data, bila ada akan kami sampaikan”. Kata Hallah.
“Data tidak ditemukan”. Kata Hallah,”Ada pertanyaan lainnya?”
“Eh di masa apakah sebelum era Yunani Kuno, di mana orang-orang sakti atau orang-orang super hidup?” tanya Panglima Burung.
“Ditemukan, ada di masa orang kini menyebutnya masa dinosaurus era precambium, manusia memiliki kekuatan super dengan ragam kekuatan, dan di masa itu Bumi belum memiliki Bulan yang dibawa oleh orang-orang Bunian.” Hallah menampilkan rekaman masa lalu tentang masa dewa-dewa.
“Oh jadi tuhan-tuhan di masa lalu itu ternyata manusia yang terevolusi lebih tinggi,”. Gumam Maung Geulis.
“Bukankah itu sudah jelas?” bisik Ratu Q-Del.
“Mengapa mereka terevolusi lebih cepat?” tanya Maung Geulis.
“Rotasi Bumi, semakin cepat berotasi, waktu lokal di Bumi semakin cepat, evolusi tubuh juga semakin cepat”. Hallah melihat ke arah Maung Geulis.
“Sayangnya mental kalian belum siap dengan evolusi tubuh yang super cepat, hal ini membawa kepada peperangan antar manusia itu sendiri, sebagian menyebutnya peperangan antar dewa”. Jelas Hallah.
“Peperangan antara yang baik dan yang buruk…” Kumang menambahkan.
“Klasik”. Kata Panglima Naga sembari tersenyum.
“Sebenarnya perang karena konflik kepentingan, kita semua sudah tahu, baik dan buruk relatif, yang menang yang menulis sejarah bahwa lawannya adalah buruk, demikian pula sebaliknya.” Keling menambahkan sembari bergerak ke suatu arah.
“Jus Apel,” kata Keling ke suatu alat.
WHOOP
Mendadak satu gelas jus apel sudah muncul di tangannya.
GLUKH.
Diminumnya dengan wajah yang terlihat puas dengan rasanya,”Kalian tahu, beberapa teknologi ini pernah dicuri di masa lalu dan menjadi inspirasi bagi beberapa orang di Bumi dengan menyebutnya teknologi surga, bahkan Kota Bunian ini disebut dengan nama Surga pula”.
“Kami tahu, bahkan kami pernah bentrok beberapa kali dengan penjelajah waktu dari masa depan, salah satunya Timox, dan beberapa android di masa depan yang salah paham dan berencana menghancurkan Kota Bunian, karena kota Bunian memberi inspirasi lahirnya agama-agama dan berpikir tentang adanya surga”. Kata Panglima Naga.
“Kota kami pernah hampir hancur di masa lalu setelah mempersilakan Plato untuk berkunjung ke sini, kemudian menyebut kota Bunian dengan istilah Out Landis, yang kemudian menjadi Atlantis”. Hallah menjelaskan.
“Ya bentrok terjadi beberapa kali dengan para penjelajah waktu, dengan humanoid dari planet lain, dari tata surya lain, dari galaksi lain, bahkan dari frekuensi lain yang berasal dari Bumi ini juga”. Jelas Kumang.
“Tunggu, kalau kalian sudah selama itu, mengapa aku baru tahu di saat Panglima Kilat membawaku ke sini?”
“Tidak masalah, toh beberapa kali Bumi ini juga di-reset,” kata Panglima Naga.
“Di-reset?” Ulang Maung Geulis.
“Ya, dejavu yang kalian alami, beberapa versi timeline sejarah, kami me-reset-nya beberapa kali agar bumi dan sejarah yang buruk menjadi lebih baik.” Jelas Panglima Naga.
“Tunggu-tunggu, berarti kendali waktu Bumi ada tangan kalian? Kalian benar-benar tuhaaaan!”. Maung Geulis melihat ke arah teman-temannya tidak percaya.
“Aku tidak percaya, selama ini kupikir teknologi kalian tidak sejauh ini, kupikir teknologi kalian hanya lebih canggih saja, teknologi tercanggih di Bumi di masa kini”. Mata Maung Geulis membelalak tidak percaya.
“Tepatnya tercanggih sepanjang masa selama di Bumi, teknologi kami jauh melebih teknologi yang terhebat pun dari penjelajah waktu dari masa depan Bumi.
“Tunggu, bagaimana kalau Kota Bunian hancur, apakah kalian masih bisa me-reset waktu?” tanya Maung Geulis antusias.
“Masih ada pe-reset tingkat tata surya, kalau Kota Bunian hancur, berarti Bumi dan atau salah satu planet di tata surya ini hancur, maka pe-reset tingkat tata surya akan di-on-kan. Masih ada di atas kami yang mengawasinya…”
“Kalau tata surya hancur, masih ada tingkat yang lebih tinggi, cluster tata surya, bila cluster tata surya hancur, masih ada tingkatan galaksi, cluster galaksi, demikian seterusnya.” Jelas Keling.
“Bagaimana kalau tingkat jagat raya hancur?” tanya Maung Geulis.
“Jagat raya yang mana? Ini semua hanya frekuensi, ruang dalam ruang, tidak terbatas, kami bahkan sampai pada teknologi pe-reset frekuensi.” jelas Kumang.
“Luar biasa, berarti menangani masalah di Bumi saat ini kecil sekali buat kalian, kenapa tidak kalian lakukan?” tanya Maung Geulis.
“Kami masih di bawah pengawasan atasan kami, tentu saja tubuh sebagai wadah ini juga punya batasan, kami saat ini hanya bertugas mengawasi mahluk berbentuk fisik seperti kalian juga, jadi penyelesaiannya juga seputar kemampuan tubuh kami,” jelas Keling.
“Kau tidak menjawabnya, kalian bisa mengatasi semua masalah di Bumi dan kalian diam saja!” teriak Maung Geulis.
“Bukankah kami berada di depanmu untuk mengatasinya?” Kumang melihat tajam ke arah Maung Geulis.
“Untuk masalah lain, kami tidak seperti para peri atau orang lain menyebutnya jin yang mengabulkan semua permintaan dan membuat manusia malas bukan?” Jelas Keling.
“Kau memanggilku?” mendadak seorang peri atau jin muncul.
“Tidak Zhorban, kami tidak memanggilmu, kembali lagi ke dunia miniaturmu di botol yang ada perkampungan jamurnya!” Kumang berkata pada peri yang muncul tersebut.
WHOOP
Peri tersebut menghilang, teleport kembali ke perkampungannya.
“Eh… kurasa kalian benar,” Maung Geulis menunduk,”Maafkan aku.”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan, kau melihat kami seperti kami adalah tuhan… kami bukan tuhan, kami hanya humanoid yang terevolusi lebih tinggi terlebih dulu saja dari lainnya,” jelas Kumang. Sembari mendekat dan memeluk Maung Geulis.
“Ya evolusi tubuh kalian diimbangi dengan kebijaksanaan yang tinggi, aku lahir di Bumi dari keturunan Prabu Siliwangi, dari Planet Xhat spesies Felixiacathus siap melindungi Bumi dari kehancuran!” kata Maung Geulis.
“Sudah terbukti, dan kini kau akan membantu kami lagi,” kata Keling.
“Kapan manusia pertama kali muncul?” tanya Panglima Naga.
“Jauh di era sebelum Kapten Adamusha muncul, di masa para reptil,” jelas Hallah.
“Wuow Bumi ternyata pernah dimiliki oleh spesies lainnya,”. Maung Geulis kagum.
“Tepatnya bukan dimiliki, Bumi bukan milik siapa pun, tapi di era reptil yang cerdas di masa lalu”. Hallah menjelaskan.
“Tidak ada catatan, manusia siapa yang mendahului Kapten Adamusha tersebut,” tambah Hallah.
“Berarti masa-masa manusia terevolusi lebih tinggi setelah kapten Adamusha muncul di sana?” tanya Maung Geulis.
“Tergantung versi timeline yang mana”. Jelas Hallah.
“Ada satu versi timeline, di mana Kapten Adamusha tidak pernah muncul, tetapi keturunan manusia yang mendarat di Bumi sebelum Kapten Adamusha kemudian terevolusi lebih tinggi, menghancurkan spesies reptil, dan menjadi dewa-dewa baru yang kemudian menjadi inspirasi orang-orang zaman di Yunani kuno.” Jelas Hallah.
“Kapan kalian membuat bulan dan mengerem laju rotasinya Bumi?” tanya Maung Geulis.
“Timeline setelah masa peperangan antar dewa yang menginspirasi orang Yunani kuno berakhir,” jelas Hallah.
“Apakah ada dewa yang tersisa di masa ini?” tanya Maung Geulis.
“Ada,” jawab Hallah.
“Siapa?” tanya Maung Geulis.
”Zeus, Kau mengenalnya sebagai Panglima Kilat!” jawab Hallah,
“APA?”. Mata Maung Geulis membelalak tidak percaya.
*
Kalimantan Barat. Rumah Genruo.
“Lihat, Timox beneran muncul, lihat-lihat berita viral di sosial media ini!” Teriak Bintang yang membawa tablet komputer milik Genruo.
“Hmm…”. Genruo berdehem dan tersenyum.
“Ayo kita ke sana”. Ajak Bintang bergegas dan mengambil jaket.
“Menggunakan apa?” tanya Genruo.
“Teleport, kau kan bisa teleport!” jawab Bintang.
“Dengar Bintang, aku kehilangan kekuatan teleport-ku sejak ter-teleport ke sini menggunakan mesin teleport yang kita gunakan terakhir kali”. Mata Genruo menatap ke arah Bintang.
“Oh…maaf Genruo…” wajah Bintang mendadak sedih.
“...eh bisakah terjadi? Bukankah itu kekuatan alamimu?”. Bintang mendekat ke arah Genruo, melihat penuh selidik.
“Entahlah… aku berpikir sama seperti kaki atau tangan manusia, bisa menjadi cacat dan tidak berfungsi…” jelas Genruo.
“Lalu di mana mesin teleport-nya?” tanya Bintang.
“Oh, aku pikir kau yang memegangnya?” jawab Genruo.
“Sial, berarti terlempar ke mana tuh mesin teleport, pantas kita terpisah lumayan jauh rentang waktunya, saat ter-teleport di masa ini?” Bintang bergumam.
“Jangan kuatir, aku punya dua sepeda motor jet drone, bisa terbang, anggap aja berkelana menggunakan motor, bukan di jalanan, tapi di udara!” usul Genruo.
“Sepeda motor jet drone, sepertinya menarik!” jawab Bintang gembira.
*
“Dua gedung tinggi milik perusahaan Xi-Clop hancur, hampir rata dengan tanah hanya dalam hitungan menit, pelakukanya manusia super yang diidentifikasi sama seperti perusak pesawat terbang Elang Air, yang dimiliki oleh perusahaan yang sama…”
“Sepertinya sudah terlihat salah satu motifnya sudah terbaca, entah balas dendam entah persaingan bisnis…” kata pembaca berita breaking news dari Channel 6 menganalisis.
“Kita terlambat untuk mengantisipasi kejadian tersebut,” kata Maung Bodas dari melihat TV lalu melihat ke Timox dan Karbin.
“Kita memerlukan satu tim lagi yang mampu melihat ragam potensi kejadian di masa depan dengan cara men-sensing atau sejenisnya,” kata Maung Bodas. Sembari menoleh ke arah Karbin dan Timox.
“Selamat datang di tim spesial Presiden Selo Adimulyo, Adiyus, kekuatanmu memberi kami harapan lain, membuat kami lebih tenang”. Mata Maung Bodas menatap Adiyus.
“Apakah kau seorang mutan, penjelajah waktu, atau dari planet lainnya?” tanya Maung Bodas ke Adiyus.
“Mungkin mutan Pak… entahlah, baru aktif setelah saya dewasa,” jawab Adiyus.
Maung Bodas tersenyum. “Baiklah, ada solusi tentang satu tim lagi yang mampu mengkalkulasi dan atau men-sensing kejadian di masa depan?” tanya Maung Bodas lagi.
“Aku memiliki kemampuan menjelajah waktu, tetapi waktu adalah paradoks, pertentangan, apa yang dilakukan di masa ini akan mengubah masa depan, tetapi masa depan juga sebenarnya dapat memengaruhi masa lalu dengan perjalanan waktu ke masa lalu,” jawab Timox.
“Apakah kau bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan Timox?” tanya Maung Bodas menegaskan.
“Tidak, aku hanya bisa melihat hasilnya saja di masa depan, tetapi bisa saja berubah hasilnya, masa depan menjadi tidak tentu, tergantung keputusan dan langkah yang dilakukan di masa ini atau masa lalu”. Timox menjelaskan.
“Hmm… berarti apa yang terjadi di masa depan belum tentu akan dilakukan di masa ini, karena masa depan terus berubah sesuai dengan apa yang dilakukan di masa ini,” kata Maung Bodas sembari berkernyit.
“Benar sekali,” jawab Timox.
“Saran?” Maung Bodas melihat ke Timox dan lainnya.
“Tidak ada Pak, benar kata Bapak, diperlukan orang yang mampu mengalkulasi dan atau men-sensing apa yang akan dilakukan oleh seseorang di masa ini,” Timox memantapkan.
“Ada satu solusi, tidak harus seseorang yang mampu men-sensing apa yang akan dilakukan oleh orang lain, tetapi seseorang yang mampu membaca pikiran,” usul Adiyus.
“Seseorang yang mampu membaca pikiran?” Karbin mengulangi.
“Aku pernah bertemu dengan orang yang memiliki kemampuan itu,” jawab Karbin.
“Bagus, masukkan dia ke dalam tim ini Karbin,” perintah Maung Bodas.
“Baik Jenderal, siap, laksanakan!” jawab Karbin.
*
“Oh begitu ya, kabar yang belum ada solusinya, tapi kini kita lebih mengenal lebih jauh siapa Presiden Selo Adimulyo, sebenarnya, OK Maung Geulis, tetap cari solusinya ya!” kata Maung Bodas.
“OK, aku perlu dua polisi super yang memiliki kekuatan apa pun untuk menemaniku,” pinta Maung Bodas.
“Baik Pak Jenderal, akan kami kontak segera,” jawab seorang staf yang ada di sana.
*
Papua Barat, Kantor polisi dekat Freeport Papua.
“Kapten Made, tim kepolisian perlu bantuan polisi super di Freeport,” seorang staf komunikasi menyampaikan.
“Baik, kalian dengar, Halilintar, Vina, segera ke sana!” perintah Kapten Made.
“Baik Kapten!” Jawab keduanya. Vina memegang pundak Halilintar . Dalam satu kedipan. Halilintar dan Vina sudah tidak berada di ruangan itu lagi.
*
Seorang wanita tengah memasukkan lantakan emas dengan santai ke karung, di belakangnya ratusan peluru menghujaninya dan tidak ada satu peluru pun yang mampu melukai tubuhnya, semuanya seperti diredam oleh perisai plasma yang muncul di sekitar tubuhnya.
“Hentikan!” Teriak Halilintar yang sudah muncul di area tersebut.
Tembakan ikut terhenti, si wanita kemudian menghentikan memasukkan lantakan emas di karung kedua. Wanita tersebut bukan berhenti karena teriakan Halilintar, tetapi karena karungnya penuh.
Diangkatnya dua karung hitam yang sudah penuh tersebut dan dibawanya dengan tangan satu di sebelah kanan dengan santainya, seolah bukan beban berat.
Wajah wanita tersebut menggunakan helm penuh berwarna hitam, sewarna dengan jaket, dan celana kulit ketatnya.
Dengan santai wanita tersebut berjalan ke arah galon air minum yang disediakan di sana, kemudian mengambil gelas plastik, menuangkan air dengan menekan tombol wadah air galon, membuka helmnya sedikit.
GLUKH
GLUKH
GLUKH
Air di gelas yang dipegangnya diminum habis, kemudian tangannya menuangkan lagi air berikutnya.
“Hentikan!” kata Halilintar lagi.
“Hentikan apa?” tanya wanita itu sembari mengangkat helmnya dan minum air gelas keduanya.
Setelah selesai minum,”Hentikan minum?” tanyanya sinis.
“Hentikan perampokan ini!” Teriak Halilintar.
“Oh ini namanya perampokan ya? Bagaimana jawabmu bila Freeport perusahaan dari Amerika Serikat ini telah merampok kekayaan rakyat di Papua Barat selama lebih dari 50 tahun, gunung emas yang tinggi kini hanya berupa cekungan…”
“... kau lihat, apakah rakyat di sekitar Papua Barat, Freeport ini sejahtera?” tanya wanita tersebut, kemudian membuka helmnya.
Terlihat kulit wajahnya berkulit gelap yang eksotik, ciri khas kulit wanita dari Papua Barat, rambutnya keriting kecil yang indah, bermata besar. Tetapi bagian hidung dan mulut tertutup saputangan warna merah.
“Lalu mengapa pemerintah diam saja saat kekayaan yang seharusnya untuk negara malah dirampok Amerika Serikat?” tanyanya lagi.
“Dan kau menuduhku merampok? Kau tahu apa yang kulakukan terhadap emas-emas lantakan ini?”. Wanita itu menatap tajam wajah Halilintar.
“Untuk mengobati orang-orang sakit karena zat kimia yang meracuni area sekitar pertambangan, dan mengasuh anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena racun keparat dari pertambangan ini!” mendadak wanita tersebut menjadi beringas, mengambil galon air yang di dekatnya dan dilemparkan ke arah para sekuriti Freeport yang ada di sana.
BUGH
Seorang terkena lemparan tersebut, dan langsung terkapar. Teman lainnya segera mendekat dan melihat apakah dia masih hidup.
Halilintar melihat ke orang yang mengecek. Orang tersebut menggeleng-gelengkan kepala, lalu orang itu menundukkan wajahnya terlihat sedih.
“Memperjuangkan? Kau baru saja mengambil nyawa orang lain dengan mudahnya atas nama keadilan? Cara berpikir macam apa itu?” Teriak Halilintar sekaligus bertanya.
“Macam apa? Ya macam itu, sudah kubilang, telah banyak nyawa dan kekayaan Papua Barat dirampok oleh Freeport dari Amerika Serikat, tidak sebanding dengan kematian satu atau dua cecunguk seperti kalian yang tidak tahu perkara besarnya, kalian hanya boneka” kata wanita tersebut.
Dengan gerak cepat, wanita itu sudah berada di depan Halilintar.
“BO… NE… KA…!”. Dikatakannya tepat di depan wajah Halilintar.
ZRRRRRRRRT
ZDAAAAAAAAAAAAR
Kekuatan listrik seperti petir mengalir dengan hentakan sangat kuat dari tangan Halilintar mengenai wanita tersebut yang dipastikan tidak dapat menghindar karena jaraknya sudah demikian dekat.
Wanita tersebut terlempar dan helmya terlempar jauh. Wanita tersebut menggelepar beberapa saat, kemudian terdiam, tak berapa lama bangkit lagi dari lantai, mendengus, kemudian dengan cepat menyambar dua karung berisi lantakan emas dan terbang menembus dinding.
BRAAAAAAL
Vina melihat hal tersebut teleport sekedipan mata berada di depan wanita tersebut, tetapi dengan satu kibasan yang mengenai pundak, Vina terhempas ke lantai kesakitan.
BRUUUUUGKH
“Vina!” teriak Halilintar. Halilintar kemudian berlari ke arah Vina. Mata Vina melihat Wanita itu terbang dengan sangat cepat meloloskan diri.
“Hei, kau tak apa-apa?” tanya Halilintar.
“Ya hanya luka ringan”. Vina menjawab dan berusaha duduk di lantai.
“Lain kali jangan lakukan ya, kau sepertinya tidak memiliki kemampuan kebal dan bertubuh baja atau sejenisnya,” jelas Halilintar.
“Iya, lain kali aku akan lebih hati-hati,” jawab Vina.
*
Istana Negara, Jakarta.
“Keputusan presiden terbaru,” kata Selo Adimulyo.
“Pencarian barang-barang yang telah dicuri dan atau dirampok yang terjadi pada rakyat, beserta pencarian pelaku pencurian dan atau perampokan dibiayai negara, diambil dari pajak, jelas?!”. Selo melihat kepada para bawahannya.
“Jelas!” jawab mereka bebarengan.
“Bagus, aku rasa inputan dari Kapolri Nurzaman telah diakomodasi,” kata Selo Adimulyo.
“Eeh…Pak Presiden, mengenai Freeport Papua Barat, bagaimana?” tanya seseorang.
“Katakan padaku apa yang sesungguhnya terjadi di sana?” tanya Selo Adimulyo balik bertanya.
“Eh uh begini Pak Presiden….,” orang itu melanjutkan.
*
Tangerang, Banten. Maung Bodas bersama timnya sedang mengincar suatu tempat.
“Dia keluar area, tangkap!” teriak seseorang.
“Tunggu, tunggu!” kata Maung Bodas. Tetapi sebagian tim sudah bergerak mengejar orang yang dimaksud.
“Sudah tertangkap Pak!” kata orang tersebut yang memulai pengejaran.
“OK siapa namamu?” tanya Maung Bodas.
“Orang tersebut diam saja.
BUKH
Satu pukulan mengenai perut orang tersebut.
“UGGH,” orang tersebut kesakitan sembari memegang perutnya dengan kedua tangan dengan merunduk.
“Hei…Apa yang kau lakukan?” tanya Maung Bodas kepada orang yang memulai pengejaran.
“Kar…Karman Pak,” jawab orang tersebut.
“Baiklah Karman, kau boleh pergi dari sini,” kata Maung Bodas. Orang tersebut segera pergi dengan terhuyung-huyung.
“Kau, namamu siapa?” tanya Maung Bodas kepada orang dalam timnya yang memulai pengejaran dan memukul Karman.
“David Pak Jenderal!” jawabnya.
“OK David, aku tidak tahu apa masalahmu, tapi hentikan melakukan sesuatu sebelum aku perintahkan OK!” bentak Maung Bodas.
“Siap, Jenderal!” jawab David.
“OK, kalau dia orang yang kita cari, kau sudah celaka, karena orang yang kita cari memiliki kekuatan super, jangan berbuat bodoh, atau kau akan mati sia-sia!” lanjut Maung Bodas.
“Siap, Jenderal!”
“Jangan memukul orang lagi tanpa diperintah!” bentak Maung Bodas.
“Siap, Jenderal!”
*
“Ah rumah masa kecil, ada perubahan di area sana, sepertinya lab ayah tidak lagi di basement,” kata Anita.
“Ya benar, ruanganmu masih ada, pernah ditempati Rangga, tetapi sejak renovasi, Rangga sudah memiliki kamar sendiri,” jelas Prof.Habibie.
“Jadi Rangga tinggal di sini, wuaah, bagaimana dengan Mega?” tanya Anita.
“Dia di ruangan lain, di sebelah pojok sana, agak belakang…” Prof. Habibie menunjuk satu arah.
“Tidak kukira, Ayah mengangkat dua anak sekaligus ha ha ha…” Anita bercanda. Sembari melihat ke arah Rangga dan Mega.
Rangga dan Mega nyengir.
“Oh ya Mama di mana?” Anita celingukan.
“Seperti biasa…” jawab Prof. Habibie
“Arisan,” Rangga, Mega, Anita, dan Prof. Habibie menjawab bersamaan. Mereka semua tertawa.
*
Di kantor Mala.
“Bu Direktur, ada Rangga dan temannya”. Kata staf Mala.
“Ya dipersilakan masuk saja,” jawab Mala.
Tak lama kemudian Rangga dan Mega duduk di ruang tamu di kantor Mala.
“Hei siapa dia, kenalkan,” kata Mala saat melihat Mega. Sembari mendekat ke arah Rangga.
SYUUTH
Tubuh Mala mendadak lemas dan pingsan saat menyentuh Rangga.
Kemudian Mega berubah wujud menjadi Mala. Mala yang pingsan karena sentuhan tadi mendadak tubuhnya mengecil, kemudian diletakkan dalam saku oleh Rangga.
*
“Aku harap dia tidak pindah, sudah tidak ada kontak selama 15 tahun,” Karbin menjelaskan kepada Timox dan Adiyus.
Tok
Tok
Tok
Karbin mengetuk pintu suatu rumah, rumah mungil dengan gaya minimalist dan banyak kaca.
“Ya sebentar,” jawab seseorang di dalam.
Kemudian seseorang tersebut bergerak, lalu terlihat di kaca pintu yang tembus pandang, dan membuka pintu tersebut.
“Ya?” tanyanya.
“Saya Karbin, apakah Ambar masih tinggal di sini?” jawab Karbin sembari bertanya balik.
“Ambar?” teriak seseorang di dalam. Kemudian ada suara berlari ke arah pintu.
“Kau mencari ibuku?” tanya gadis usia 14an tahun.
“Iya, Ambar. Ibumu?”. Karbin berkernyit.
“Iya, ibuku, telah meninggal 15 tahun yang lalu, saat melahirkanku,” jawabnya.
“Oh maafkan saya,” kata Karbin.
“Baiklah, kami berpamitan, maaf mengganggu kalian,” jelas Karbin.
“Tidak masalah, apakah ada yang bisa kami bantu?” tanya wanita tersebut.
“Maaf tidak ada,” kata Karbin. Kemudian dia berbalik arah di ikuti oleh Timox dan Adiyus.
“Yaaah sia-sia ke sini,” kata Karbin di pikirannnya.
“Kenapa sia-sia?” tanya gadis itu sembari tetap memegang pintu.
Karbin menoleh. “Kau, kau bisa membaca pikiranku?” tanya Karbin. Wajah Karbin terlihat gembira.
Gadis itu mengangguk sembari tersenyum padanya.
*
“Empat belas tahun, dia belum boleh kita libatkan dalam masalah ini”. Maung Bodas tampak keberatan.
“Tapi bantuan dia kita perlukan,’ jawab Karbin.
“Aku tahu, tapi ini melanggar aturan hukum, kita penegak hukum bukan?” Maung Bodas balik bertanya.
“Saya tidak harus hadir di sana bukan?” celetuk gadis 14an tahun tersebut, mendadak muncul di ruangan tersebut.
“Maaf, pikiran kalian seperti siaran radio yang jelas terdengar,” jelas gadis tersebut.
“Baiklah, silakan masuk Diana,” kata Maung Bodas.
“Kurasa usul Diana ada benarnya, dia tidak harus terlibat secara langsung,” kata Maung.
“Bagaimana bisa membaca pikiran dari jarak jauh, Ambar tidak memiliki kekuatan sehebat itu?” jelas Karbin.
“Oh… aku pikir kekuatan ibuku sama sepertiku, aku mampu membaca pikiran orang lain dalam radius sejuta kilometer,” Diana menjelaskan.
“Wooow, kau luar biasa Diana!” teriak Karbin.
“Ah aku rasa masalah kita tersolusikan,” kata Karbin.
“Baiklah, selamat datang dalam tim spesial di bawah komando Presiden Selo Adimulyo, Diana.” Tangan Maung Bodas menjabat tangan Diana.
Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 3 Nomor 6 Juni 2018 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa
“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”
AN1MAGINE BY AN1MAGE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening
website an1mage.net www.an1mage.org
Comments
Post a Comment