Roro Jonggrang di An1magine Volume 2 Nomor 11 November 2017
PRAMBANAN: Akhir Zaman
M.S. Gumelar
“Begini, paling tidak kau memerlukan minimal dua prajurit metal, sini aku jelaskan cara memprogramnya,” ucap Bhorghat.
“Pertama prajurit metal ini di set dalam bahasa raksasa, kini aku set ke bahasa Jawa, adanya di sini, lihat,” jelas Bhorghat sembari menunjukkan letaknya kepada Bandung.
“Nah kini kau ulangi apa yang aku jelaskan,” ucap Bhorghat.
Dengan segera Bandung melakukannya dan berhasil.
“Wuah kau cerdas,” puji Bhorghat.
“Lalu sekarang memprogram dengan suara, prajurit metal tuanmu yang baru adalah Bandung, ikuti semua perintahnya,” ucap Bhorghat.
“Baik, mengenali wajah dan DNA tuan yang baru, Bandung!” ucap prajurit metal tersebut.
“Nah, kini kau sudah menjadi tuannya, coba perintah dia,” Bhorghat menyarankan kepada Bandung.
“Prajurit metal, jalan ke kanan, laksanakan!” perintah Bandung.
Lalu prajurit metal tersebut segera bergerak ke kanan dan terus bergerak sehingga menabrak dinding lalu berhenti.
“Nah, kau lihat mereka juga cerdas, bila bergerak ke kanan dan membentur sesuatu, mereka akan dengan cerdas berhenti dan menunggu perintah selanjutnya darimu, kini program satu prajurit metal lagi,” ucap Bhorghat.
Lalu Bandung menuju prajurit metal lain yang tadi telah diubah perintahnya ke bahasa Jawa, ”Prajurit metal aku Bandung adalah tuanmu yang baru.”
“Baik, mengenali wajah dan DNA tuan yang baru, Bandung!” ucap prajurit metal tersebut.
“Wah bagus kau pintar,” puji Bhorghat.
“Di ruangan ini ada seratus prajurit metal, mereka hanya untuk jaga-jaga saja dan tidak digunakan lagi, sebab kami mempunyai asisten metal lain yang sudah cukup untuk menjaga kebersihan, merapikan tempat kami, dan menjadi tukang masak kami, sehingga kami fokus pada penelitian kami, tidak disibukkan dengan mencari makan,” ucap Bhorghat.
“Hebat, walaupun aku tidak mengerti apa yang kau katakan,” kata Bandung.
“Ha ha ha baiklah, tidak masalah bila kau tidak mengerti, ayo ke ruangan lainnya,” kata Bhorghat.
“Baik, Ayo!” Bandung tampak gembira.
Bandung mengikuti Bhorghat, namun tak berapa lama.
“Eh maaf Bhorghat, di mana letak toiletnya?” tanya Bandung.
“Oh eh… di arah sana, area yang telah kita lewati, mari kuantar,” Bhorghat menawarkan bantuan.
“Eh terima kasih tidak usah, biar aku sendiri saja,” Bandung menolaknya.
“Baiklah, aku tunggu di sini ya,” kata Bhorghat.
“Baiklah, aku segera kembali,” jawab Bandung lalu berlarian kecil ke arah di mana dia datang sebelumnya.
Ternyata Bandung tidak ke toilet, segera saja dia ke ruangan para prajurit metal berada.
“Prajurit metal, ubah prajurit metal sisanya ke bahasa Jawa lalu jadikan aku tuannya, dan setelah itu perintahkan mereka melakukan hal yang sama kepada prajurit metal sisanya, setelah itu segera kalian menunggu perintahku selanjutnya, laksanakan!” perintah Bandung.
“Baik, Tuan Bandung, laksanakan,” jawab dua prajurit metal tersebut.
“Bagus, aku tinggal dulu!” lalu dengan segera Bandung meninggalkan tempat tersebut.
“Maaf agak lama,” kata Bandung kepada Bhorghat.
“Tidak masalah, ayo aku tunjukkan baju tempur G-totKc,” ucap Bhorghat.
“Ini dia G-totKc!” ucap Bhorghat dengan bangga.
“Apa hebatnya baju tempur ini?” tanya Bandung penasaran.
“Ini adalah baju tempur cerdas model terakhir dengan nama G-TotKc, armor ini menyesuaikan bentuk tubuh pemakainya dan membuat seseorang menjadi sangat kuat dan cepat, bergerak melebihi kami, tidak itu saja, ada beberapa fungsi senjata yang mematikan di dalamnya, baju tempur ini setara kekuatannya dengan seribu prajurit metal,” Bhorghat menghela napas.
“Wuaaaah bagus sekali, bagaimana cara kerjanya?” tanya Bandung.
“Tinggal digunakan saja dan tinggal diperintah dengan suara saja, sangat mudah, baju tempur ini bisa mengenali bahasa Raksasa dan Jawa,” ucap Bhorghat.
“Baiklah, ayo kita kembali lagi ke ruang prajurit metal, kita akan bawa dua prajurit metal yang telah kita program tadi,” ucap Bhorghat.
Bandung diam saja, tetapi dengan isyarat tangannya dia mempersilakan Bhorghat berjalan memimpin arah mereka. Kemudian mereka segera balik ke ruangan tempat para prajurit metal tersebut berada.
“Nah tuh dua prajurit metal kita sudah siap!” kata Bhorghat.
Bandung tercenung. Sepertinya ada yang salah, ataukah program yang dia lakukan gagal, ”Eh Bhorghat, bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“Ah tentu saja, silakan!” jawab Bhorghat.
“Apakah saya bisa memprogram satu prajurit metal lalu menyuruh prajurit metal lainnya untuk aku menjadi tuannya misalnya seperti itu, bisakah?” tanya Bandung.
“Tentu saja bisa, hei itu yang kami lakukan untuk mempercepat waktu, kau bisa menebaknya ya, kau memang cerdas,” puji Bhorghat.
“Begitu ya, bolehkah aku melakukannya,” tanya Bandung.
“Boleh, sepertinya kau boleh menambah satu prajurit metal lagi bila kau ragu-ragu dua tidak cukup, silakan,” kata Bhorghat.
“Prajurit metal, ubah prajurit metal sampingmu ke bahasa Jawa lalu jadikan aku tuannya, laksanakan” perintah Bandung.
“Baik, Tuan Bandung,” jawab prajurit metal tersebut dan segera melakukannya seperti yang diperintahkan.
“Sudah selesai tuan,” jawab prajurit metal tadi lalu berhenti.
“Baiklah, semua prajurit metal yang menjadikan aku Bandung sebagai tuan, ikut aku!” perintah Bandung.
Bandung keluar ruangan, tetapi yang ikut cuma tiga prajurit metal saja. Bandung kebingungan.
“Apakah ada yang salah Bandung?” tanya Bhorghat.
“Tidak, eh entahlah,” Bandung tercenung.
“Bolehkah aku melihat Baju tempur G-totKc lagi?’ tanya Bandung.
“Tentu saja boleh, kau pasti terpesona ya, memang itu adalah hasil karya seni perang kami yang paling akhir, sangat hebat!” Bhorghat terlihat ceria.
Segera saja tanpa diminta lagi Bandung segera bergegas ke tempat tersebut diikuti oleh tiga prajurit metal dan Bhorghat.
“Loh ke mana baju tempur tadi?” tanya Bandung.
“Loh iya, hilang ke mana? Wah bahaya!” ucap Bhorghat lalu membunyikan alarm.
UUUUUUUING!
UUUUUUUING!
UUUUUUUING!
UUUUUUUING!
UUUUUUUING!
Alarm berbunyi dengan kencang lalu beberapa raksasa berdatangan ke tempat tersebut.
Kemudian Bhorghat menceritakan apa yang terjadi. Mereka bergegas mencari Baju tempur tersebut.
Mendadak di depan mereka muncul makhluk berbentuk manusia mengambang di udara.
Seluruh tubuhnya gemerlapan terkena sinar seperti berlian sehingga wajahnya sulit untuk dikenali.
“Baju tempur kalian ada padaku, sangat berbahaya, akan ku hancurkan di depan kalian!” ucap makhluk tersebut.
CRACKH CRAAAAAASSH!
Baju tempur tadi langsung hancur di tangannya. Kemudian makhluk tersebut mendadak hilang.
“Siaaaal!” teriak para raksasa.
“Zhaaartaaaaaan!” teriak Vhendaaar.
“Saya di sini,” jawab Zhartan.
“Kenapa makhluk tadi bisa masuk perisai pertahanan kita yang tidak tampak?” tanya Vhendaar.
“Sepertinya dia mempunyai teknologi yang mampu mengelabui sistem pertahanan kita,” jawab Zhartan.
“Mungkinkah ada makhluk dari planet lain yang sudah masuk ke area kita?” tanya Vhendaar.
“Setahuku mereka sudah memiliki perjanjian dengan kita, ada lima species makhluk di bumi ini dari galaksi dan planet lainnya, salah satunya adalah species burung yang pernah menjadi rival kita di masa lalu, tetapi mereka juga tidak akan melakukan hal itu,” jelas Zhartan.
“Hmm siapa kalau begitu, cari tahu, laksanakan!” perintah Vhendaar.
“Baik, laksanakan!” ucap mereka semua, lalu bubar dan melanjutkan tugasnya masing-masing.
Bandung dan Bhorghat bengong dengan hal tersebut.
“Bhorghat, makhluk apa tadi? Terbuat dari berlian? Pasti bila tertangkap akan sangat mahal,” ucap Bandung.
“Ha ha ha berlian tidak berguna bagi kami, kami sudah terlepas dari hal-hal seperti itu,” jawab Bhorghat.
“Ha ha ha untung aku masih menjadi manusia, jadi menghargai benar hal-hal seperti itu” ucap Bandung.
“Ayo aku antar kau ke luar area sini,” ujar Bhorghat.
Bandung mengikuti Bhorghat ke luar area tersebut, ”Nah di sini kau bisa melompat ke luar istana, tidak akan ada yang tahu, sebab dinding ini paling tinggi dan di sebelahnya langsung dekat hutan, sangat jarang orang lewat di sana, apalagi sekarang sudah lebih dari tengah malam,” kata Bhorghat.
“Bagaimana aku bisa melompat setinggi itu?” tanya Bandung.
“Kau akan di gendong oleh salah satu prajurit metal, mereka akan membawamu ke sana, tinggal kau perintah saja,” jawab Bhorghat.
“Baiklah,” lalu Bandung naik ke salah satu punggung prajurit metal.
“Lompat dinding ini dan bawa aku keluar dari istana ini, prajurit sisanya ikuti aku, laksanakan!” perintah Bandung.
“Siap, laksanakan!” lalu ketiga prajurit metal tersebut melompat melintasi dinding istana yang sangat tinggi tersebut yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh manusia.
JLEGH!
JLEGH!
JLEGH!
Mereka sudah sampai di luar istana.
“Baiklah, sekarang ikuti perintahku, bawa aku ke tempatku dan ikuti arah yang kuberikan untuk sampai ke sana, laksanakan!” perintah Bandung.
“Baik, laksanakan!” jawab mereka.
“Bagus, lari lurus lalu sampai di sana belok, hindari pohon dan batu, cari jalan yang paling aman,” perintah Bandung.
Lalu prajurit metal bergerak ke arah sesuai dengan yang diperintahkan oleh Bandung, salah satunya menggendong Bandung.
Pada saat Bandung melihat suatu tempat terpencil, dia lalu berkata,”Ya berhenti di sini.”
“Apa yang kau lakukan Bondowoso?” tanya Roro Jonggrang.
“Kau lihat sendiri, kalau tidak kuhancurkan baju tempur milik raksasa itu, aku yakin Bandung akan menggunakannya, aku melihat gelagat yang tidak beres dengan sikap Bandung,” ucap Bondowoso kepada Roro Jonggrang.
“Iya, aku tahu, aku mendengarnya sendiri saat dia mendapatkan ulekan ajaib dan berhasil menggunakannya, aku melihat perubahan sikapnya, menjadi buruk,” Roro membenarkan.
“Memang, kita akan tahu sikap seseorang yang sesungguhnya saat kita memberikan kekuasaan dan kekuatan kepada orang tersebut, dan aku sudah melihatnya di Bandung dan aku tidak mau membiarkan hal buruk terjadi,” jelas Bondowoso.
Mendadak di depan mereka entah muncul dari mana, seperti kerlap-kerlip kunang-kunang berwarna kebiruan muncul di depan mereka dan mendadak ada tiga makhluk muncul di depan mereka secara ajaib dari tampak samar-samar dan kerlap-kerlip kunangnya segera menghilang setelah mereka tampak dengan jelas.
“Azrael!” mereka menyapa.
“Ya saya,” jawab Azrael.
“Kau sudah tahu kami adalah polisi waktu, terima kasih telah memperbaiki sejarahnya menjadi normal lagi,” puji mereka bertiga secara bersamaan.
“Benarkah? Sepertinya aku tidak melakukan apa pun,” jawab Bondowoso.
“Kau sudah melakukannya dengan memilih waktu yang tepat untuk kembali ke sini. Baiklah, kami tinggalkan kalian ya,” jawab ketiganya.
Lalu muncul lagi sinar seperti kerlap-kerlip kunang-kunang berwarna kebiruan muncul melingkupi mereka dan tiga alien tersebut tampak samar-samar dan kerlap-kerlip kunangnya kemudian mereka menghilang.
“Wuoh jadi mereka adalah sungguhan, bukan mimpi? Kupikir dulu itu mimpi ternyata bukan ha ha ha,” ucap Roro Jonggrang.
“Yah begitulah,” kata Bondowoso sembari tersenyum kepada Roro.
“Hei… kita kembali ke markas sementara kita, Bandung kemungkinan ke sana lagi,” Bondowoso mengingatkan.
“Aku setuju, dan dia membawa tiga prajurit metal ke markas kita, siapa tahu dia akan berbuat buruk, ada baiknya kita kesana segera,” usul Roro.
“Ide yang bagus, ayo!” lalu Bondowoso memegang pinggang Roro dan melesat terbang.
*
“Roro kau telah kembali, mana Bondowoso?” tanya Pikatan.
“Eh… sepertinya dia akan segera menyusul, apakah Bandung kembali ke sini?” tanya Roro.
“Belum, sudah hampir pagi, kemudian kamu dan Bondowoso pergi juga kan?” jelas Wanara.
“Aneh kenapa dia belum kembali ya skrieeeeeech?” ujar Garudeva.
“Baiklah, aku akan keluar dulu ya, cari angin, sembari nunggu Bondowoso,” ucap Roro.
“Hei ini sudah pagi, istirahatlah dulu Bondowoso pasti akan datang, selalu kangen nih kayaknya,” canda Pikatan.
“Ha ha ha tidak, sebenarnya gerah, aku tinggal dulu ya,” ucap Roro lalu segera keluar dari markas tersebut.
“Bagaimana?” tanya Bondowoso.
“Entahlah, sepertinya Bandung belum kembali dengan 3 prajurit metalnya ke sini, aku mulai was-was,” ucap Roro.
“Begini, kita ke ayahmu saja dan Loro Jonggrang,” usul Bondowoso.
“Baiklah, ide yang bagus!” ucap Roro.
*
“Ayah!” Roro Jonggrang memanggil ayahnya.
Gupala masih bengong, dipeluk oleh Loro Jonggrang. Loro Jonggrang berhenti menangis dan melihat ke arah Roro Jonggrang.
“Roro adikku, kau selamat… syukurlah,” segera saja Loro Jonggrang melepaskan pelukan ke ayahnya dan berganti memeluk adiknya.
Gupala segera tersadar dari bengongnya dan gembira saat melihat Roro Jonggrang berada di sana bersama Loro Jonggrang. Segera saja kedua putrinya dipeluknya bersamaan.
“Bagaimana kau bisa masuk ke ruangan ini Roro?” tanya Gupala setelah puas melampiaskan rindunya kepada Roro.
“Roro kau lihat kita di dalam sana, kita tunggu dulu mereka keluar ya,” ujar Bondowoso.
“Baiklah sayang,” jawab Roro Jonggrang.
Tak berapa lama kemudian Bondowoso dan Roro keluar. Bondowoso dengan gerakan sangat cepat berlari melintasi atap-atap istana.
Kali ini kecepatannya dia lipat gandakan sehingga raksasa yang cepat pun tidak akan mampu mengikutinya.
Mengapa walaupun sudah sangat cepat Bondowoso masih merasa ada seseorang yang mengawasinya?
Oleh karena itulah dia berhenti di tempat yang dianggapnya aman. Jonggrang diturunkan dari pegangannya.
“Ada apa kangmas?” tanya Bondowoso.
“Sstttt…,” Bondowoso memberi tanda agar jangan berisik, lalu dia mendengarkan lebih teliti.
“Siapa kau? Tunjukkan dirimu!” Bondowoso berteriak, sementara itu Roro Jonggrang tampak kebingungan dan mendekatkan dirinya ke Bondowoso.
“Smart Life Form Sign sensor on! Sensing range one hundred meters,” ujar Bondowoso dan di dalam retina matanya seperti berbaris data-data yang dapat dilihat oleh Bondowoso dan tertuliskan “No smart life form sign detected.”
“Hmm… aneh, tapi sepertinya tidak ada yang mengikuti kita, perjalanan kita lanjutkan dengan jalan ya, area di mana kita menambatkan kuda sudah dekat sekitar 500 meter lagi,” ucap Bondowoso lalu bergerak pergi.
“Sepertinya kamu memang sangat awas ya,” ucap Roro.
“Ah iya, memang selalu begitu, untung teknologi yang paling baru membuat dia eh Aku yang lama tidak dapat mengetahui keberadaan kita, ayo ke tempat ayahmu,” ujar Bondowoso.
“Ayaaaaaaah,” ucap Roro Jonggrang lompat dari jendela yang sebelumnya.
“Roro? Bukankah kau sudah ke sini tadi, kok ke sini lagi?” Gupala keheranan.
“Ah iya, kangen banget, mana Loro?” tanya Roro.
“Dia sudah kembali ke kamarnya,” jawab Gupala.
“Bagus, begini kami kembali lagi, karena Bondowoso sudah sembuh, dan ayah dapat melihat wajahnya yang sesungguhnya,” kata Roro dengan gembira.
“Oh baiklah, mana dia?” tanya Gupala.
“Hamba di sini gusti prabu,” jawab Bondowoso lalu muncul di jendela seperti sebelumnya.
“Wuah kau… kau Bondowoso?” tanya Gupala penasaran dan heran.
“Iya gusti, mendadak entah mengapa setelah dari sini tadi, wajah hamba kembali normal, inilah hamba yang sesungguhnya,” jawab Bondowoso.
“Wuah kejaiban ha ha ha Roro kau memiliki calon suami yang sangat tampan!” puji Gupala.
Wajah Roro memerah malu, lalu setelah terdiam sejenak, “Ayah, kami punya rencana,” ujar Roro Jonggrang.
*
Esok hari di alun-alun istana kerajaan persiapan telah dilakukan, panggung pertarungan telah di dirikan dengan rapi dan kokoh.
Hiasan-hiasan telah ditata rapi dengan warna-warna pesta.
Tari-tarian mulai di tampilkan dengan iringan kendang dan alat musik lainnya. Rakyat bersorak sorai menyambut tari-tarian tersebut.
Prajurit istana berjaga-jaga penuh, di setiap sudut tempat ada pasukan dengan tanda khusus berpita merah. Sehingga tampak mustahil bagi rakyat biasa atau yang tidak berkepentingan untuk masuk ke istana.
Kemudian beberapa Prajurit muncul di atas panggung. Musik berhenti. Semua mata tertuju pada apa yang terjadi di panggung. Dan secara pelahan muncul iring-iringan dari dalam istana. Yang pertama iring-iringan Vharok.
Vharok tampak gagah dan percaya diri berjalan dengan tegap. Prajurit berpita merah mendadak mengelu-elukan dengan yel-yel, “Vharok-Vharok calon raja baru, gagah, perkasa, mampu melindungi rakyat,” sebanyak tiga kali prajurit-prajurit berpita merah meneriakkan yel-yelnya, suaranya memenuhi sekeliling istana.
Kemudian Vharok duduk di sebelah kiri panggung arah yang menghadap penonton.
Setelah itu muncul iring-iringan kedua, semua rakyat dan prajurit diam, tidak ada yang berani mengelu-elukannya. Semua merasa ketakutan untuk membela dan memberikan semangat kepada raja mereka.
Gupala berjalan dengan tenang, di sampingnya mengikuti Loro Jonggrang yang terlihat gelisah. Gupala kemudian duduk di kursi sebelah kanan.
Melihat raut wajah raja mereka yang berkerut-kerut, tampak tak terelakkan rakyat dapat menebak bahwa Gupala yang akan kalah dalam pertarungan ini.
Setelah Gupala duduk, musik terdengar lagi. Kali ini beberapa penari wanita yang cantik dan lemah gemulai menari tradisi yang menyiratkan peperangan.
Setelah musik dan tarian berhenti. Seseorang naik ke panggung, ”Hari ini kita akan menyaksikan sejarah yang berbeda dari biasanya, dengan secara terbuka dan tidak dengan cara pengecut tetapi dengan cara kesatria.”
“Perebutan secara resmi dengan cara bertanding, Raja Gupala raja yang masih memerintah kerajaan Baka, menerima tantangan Vharok sebagai Patih Amungkubumi untuk mempertahankan kerajaannya, bila Raja Gupala menang, maka kerajaan akan tetap di bawah kekuasaannya, bila kalah, maka Vharok akan menjadi raja baru Baka!” lanjut orang tersebut.
“Untuk itu Vharok Patih Amungkubumi memberi kesempatan kepada prajurit, orang umum dan kesatria yang ada di alam Baka untuk menantangnya, bila Patih Vharok kalah, maka silakan pemenang untuk menantang Raja Gupala,” tambah orang tersebut.
Sementara itu rombongan Pikatan, Garudeva, dan Wanara berjalan bersama ke arah tersebut.
Mendadak mereka bertemu dengan Bandung di tengah perjalanan.
“Hei aku membawa tiga prajurit metal untuk membantu kita,” kata Bandung.
“Prajurit metal, wuah hebat sekali darimana gusti dapatkan?” tanya Wanara.
“Dari para raksasa, hei aku punya ide, siapa yang ingin jadi para pimpinan di kerajaan?” tanya Bandung.
“Hamba gusti, ingin sekali menjabat salah satu jabatan yang tinggi di kerajaan,” jawab Wanara.
“Kalau hamba tidak tertarik, tetapi bila kesempatan itu ada, akan hamba laksanakan sebaik-baiknya,” jawab Pikatan.
“Aku tidak suka menjabat, tetapi aku selalu sukarela membantu dalam perjuangan untuk perbaikan skrieeech,” jawab Garudeva.
“Ha ha ha bagus Wanara, kesempatan itu sepertinya ada, dengan bantuan tiga prajurit metal ini, aku bisa menjadi raja dan kau patihnya, dan teman-teman yang lainnya juga boleh bergabung!” ucap Bandung.
SREKH
Mendadak Garudeva, Pikatan, dan Wanara berhenti dan mereka memandang Bandung.
“Kau ingin jadi Raja skrieeeech! Akh aku tak percaya ini skrieeech!” kata Garudeva.
“Dengan cara apa? Membunuh Raja Gupala? Apa kau gila?” tanya Pikatan.
“Tidak harus dengan cara itu, mengalahkan Vharok setelah Raja Gupala kalah oleh Vharok sepertinya sah,” Wanara memberikan pilihan.
“Nah Wanara benar,” ucap Bandung sembari tangannya menunjuk ke Wanara.
“Apa yang bisa menjamin bahwa Vharok tidak membunuh Raja Gupala dalam pertarungan itu?” tanya Pikatan.
“Bila dia terlihat akan kalah, akan kita selamatkan, paling tidak rakyat sudah tahu bahwa rajanya kalah oleh Vharok, lalu di situlah aku muncul,” Bandung berargumen.
“Sepertinya cukup adil,” Wanara menambahkan.
“Hei hei hei bukankah kita di sini untuk menyelamatkan Raja Gupala, ingat itu!” Pikatan mengingatkan.
“Dengan cara itu Raja Gupala akan tetap terselamatkan!” jelas Bandung.
“Iya, tapi beserta kerajaannya tetap menjadi miliknya, bukan milikmu skrieeech!” kata Garudeva mengingatkan pula.
“Apakah kita tidak boleh menggapai cita-cita kita,” argumen Bandung kepada Garudeva.
“Cita-cita apa? Sepertinya kau terinspirasi dari pepatah bila ingin menjadi raja harus membunuh raja skrieeeeech?” tanya Garudeva.
“Bukankah itu jelas sah dan kesatria!” Bandung beragumen.
“Kesatria? Kau gunakan prajurit metal untuk melakukannya? Bukan kemampuan dirimu? Itu bukan kesatria, masih lebih kesatria Vharok bila itu kau lakukan skrieeech” jelas Garudeva.
“DIAM!” bentak Bandung kepada Garudeva.
bersambung....
Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 2 Nomor 11 November 2017 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa
“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”
AN1MAGINE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening
website an1mage.net www.an1mage.org
Comments
Post a Comment