KOMODO: External Instant Evolution di An1magine Volume 2 Nomor 11 November 2017


KOMODO: 
External Instant Evolution


Maung Bodas dan Maung Geulis berusaha melawan Cleopatra, namun wanita itu tetap lebih kuat. Sebelum  Selo  dan Rangga bisa menyelamatkan rekannya, kedua Maung sudah kalah dengan cepat, mereka terlempar terkena pukulan Cleo dengan telak, keduanya menghantam tembok, terkapar tak sadarkan diri. Cleo benar-benar gesit. Sulit buat diimbangi.

Selanjutnya Cleo mengincar Selo karena tahu orang itu lebih lemah dari pada si ninja dengan kostum berbeda. Samar-samar Cleo teringat pada berita yang dilihatnya, namanya…Komodo, ia tidak mungkin salah. Kali ini ia tahu siapa lawannya.

Rangga membantu Selo selama ia jadi sasaran Cleo. Namun ia sendiri kewalahan buat mengalahkan Cleo.

Biar Selo mampu bertahan lebih lama, tapi satu hantaman kuat membuat Selo terhantam ke tanah dan membuat tanah melesak sekitar 3 meter, Selo pingsan tak sadarkan diri. Cleo melirik ke arah Komodo.

Panik. Itulah yang dirasakan Rangga. Teman-temannya sudah dihajar dan kalah.

Semangat untuk mengalahkan Cleopatra jadi seperempat. Ia tahu ia akan kena hajar juga.

Ternyata mereka masih belum kuat. Kekalahan buat kedua kalinya. Menyakitkan. Mungkinkah ada kesempatan yang ketiga?

Sebelum Rangga bisa berpikir lebih jauh lagi, Cleopatra sudah mulai melancarkan serangan ke Rangga. Rangga mendadak melompat tinggi menembus langit-langit.

“Ah gaya yang sama, melarikan diri, memperlama permainan…” Cleo terbang menembus langit-langit mengejar Komodo.

Komodo melompat-lompat di antara gedung, matanya mencari-cari sesuatu.

Setelah sekian lama, sepertinya dia menemukannya. Komodo melompat turun di area yang lebih luas, tanah lapang, di area sekitaran Monas.

Cleo menyeringai dan terbang turun.

Clekh.

Kaki Cleo menyentuh lantai area taman Monas, menghadap ke arah Komodo.

“Kau punya kebiasaan melarikan diri dalam pertempuran Komodo” ejek Cleo.

“Mundur untuk maju, bukankah itu strategi…” jawab Komodo.

“Strategi bila kau maju lagi dengan kekuatan yang lebih hebat, sayangnya kau sama saja sepertinya, kuakui ada sedikit peningkatan, tapi terlalu cepat untuk maju dengan peningkatan yang tidak begitu berarti, maju untuk bunuh diri, tiga temanmu sudah terbukti… tersungkur,” ucap Cleo dengan nada mengejek.

Komodo terdiam, dia tahu Cleo benar. Komodo melompat mundur lebih jauh lagi. Segera Komodo mempersiapkan jurus Ajian Panglebur Jagad.

Komodo mengeluarkan bola energi di tangannya, mirip milik Cleo dan membuatnya semakin besar.
Cleo menyeringai.

“Hm… kau sepertinya sudah menambah satu trik baru, mirip dengan bola energi kekuatanku… tapi kau tidak akan menang. Ngomong-ngomong aku sudah muak dengan usahamu ikut campur segala kegiatan kepresidenanku.”

Mendadak kekuatan Cleo naik beberapa kali lipat. Ternyata teknologi nano bisa mendeteksi sejauh mana kekuatan lawan dan harus bertahan.

Cleopatra menyerang bola energi Rangga supaya hancur. Bumi bergetar. Ledakan besar yang memekakan telinga terjadi ketika kedua energi itu bertabrakan. Asap menggumpal, menghalangi pandangan. Selubang besar dengan diameter sekitar 300 meteran terbentuk.

Orang-orang di sekitar Monas berlarian.

“Ledakan bom, ledakan boooom” ucap seseorang sembari berlari menjauh dari area Monas.

“Sial, pasti teroris agamis lagi” umpat seorang pengemudi ojek online yang melintas dan segera bergegas menjauh dari area tersebut.

Asap mulai menipis dan perlahan menghilang. Terlihat Cleo dan Komodo berdiri dipinggiran lubang besar tersebut dan berdiri berseberangan.

“Cleo…. Wuow kuakui kau lebih hebat kali ini, tapi tidak terlalu hebat, kekuatanmu masih jauh di bawahku” Ucap Cleo sembari menyeringai.

“Tapi tentu saja membuatku ingin bermain-main lebih lama…” Cleo segera menyerang Komodo.

Dengan cepat Cleo sudah berada di depan Komodo. Satu pukulan telak menghantam rahang Komodo. Komodo terpukul dan melayang mundur, sebelum tubuh Komodo menghantam sesuatu, Cleo telah mendahuluinya.

Dipegangnya tubuh Komodo yang masih melaju. Kemudian tubuh Komodo di angkat dan Cleopatra menghentakkan tubuh Komodo ke pahanya dalam upaya mematahkan tulang punggungnya.

Melihat gelagat yang tidak baik, Komodo segera melipatkan tubuhnya sebisa mungkin membentuk bola agar kepala, tangan, dan kakinya menyatu mengurangi potensi bahaya tersebut.

Begh!

Tubuh Komodo membentur paha Cleo dengan sangat keras.

Lantai sebagai penahan kaki Cleo melesak sekitar 5 meter dengan diamater sekitar 20 meter dari area tersebut.

Kemudian dengan cepat Komodo menendang wajah Cleo dan melompat menjauh.

“Hm… cerdik.” Puji Cleo dengan kesal sembari merapikan wajahnya yang terkena butiran tanah dari sepatu Komodo dari tendangan yang telah mengenai wajahnya.

“Kali ini aku sudah muak. Komodo kau akan habis,” gerutu Cleo dengan marah.

Cleo terbang ke atas. Cleo segera mengeluarkan tenaganya. Cleo berdiri melayang dan mengeluarkan kekuatannya, tanah di sekitarnya mendadak bergetar, batu-batu kerikil mendadak beterbangan.

Angin menderu-deru disekitar tubuh Cleo seiring munculnya bola energi yang sangat besar berdiameter sekitar 500 meter keluar dari kedua tangannya.

Komodo yang berada di bawah mendadak merinding, aura kematian dirasakannya. Sepertinya benar-benar seluruh kekuatan Cleo dikerahkan. Jika Komodo terkena, pasti ia akan mati karena kekuatannya benar-benar dahsyat.

Komodo segera mendahului, keinginan untuk hidup… Mala, ayahnya, orang-orang yang dikenalnya, orang-orang yang tidak bersalah, kesalahannya, semua ini kesalahannya. Lebih baik mati daripada hidup menanggung kesalahan.

Komodo mendadak bertekad bulat untuk terus maju bertarung. Air matanya menetes deras.

“Aku harus menebus kesalahanku….” Teriaknya sembari mengeluarkan hentakan energi yang tidak terlihat yang demikian besar, beberapa percikan energi ion, barlarian di sekitar tubuh Komodo, ledakan gelombang elektromagnetik dengan sangat keras disusul dengan gelegar suara penanda energi membelah udara.

ZDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAR!

Bola energi di tangan Cleo mendadak pupus.

“Apa?!” teriak tanya Cleo, kemudian dengan deras karena tarikan gravitasi yang kuat menarik Cleo.Cleo melayang jatuh.

Kakinya menghantam tanah.

Kraaak!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaargh!”

Teriak Cleo kesakitan. Kakinya patah, tulangnya melesak. Topengnya jatuh berkeping-keping.

Komodo yang tidak menduga akan hal ini, merasa bersalah, dengan sigap Komodo segera menyambar tubuh Cleo yang tergeletak di tanah dan berlari sangat cepat ke rumah sakit terdekat. Cleo tak sadarkan diri.

*

“Jadi kau akan pulang ke Flores?” tanya Maung Bodas yang tangannya harus di bebat akibat pertarungan terakhir dengan Cleopatra.

“Keluargaku pasti mengkhawatirkan keadaanku,” senyum Rangga sembari memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.

Beberapa hari yang lalu ia tidak akan membayangkan buat packing pulang. Yang ada di kepalanya hanya bertarung dan mengalahkan si Jalang Cleopatra.

“Juga pacarmu,” goda Maung Geulis.

Rangga nyengir, tapi tidak berkomentar.

“Kau sudah menghubungi orang-orang terdekatmu?” tanya Selo yang nampak lelah dan ingin tidur.

“Segera setelah sambungan komunikasi bekerja kembali. Senang rasanya melihat kerusuhan berhenti. Aku tidak mengerti mengapa orang-orang bisa seliar itu,” gumam Rangga sembari menutup kopornya.

“Aku juga senang saat melihat Komodo menghiasi layar kaca dan menyatakan Cleopatra sudah berhasil dikalahkan, bahkan sampai cacat. Pemerintahan dikembalikan pada pihak yang berhak,” celetuk Maung Bodas.

“Aku merasa bersalah telah membuatnya cacat….“ Keluh Rangga.

“Hei-hei… jangan merasa bersalah, dia mendapatkan reaksi dari apa yang telah dilakukannya.” Maung Bodas menjelaskan.

“Iya dalam pertempuran hal seperti itu pasti terjadi Rangga,” tambah Selo.

“Ku rasa kalian benar….” Ucap Rangga.

“Aku tidak tahu kenapa kau bisa sangat keren dalam balutan kostum reptilmu itu!” tambah Maung Geulis.

“Kurasa Komodo akan sangat terkenal setelah ini,” ucap Rangga mendengar ocehan teman-temannya.

“Sekarang saja sudah terkenal kok!” sahut Maung Geulis, menggebu-gebu.

“Ehem, Rangga, kalau kau tidak keberatan, apakah kau mau memberitahu kami dari mana asal kekuatanmu?” tanya Selo membuat suasana menjadi serius kembali.

Rangga menoleh ke arah orang yang dipujanya, penerus pemimpin bangsa Indonesia. Ia sangat berharap Selo menang dalam pemilu yang akan digelar tidak lama lagi.

“Dari meteor. Di dalamnya ada organisme renik dan pindah ke tubuhku,” ujar Rangga, jujur.

Selo mengangguk-angguk. “Terima kasih sudah mengusir rasa penasaranku. Baiklah, semoga perjalananmu menyenangkan. Kurasa kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat.”

“Kau sudah memiliki pengawalan yang bagus, Pak. Kurasa kau tidak perlu menyewa jasaku,” seloroh Rangga.

“Tidak ada yang tahu masa depan. Tapi kurasa kita akan bertemu lagi.”

“Reuni?” sela Maung Bodas.

“Pasti! Aku senang berkumpul dengan kalian, orang-orang hebat,” kata Rangga, tulus. Kemudian ia menyeret kopornya.

Flores, ia pulang.


*

Chapter 22

“Biar dia hanya minta dikupaskan mangga saat kau pulang, sebenarnya ayahmu itu sangat khawatir. Ia kaget ketika tahu kau di Jakarta, kemudian meneleponku sehari beberapa kali untuk mendiskusikan keadaanmu di antara kerusuhan itu. Dan tentu saja aku hanya bisa memintanya tenang.”

“Sambungan komunikasi terputus, aku tahu kau juga khawatir, Professor.”

Rangga menyempatkan diri untuk mengunjungi Prof. Habibie, tentunya setelah menemui ayahnya yang masih suka tenggelam dengan berita-berita ekonomi.

Prof. Habibie memandangi Rangga dan menghembuskan napas panjang.

“Aku tahu Cleopatra itu musuh yang berat. Tapi aku sangat senang ketika Komodo muncul di televisi dan menyatakan keadaan sudah kembali aman juga berita dikalahkannya Cleopatra. Sekarang kau tidak hanya pahlawan orang-orang di Flores. Kau Komodo, Pembela Kebenaran Indonesia!”

“Sungguh sebenarnya aku tidak ingin jadi tenar,” ujar Rangga, mengernyit.

Prof. Habibie mengangguk. “Aku tahu, tapi kau pantas menerimanya. Rakyat harus tahu siapa pahlawannya. Jangan hanya penjahatnya saja yang terkenal.”

“Pada akhirnya aku senang bisa membereskan kekacauan yang kubantu mewujudkannya. Rasa bersalahku sudah hilang. Kini aku hidup tanpa beban.”

“Tentu kau masih memiliki beban buat menceritakan detail kejadian di Jakarta,” ucap Prof. Habibie.

“Pasti aku akan menceritakannya tanpa ada yang terlewat. Tapi sayangnya bukan sekarang karena aku harus segera ke Sepang, Mala dan aku sudah janjian bertemu. Aku harus segera berangkat ke sana.”

“Jadi aku harus menunggu cerita besarmu.”

“Tenang, aku akan menceritakan semuanya begitu semuanya beres. Aku akan segera meneleponmu,” janji Rangga.

“Baiklah. Aku akan menunggu teleponmu seperti gadis ABG yang menunggu telepon dari pacarnya.”

Rangga memutar matanya kemudian segera pergi menuju Sepang.

Semuanya terasa seperti mimpi. Memiliki bisnis sendiri. Ditipu dan menjadi penjahat. Melawan dan kalah. Merasakan dipenjara dan bertempur lagi.

Rangga bahkan tidak benar-benar merasakan perjalanannya menggunakan pesawat dari Jakarta menuju Labuan Bajo.

Pikirannya masih berpusat pada beberapa hari silam. Hari-hari yang berat namun akhirnya berhasil ia kuasai.

Ia baru kembali ke alam nyata saat bertemu ayahnya yang memegangi koran. Ia tahu ayahnya tidak benar-benar membaca, melainkan menanti kepulangan anak satu-satunya. Namun orang tua itu andal membuat suasana tidak terlalu emosional.

Rangga tahu ayahnya sangat peduli, tapi memilih untuk tidak menunjukannya secara terang-terangan. Sama seperti ia yang tidak bisa mengekspresikan rasa sayangnya pada ayahnya.

Mungkin dengan mengupaskan mangga. Mereka sama-sama tahu kalau hubungan ayah dan anak masih erat. Sunyi tapi penuh makna. Mereka saling menyayangi, tanpa diucapkan. Sekali lagi, tidak emosional.

Tapi itu bukan masalah. Selama mereka masih memiliki satu sama lain, ikatan keluarga selalu ada, tidak dapat diputus. Biar jarang bertemu, bukan artinya melupakan.

Kini saatnya Rangga memfokuskan diri pada kekasihnya. Mala pasti kacau tanpa dirinya, tanpa kabar darinya dan berada di tempat kerusuhan.

Rangga ingat betapa bergetar suara Mala ketika menerima telepon dari Rangga begitu sambungan komunikasi berjalan lagi. Harus diakui kerja orang-orang itu sangat cepat. Hanya dua hari sejak kerusuhan berhenti, telepon dan ponsel dapat digunakan kembali.

Rangga baru saja tiba di lokasi tempat ia janjian dengan Mala. Lokasi yang belum pernah ia datangi sebelumnya. Entah mengapa Mala mengajaknya bertemu di tempat ini.

Tidak perlu susah-susah mencari Mala karena mendadak suara familiar gadis itu terdengar di telinganya.

“Rangga!”

Mala berlari menghampiri sosok yang sangat dirindukannya. Ia tahu ia akan bisa melihat Rangga lagi, dalam keadaan hidup.

Orang-orang sudah memintanya berhenti menunggu, namun Mala yakin keyakinannya tidak meleset. Kekasihnya mampu bertahan di tengah-tengah keadaan kacau di Jakarta.

Rangga bukan orang bodoh, ia tahu cara buat menjaga diri. Kesialan dan kemalangan bukan bagian dari hidupnya. Ia selalu bisa bertahan dan selamat. Ia manusia yang sangat beruntung.

“Beberapa hari ke belakang benar-benar kacau, ya?” timpal Rangga sembari memeluk Mala.
Tangis gadisnya pecah begitu ia memeluknya. Momen yang emosional.

“Aku tahu kau akan pulang,” kata Mala di antara isakannya.

“Maaf membuatmu khawatir,” bisik Rangga.

“Tidak, aku yang ingin berterima kasih karena kau kembali,” ujar Mala lirih.

“Sambungan komunikasi Jakarta terputus, aku tahu kita tidak mungkin bisa menghubungi satu sama lain.”

“Apa Flores aman selama masa kerusuhan?”

Mala mengangguk. “Ada penjarahan kecil, tapi tidak sampai parah. Polisi segera mengamankan kota dan semuanya baik-baik saja. Kurasa Flores tidak terlalu terpengaruh.”

“Aku senang kau baik-baik saja,” balas Rangga.

Mala membenamkan dirinya lebih erat pada pelukan Rangga.

“Ngomong-ngomong kenapa kau mengajakku untuk bertemu di tempat  ini?”

“Karena tempat ini spesial,” sahut Mala.

Rangga mengernyitkan dahinya.

Ia sama sekali tidak mengerti ketika Mala memberitahunya buat bertemu di tempat yang tidak biasa. Ia kira, Mala akan datang ke apartemennya atau ia yang datang ke rumah Mala. Tapi ini berbeda. Rangga diminta datang ke tanah lapang. Ia sama sekali tidak mengerti.

“Coba jelaskan padaku,” sahut Rangga, kebingungan.

“Lihat ke atas!” seru Mala, kini sudah bisa tersenyum, meski matanya sembab.

Saat itulah Rangga tahu mengapa Mala menganggap tempat ini spesial.

“Sudah selesai?” tanya Rangga masih mendongak, terkagum-kagum.

“Sudah! Interiornya juga sudah siap. Minggu depan pembukaannya. Kau harus mendampingiku!” rengek Mala pada kekasihnya.

“Tentu. Tentu aku akan menemanimu,” jawab Rangga.

“Tentu saja. Kau banyak berhutang pacaran denganku! Rasakan rentetan permintaanku!”

“Aku tidak akan menganggapnya sebagai hukuman. Bersamamu itu selalu menyenangkan,” sahut Rangga sembari meraih tangan kanan Mala dan mengecupnya.

Wajah Mala bersemu merah. Rasanya sudah lama mereka tidak beromantis ria seperti ini. Situasi yang selalu Mala rindukan. Rangga benar-benar sudah membuatnya jadi ketergantungan.

Pecandu atas cinta dan perhatian.

“Ngomong-ngomong Mala, benda itu tidak bisa jatuh kan ya?” sahut Rangga sembari menunjuk gedung yang mengambang.

“Iya tidak akan, gedung mengambang ini menggunakan pendingin untuk superkonduktor yang menjadi bahan-bahan utama gedung, di bawahnya adalah magnet-magnet super yang mampu mengunci gedung di atasnya untuk tetap berada di tempatnya berasa” jelas Mala sangat teknis.

“Jadi kau sudah mengerti kan, Rangga?”

Rangga menggaruk-garuk kepalanya.

“Agak rumit ya. Aku heran mengapa kau bisa memikirkan dan mewujudkannya.”

“Karena ini menyangkut cita-cita. Karena gedung mengambang jadi alasanku belajar dan terjun di dunia Arsitektur. Aku sangat senang bisa melihatnya secara nyata, tidak hanya guratan pena di kertas.”

“Kau ini orang hebat, Mala,” puji Rangga, bangga atas pencapaian kekasihnya.

“Terima kasih,” kata Mala sembari menyeka air matanya. Kali ini tangis bahagia.

Senja kali itu terkesan berbeda. Dua manusia merasa bahagia karena sama-sama telah berhasil mencapai cita-citanya.

Rangga yang mengalahkan Cleopatra. Mala yang mewujudkan bangunan mengambang.
Dua-duanya mulanya dinilai mustahil. Berat, namun mereka berdua mampu mematahkan segala halangan yang ada. Mereka pemenang. Pasangan pemenang.

*

Sret…

“Ah kostum ini hebat sekali, kostum yang mampu mengevolusikan tubuh manusia dengan cepat, lebih tepatnya kostum dari mahluk organik ini memiliki kemampuan mengevolusikan tubuh manusia secara eksternal dari luar tubuh secara instan,” cetus seseorang dengan takjub.

“Dengan kekuatan yang kudapat dari evolusi spontan secara eksternal ini, aku akan kuat… kuat untuk menguasai Bumi…” lanjutnya.

“Menguasai Bumi ha! ha! ha!” suaranya menggema.


Tamat


Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 2 Nomor 11 November 2017 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa


“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau 
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”

AN1MAGINE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening 
website an1mage.net www.an1mage.org

Comments

Popular Posts

PARTNERS

Contact Form

Name

Email *

Message *