HENRY DUNANT: Pejuang Kemanusiaan
https://twitter.com/hofswitzerland/status/748414025688506369
HENRY DUNANT:
Pejuang Kemanusiaan
Assyfa Zahra Putri
Siapa tak kenal Henry Dunant? Beliau adalah penginspirasi pembentukan International Committee of the Red Cross atau Komite Internasional Palang Merah.
Lahir 8 Mei 1828 Jenewa, Swiss, Jean Henri Dunant atau Henry Dunant merupakan seorang pengusaha yang juga aktif dalam kegiatan sosial.
Ketika melakukan perjalanan bisnis di 1859, Dunant melihat keadaan setelah pertempuran Solferino (kini bagian dari Italia).
Pertempuran Solferino dimenangkan
oleh tentara gabungan dari Perancis di bawah pimpinan Napoleon III dan tentara Sardinia di bawah pimpinan Victor Emmanuel II (dikenal sebagai Aliansi Perancis-Sardinia).
Mereka melawan tentara Austria di bawah pimpinan Franz Josef I (juga dikenali sebagai Franz Joseph).
Dunant menyaksikan sekitar 38.000 prajurit berada di medan tempur dalam keadaan terluka, sekarat, atau tewas. Oleh karenanya ia berusaha memobilisasi penduduk setempat untuk memberikan pertolongan.
https://www.missedinhistory.com/blogs/show-notes-henri-dunant-and-red-cross.htm
Terbatasnya alat-alat dan obat-obatan membuat Dunant membeli kebutuhan untuk mendirikan rumah sakit darurat.
Dunan mengajak penduduk setempat untuk menolong korban luka tanpa melihat di pihak mana mereka bertempur, sesuai dengan slogan “Tutti fratelli” (Kita semua bersaudara). Ia juga membujuk pihak Perancis untuk membebaskan dokter-dokter dari Austria yang ditawan.
Ketika kembali ke Jenewa, Dunant menuliskan pengalamannya dalam buku Un Souvenir de Solferino atau A Memory of Solferino (Kenangan Solferino). Atas biaya sendiri, dia mencetaknya sebanyak 1.600 eksemplar.
Tidak itu saja, selain menjabarkan mengenai pertempuran, dia juga menuliskan impak yang timbul dari pertempuran. Melalui bukunya, ia menekankan perlunya dibentuk satu organisasi netral untuk memberikan perawatan kepada prajurit-prajurit yang terluka.
Un Souvenir de Solferino banyak dibagikan ke tokoh politik dan militer di Eropa dan mendapat sambutan baik. Pada 17 Februari 1863, Komite Internasional Palang Merah dibentuk. Selain Dunant, ada Gustave Moynier, ada jenderal angkatan bersenjata Swiss bernama Henri Dufour, dan dua orang dokter yang masing-masing bernama Louis Appia dan Théodore Maunoir.
Namun Moynier tidak setuju dengan ide Dunant soal perlindungan kenetralan bagi para pemberi perawatan.
Nasib buruk kemudian menghampiri Dunant. Bisnisnya dinyatakan pailit dan ia divonis bersalah oleh Pengadilan Dagang Jenewa pada tanggal 17 Agustus 1868 atas praktik penipuan. Muncul seruan dari masyarakat Jenewa supaya Dunant mundur dari Komite Internasional Palang Merah.
Moynier yang sejak awal tidak sependapat dengan gagasan Dunant, juga berperan dalam menyingkirkan Dunant dari Komite. Sepeninggal Dunant, Moynier menjadi Presiden Komite sejak 1864.
Maret 1867, Dunant meninggalkan Jenewa. Ia pindah ke Paris dalam keadaan berkekurangan. Meski bankrut, hal itu tidak menyurutkan semangatnya, Ia terus berupaya mewujudkan gagasannya.
Saat Perang Prancis-Prusia (1870-1871), Dunant mendirikan Perhimpunan Bantuan Kemanusiaan Bersama (''Allgemeine Fürsorgegesellschaft'') dan Aliansi Bersama untuk Ketertiban dan Peradaban (''Allgemeine Allianz für Ordnung und Zivilisation'').
Dunant juga mencetuskan perlunya perundingan perlucutan senjata dan pengadilan internasional untuk memediasi konflik internasional. Sementara itu Dunant kian terlilit hutang dan dijauhi kenalan-kenalannya.
Selain pergi ke Perancis, Dunant juga sempat tinggal di Heiden, sebidang desa peristirahatan di Swiss. Juga London pada 1887. Namanya sebagai pejuang kemanusiaan seolah terlupakan.
Baru pada September 1895, Georg Baumberger, editor kepala Die Ostschweiz, menulis artikel mengenai pendirian palang merah berjudul Henri Dunant, the founder of the Red Cross. Dengan cepat artikel ini direproduksi di berbagai media lain di seluruh Eropa sehingga Dunant kembali mendapat perhatian dan dukungan.
Dunant bahkan menerima Hadiah Binet-Fendt Swiss dan surat dari Paus Leo XIII.
Pada tahun 1901, Dunant bersama dengan Frédéric Passy menerima Hadiah Nobel Perdamaian pertama setelah empat puluh tahun lamanya berjuang untuk mewujudkan gagasannya soal bantuan kemanusiaan.
Dunant mendapat uang hadiah sebesar 104.000 franc Swiss yang berhasil disimpan Hans Daae, bank di Norwegia dan mencegah uang tersebut diakses oleh para kreditor Dunant.
Hingga akhir hayatnya, Dunant tinggal di panti jompo di Heiden. Ia menderita depresi dan paranoia bahwa dia terus dicari-cari oleh para kreditornya dan Moynier. Kadang, Dunant juga mendesak juru masak panti jompo tersebut untuk mencicipi terlebih dulu jatah makanannya di hadapan dia agar dia terlindung dari kemungkinan diracuni.
Dunant meninggal dunia pada tanggal 30 Oktober 1910, dan kata-kata terakhirnya ialah “Ke mana lenyapnya kemanusiaan?” dalam wasiatnya, Dunant mendonasikan sejumlah uang pada organisasi amal di Norwegia dan Swiss. Sebagian utangnya lunas, tapi ketidakmampuan Dunant melunasi hutang. Hutangnya menjadi beban besar baginya.
Panti jompo Heiden yang pernah ditinggali Dunant kini menjadi Museum Henry Dunant.
Artikel ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 3 Nomor 8 Agustus 2018 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa
“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”
AN1MAGINE BY AN1MAGE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening
website an1mage.net www.an1mage.org
Comments
Post a Comment