POHON YANG MENANGIS

https://www.odditycentral.com/travel/montenegros-water-tree-a-rare-natural-phenomenon.html


POHON YANG MENANGIS

Archana Universa




3000 tahun lalu.

 

"Tandus sekali Lextro! Ngapain kita capek-capek ke sini?" Minho mengipasi wajahnya dengan selembar kertas yang dibawanya dari pesawat.

 

"Protes ke managermu! Aku ini juga kacung korporat. Kalau masih mau kerja dan digaji ya tinggal nurut sama atasan. Aku kerja buat cari uang bukan buat kompetisi ide sama atasan atau bikin atasan sebal ke aku. Selama tugasnya tidak mempertaruhkan nyawa ya dikerjakan saja."

 

 

"Tapi posisimu kan lebih tinggi daripadaku. Jadi aku mengeluh padamu," cengir Minho.

 

"Bagaimana kalau kau beli perusahaannya saja jadi kau bisa bikin kebijakan seenak udelmu?" tandasku, sebal.

 

"Tidak punya modal. Bagaimana kalau kita berdua mendirikan perusahaan bersama?" usul Minho dengan mata berbinar. Dia pasti mengira dirinya genius.

 

"Sontoloyo! Kau pikir asal jadi entrepreneur langsung bisa ada pemasukan? Aku gak mau hidup kere."

 

"Gak papa kere asal bahagia, pikiran tenang. Mencoba mewujudkan mimpi kita sendiri bukan membesarkan korporat. Money doesn't buy hapiness," cerocosnya sok bijak.


"Neither does poverty. What can poverty can buy?" cibirku. "Kemakan omongan motivator entrepreneur nih bocah satu!"

 

"Bukankah tempat tinggal, pakaian, juga makanan kita sudah ditanggung Penjaga Perdamaian? Sebenarnya bekerja di masa ini bukan suatukeharusan."

 

"Aku masih ingin traveling lintas waktu yang tidak disediakan gratis di masa ini. Kalau kau memang ingin ongkang-ongkang kaki saja sejak sekarang itu juga tidak masalah. Ajukan pengunduran dirimu ke korporasi."

 

"Aku sudah melakukannya selama sepuluh tahun terakhir dan merasa sangat bosan. Kau tahu aku ini veteran pengangguran. Ah! Manusia .... Tidak ada kegiatan, mengeluh. Mendapat tugas juga dikerjakan dengan mengeluh. Kurasa itu adalah kelebihanku. Tukang mengeluh."

 

"Mungkin semua manusia hobi mengeluh? Bedanya ada yang mengungkapkan lewat mulutnya, ada juga yang hanya dipikirkan."

 

"Jadi apa yang kau keluhkan Lextro?"

 

"Aku mengeluh dipartnerkan denganmu dalam tugas ini!" seruku, sebal.

 

Minho terbahak.

 

Aku menyeka wajah dengan handuk yang kukalungkan di leher. Tandus. Panas. Belum mulai bekerja saja aku sudah merasa begitu gerah. Kurasa berat badanku bakalan berkurang banyak selesai bekerja di planet ini.

 

"Sepuluh kilo menembus tanah berpasir saja cukup?"

 

"Bikin dua puluh atau tiga puluh kilo?" usul Minho.

 

"Kau mau pompanya bertahan berapa lama?" selidikku.

 

"Selama mungkin. Semakin awet, semakin bagus," jawabnya.

 

"Pikirkan jawaban yang logis untuk disampaikan kepada atasan kita," gerutuku, tapi mengikuti usulnya. "Baiklah. Tiga puluh kilo meter."

 

"Ngomong-ngomong kenapa atasan menyuruh kita membuatnya terlihat seperti pohon?" tanya Minho.

"Aesthethic?" ujarku asal. "Pencinta tanaman dia. Atau mungkin karena dia suka menyebut-nyebut back to nature. Pompanya dibuat seolah menyatu dengan alam."

 

"Ah! Kau suka dengan lagu yang dibuat untuk mengaktifkan pompanya? Alelaleya oya oya oweeeh," Minho bersenandung menyanyikan voice command untuk mengaktifkan pompanya.

 

Tapi sekarang belum berfungsi karena pompanya saja masih dalam tahap pengeboran.

 

"Aku bahkan sudah dengan lagu untuk menonaktifkan pompanya. Usepa usepa udaaa." Giliran aku yang bernyanyi.

 

"Kenapa pula harus menggunakan lagu?" Minho menopang dagunya dengan satu tangan sementara tangan yang lagi memegangi alat yang memonitor sekaligus merupakan remote alat pengebor.

 

"Karena atasan kita orangnya fun," jawabku, lagi-lagi asal. Aku memang seperti itu. Bekerja sesuai perintah. Tidak mengkritisi atau memberi saran pada atasan. Bekerja sesuai tujuan dan timeline yang diberikan. Semuanya harus berfungsi dengan baik sebelum dateline.

 

***

 

"Alelaleya oya oya oweeeh," senandung Minho di depan para bekantan sambil menari. Dia sedang mengajari para primata yang memerhatikannya tanpa memahami benar apa yang sedang terjadi.

 

Primata-primata itu baru sampai sejam lalu, jumlahnya masih puluhan. Mereka diantar oleh rekan kami dari divisi lain.

 

Selama hampir setahun, planet ini sudah tidak terlalu tandus. Sudah ada pohon-pohon. Bahkan sudah ada pohon yang tinggi dengan diameter semeter. Perusahaan memang punya pembibitan jadi tinggal di pindah tanam saja.

 

"Memangnya ada perintah gerakannya juga sampai kau menari seperti itu?" tuntutku sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.

 

"Tidak. Hanya voice command. Aku hanya membuatnya lebih fun. Gimana? Apa aku sudah mulai mirip atasan kita?"

 

"Jauh! Apalagi dari segi gaji. Sudahlah! Ajari mereka mematikan pompanya supaya kita bisa beralih ke project berikutnya," gerutuku.


"Memangnya kita akan membantu spesies lain apa supaya bisa terevolusi menjadi lebih cerdas?"

 

"Blobfish," jawabku, pendek.

 

"Wow! Aku sudah siap masuk kapal selam!" balas Minho kaget. "Oh! Lextro, apa yang terjadi jika para bekantan ini tidak melagukan lagu penghenti pompanya?"

 

"Pompanya akan berfungsi selama seminggu lalu berhenti setelahnya. Kuharap para bekantan ini tidak ada yang mati tenggelam karena pompanya mengeluarkan terlalu banyak air."

 

"Tenang saja mereka mahir memanjat. Lagipula planet ini sudah tidak terlalu tandus."

 

"Kuharap mereka segera terevolusi, menjadi cerdas," kataku sambil bersiap-siap meninggalkan planet yang sudah menjadi tempat tinggalku selama setahun terakhir.

 

 

***

 

Masa kini.

 

"Siapa juga yang masih menjalankan hal mistis seperti itu?" pekik Rieli kesal. "Sekarang sudah zaman internet. Memindahkan data secara wireless. Kebanyakan penghuni planet ini sudah tidak peduli dengan agama. Namun ayah bilang apa? Aku harus menggantikan ayah buat ritual pohon karena ayah akan segera pensiun? Tidak mau!"

 

"Suku Erueu akan kelaparan kalau kita tidak melakukan ritual. Ladang kering, para petani gagal panen...."

 

Rieli mengangkat kedua tangannya sejajar dengan wajahnya. "Tidak. Tidak mau!"

 

"Kenapa kau tidak mengikuti aturan leluhurmu? Rakyat pasti tidak akan mengira kau keturunan kepala suku. Lakukan saja! Kau hanya perlu mencontoh. Pengetahuan mengenai alam yang sudah diwariskan ribuan tahun tidak perlu diragukan maupun dipertanyakan lagi!" geram ayah Rieli.

 

"Ayah, aku hanya mencoba menghindarkanmu dari ditertawakan. Takhayul seperti itu semestinya sudah tidak perlu kita jalankan lagi, OK?" pinta Rieli.


"Rieli, ikut ayah pada ritual besok. Jika pohonnya sungguh memberikan kita air, kau harus menurut padaku!"

 

"Sebaliknya jika ayah gagal, ayah tidak perlu melakukan ritual lain di kemudian hari. Juga... tidak memaksaku melanjutkan tradisi kuno itu," sahut Rieli setuju dengan syaratnya sembari menambahkan syarat dari sisinya.

 

Maka dari itu Rieli dan ayahnya menghampiri pohon yang menangis keesokan harinya. Ibu mereka sudah menyiapkan berbagai sesajen namun tidak bergabung karena hanya kaum laki-laki yang boleh melakukan ritual di pohon yang menangis.

 

"Alelaleya oya oya oweeeh!" seru ayah Rieli. Satu kalimat dengan tarian.

 

Rieli mendengus. Tidak akan berhasil, pikirnya.

Namun air mulai merembes keluar dari ranting dan batang pohon yang menangis. Awalnya hanya tetesan lambat, makin lama makin cepat bagai air mancur. Tidak sederas seperti pertama kali digunakan tiga ribu tahun lalu, namun masih cukup berfungsi dengan baik.

 

Ayah Rieli tersenyum penuh kemenangan.

 

*

 

Archana Universa







AN1MAGINE VOLUME 6 NOMOR 4 APRIL 2021

Jurnal majalah digital bulanan populer seni, desain, animasi, komik, novel, cerita mini, dan sains ringan yang dikemas dalam format education dan entertainment (edutainment). An1magine (baca: animagine) mewadahi karya kreatif seperti cerita mini, cerita bersambung dalam ragam genre, tutorial, dan komik dalam ragam gaya gambar apa pun. Jurnal majalah An1magine ini dapat diakses (open access system). Silakan klik link di atas untuk mengunduhnya.

An1magine edisi ini dapat diunduh juga di An1mage JournalDcreatePlay Store, dan Google Book. Silakan klik link aktif yang ada untuk mengunduhnya. Gak mau ketinggalan berita saat An1magine terbit? Gabung yok di An1mareaders WA GrupFacebookInstagramTwitter.


Comments

Popular Posts

PARTNERS

Contact Form

Name

Email *

Message *