KOMUNITAS PEGIAT FILSAFAT: MENOLAK PEMBUSUKAN FILSAFAT
KOMUNITAS PEGIAT FILSAFAT:
MENOLAK PEMBUSUKAN FILSAFAT
M.S. Gumelar
Filosofi dari bahasa Inggris yaitu philosophy. Sedangkan kata philosophy merupakan kata serapan dari bahasa Yunani. Bahasa Yunani gabungan antara kata philo (φιλο) yang artinya “cinta” dan sophós (σοφός) yang artinya “kebijaksanaan” menjadikan sebaris kata khusus yaitu philosophia (φιλοσοφία) yang artinya “cinta kebijaksanaan”. Itulah asal muasal kata filosofi di Indonesia.
Filosofi dari segi keilmuannya di Indonesia disebut dengan nama filsafat. Semua ilmu dapat digunakan sebagai alat. Keilmuan sama seperti alat lainnya, misalnya pisau, di tangan seorang pemasak, pisau digunakan untuk memasak. Di tangan seorang pembunuh, pisau adalah alat untuk membunuh.
Sama seperti pisau, filsafat juga adalah alat, yaitu alat untuk mencerahkan yang bertujuan sesuai dengan gabungan kedua kata yang memiliki arti cinta pada kebijaksanaan. Namun filsafat yang berupa alat tersebut di tangan orang yang memiliki tujuan buruk, maka filsafat sebagai alat ini akan menjadi buruk pula tujuan akhirnya, semua kembali kepada si pengguna alat tersebut.
Penggunaan filsafat sebagai alat untuk tujuan buruk inilah yang melahirkan acara “Menolak Pembusukan Filsafat” di mana bukan filsafatnya yang busuk, tetapi “ungkapan” agar menarik perhatian guna tidak menggunakan filsafat untuk tujuan yang bukan berpihak pada “cinta kebijaksanaan”.
Filsafat yang digunakan untuk tujuan yang tidak menjadi “cinta kebijaksanaan” menimbulkan kekhawatiran sebagai implikasinya atau konsekuensi logisnya, yaitu nama filsafat menjadi buruk, ini yang menjadi pemikiran istilah “pembusukan filsafat”.
Seruan mencegah pembusukan filsafat telah diungkapkan oleh Socrates dalam dialog Plato, Apology. Socrates berkata,”Sahabatku yang terhormat, Warga kota Athena, kota terhebat di dunia, yang begitu luar biasa dalam kecerdasan dan kekuasaannya, tidakkah engkau malu dengan begitu sangat peduli untuk menghasilkan banyak uang, dan untuk memajukan reputasi dan prestisemu, sementara untuk kebenaran, kebijaksanaan, dan peningkatan kualitas jiwamu engkau tidak peduli?” [1].
Siapa pun dapat menggunakan filsafat menjadi alat yang buruk, tidak hanya di masa lalu, tetapi di masa kini juga dapat terjadi. Kegalauan inilah yang membuat 106 filsuf mencantumkan namanya seakan sebagai “tameng” agar pembusukan dapat diminimalkan atau paling tidak seruan ini mengingatkan kembali kepada jalan “cinta kebijaksanaan”.
Event oleh Komunitas Pegiat Filsafat ini bersifat murni mengajak kembali pada “cinta kebijaksaan” dan terlepas dari kepentingan lainnya. "Belakangan ini pembusukan filsafat kembali muncul, paling tidak dalam dua bentuk. Pertama, filsafat digunakan untuk menjustifikasi kepentingan politik tertentu. Kedua, filsafat dilacurkan sebagai alat untuk tujuan subsistens semata dan bukan lagi sebagai suatu art of thinking," seperti yang tercantum di naskah cetak short version event tersebut di Tjikini Lima, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu, 13 Februari 2019 [2].
Diskusi dalam event ini sebagai ajang kritik dari para ahli filsafat agar menjadi inisiator dan keluar dari "perpustakaannya" untuk meluruskan masalah publik. Dalam acara diskusi ini, mereka juga menyerukan enam poin pernyataan sikap. Berikut enam poin tersebut:
1. Menolak praktik sofisme, yang tidak lebih daripada suatu permainan tipu daya 1. berbungkus kelihaian silat lidah dan permainan kata, untuk mengecoh lawan bicara dengan mengajukan dalil-dalil seolah argumentasi, padahal sejatinya bukan.
2. Menolak kesesatan berpikir, dengan mengabaikan kaidah-kaidah berlogika, dan penyebarluasannya sekadar demi pembenaran kepentingan sendiri.
3. Mendorong praktik berpikir logis sekaligus kritis demi menghindari kesesatan berpikir dan dogmatisme politik tidak bernalar.
4. Menolak penyebarluasan disinformasi dan pesan-pesan kebencian, yang bukan hanya merusak kepercayaan silang, melainkan pula mendorong permusuhan dan menegasikan alasan berdirinya Indonesia.
5. Mendorong perwujudan diskursus publik, yang hidup dari pergulatan beragam pemikiran kritis serta mampu menyediakan alternatif solusi atas masalah-masalah bersama.
6. Mendorong praktik politik demokratis, termasuk dalam kontestasi elektoral, dengan bersandar pada norma-norma etis permusyawaratan rakyat.
Pernyataan ini ditandatangani oleh 106 ahli filsafat termasuk Bonifacius Hendar Putranto (Serikat Dosen Indonesia), Fitzerald K Sitorus (Alumnus Goethe-Universität, Frankfurt, Jerman), Goenawan Mohamad (Budayawan), Donny Gahral Adian (Dosen Filsafat UI), Martin Lukito Sinaga (Dosen luar biasa STT Jakarta & STF Driyarkara), Prof. Dr. H. Mochtar Pabottingi (Eks Peneliti Utama LIPI; Alumnus Program Doktoral University of Hawaii, jurusan Ilmu Politik) dan lainnya.
Referensi:
[1] Apology, 29D-E.
[2] Menolak Pemiskinan dan Pembusukan Filsafat di Ruang Publik. Event Short Version Press Release dan ditandatangani 106 Filsuf di Jakarta.
Gak mau ketinggalan berita saat An1magine terbit? Gabung yok di An1mareaders WA Group:
An1magine versi online ini secara lengkap ada di An1magine emagazine volume 4 Nomor 3 Maret 2019 yang dapat diunduh gratis di Journal An1mage, Play Store, dan Google Book.
Mau menerbitkan karya digital untuk buku, komik, novel, buku teks atau buku ajar,
riset atau penelitian jurnal untuk terindeks di Google Scholar dan berada di Play Store
untuk pemasaran global? An1mage adalah jawabannya
riset atau penelitian jurnal untuk terindeks di Google Scholar dan berada di Play Store
untuk pemasaran global? An1mage adalah jawabannya
AN1MAGINE BY AN1MAGE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening
Comments
Post a Comment