KOMODO: External Instant Evolution di An1magine Volume 3 Nomor 1 Januari 2018


KOMPATIBEL DNA
M.S. Gumelar


Rangga mencoret satu baris nama “Agung” di selembar kertas yang berada di tangannya. “Bu Dea?” Rangga menyapa ragu kepada seorang wanita yang baru saja ke luar dari kantor milik Istiana.

“Ya… siapa ya?” jawab Dea sembari balik bertanya.

“Saya Rangga Bu Dea, teman sekantor, saya juga kerja di kantor Bu Istiana” jawab Rangga.

“Oh ya? Saya tidak tahu kalau punya teman sekantor seganteng kamu ha ha ha” jawab Dea tertawa tulus, “Baiklah… saya memang kurang perhatian ya dengan teman-teman sekantor” kedua tangannya bergerak ke atas, merasa bersalah.

“Kau tahu, aku bosan dengan basa-basi di kantor, bicara yang tidak perlu, dan pada akhirnya sedikit banyak ada kata-kata basa-basi yang berakhir menyakitkan pikiran” Dea berkata antusias.

“Eh ya, manusia cenderung melakukan hal-hal tersebut…” jawab Rangga sekenanya.

“Manusia? Ah aku mulai berpikir kau bukan manusia? Kau tidak melakukan hal yang sama? Atau aku yang bukan manusia karena tidak suka melakukan hal seperti itu?” Dea berjalan ke arah parkiran, Rangga mengikutinya.

“Kau tahu, aku sudah bekerja selama dua tahun di sana, tetapi aku hanya mengenal sekitar dua…tiga…ya dapat dihitung dengan jari, tidak sebanyak lainnya, bukan berarti aku ketus pada mereka, bukan… tetapi aku tidak suka basa-basi dan berakhir saling menyakiti dengan kata-kata dalam berbagai hal…” Dea membuka pintu mobilnya.

“Kau menggunakan mobil?” Tanya Rangga.

“Apakah tidak boleh? Walaupun rumahku dekat, aku menggunakan mobil, kakiku masih nyeri karena patah tulang di area kaki sekitar 5 tahun yang lalu, jadi aku pikir menggunakan mobil akan lebih meringankan beban di kaki” jawab Dea.

“Oh tentu saja boleh, aku pikir kau akan menggunakan motor, karena seperti Ibu bilang, karena dekat” jelas Rangga.

“Motor aku tidak bisa mengendarainya, juga sepeda, aku tidak pandai menggunakan apa pun yang beroda dua, tidak bisa bersepeda sejak kecil, dan tidak berniat menggunakannya sejak pertama kali terjatuh dari sepeda saat belajar” Senyum Dea.

“Oh…” Rangga mulai tahu.

“Baiklah, aku harap suatu saat kita bisa bincang-bincang saat di kantor, eh… siapa namamu tadi?”  Tanya Dea.

“Eh Rangga…Bu Dea” jawab Rangga.

“Maafkan aku Eh Rangga, aku memiliki short memory, Baiklah Eh Rangga, sampai jumpa besok ya” Ujar Dea.

Rangga mengangguk, sepertinya Bu Dea memang tidak suka basa-basi, walaupun dalam beberapa detik seperti bersemangat untuk bercerita, dengan mudahnya Bu Dea mengakhiri percakapannya dengan kata “sampai jumpa besok”, mengusir secara halus.

Rangga melambaikan tangannya saat mobil Bu Dea bergerak melintas di depannya. Rangga mencoret nama Dea di daftar selembar kertas miliknya, sudah dua nama tercoret di sana.

*

“Hei aku sepertinya kenal Anda” sapa seseorang kepada Rangga.

“Be… Benarkah?” Rangga tidak percaya lalu celingukan, kuatir orang tersebut mengenalnya sebagai Komodo.

“Ya… saya pernah melihat Anda, tapi di mana ya?” Wanita tersebut tercenung mengingat-ingat.

“Rangga, gimana kerjanya di kantor Istiana?” Tanya Mala yang mendadak muncul dari arah belakangnya.

Mala mendekati mereka berdua, dan Mala melihat ke arah wanita tersebut. “Kenalkan ini Mala, kekasih saya” Rangga mengenalkan Mala kepada wanita tersebut.

“Oh ya nama saya Sularsih, sepertinya kita satu kantor, di tempat Bu Istiana” wanita tersebut mengenalkan dirinya dengan logat Jawa yang kental.

“Ah Sularsih, sepertinya nama itu juga pernah saya dengar dari teman sekantor yang lainnya” Rangga tersenyum.

“Baiklah, mari saya duluan” Sularsih memandang Rangga kemudian kepada Mala, dan dia bergerak meninggalkan area dalam mall di mana Rangga dan Mala masih berdiri.

“Hm…kau mulai populer ya” Mala berkomentar.

“Secara alami bila punya wajah ganteng seperti ini he he he” Rangga memuji dirinya dan menggandeng tangan Mala.

“Mau makan malam apa kita” Tanya Mala.

“Yang sederhana tapi enak rasanya” Jawab Rangga.

“Apa itu?” Tanya Mala,

“Bebek bakar sambal korek” Jawab Rangga.

“Wuaaah yuuuk” Mala menarik gandengan tangannya agar Rangga bergegas ke arah tertentu, sepertinya Mala tahu di mana area makanan yang dimaksud Rangga.

*

Pemakaman umum Simo Magerejo, Surabaya. Sore menjelang malam, awan menggumpal berwarna abu-abu kejinggaan dan semburat pink tampak indah, suasana makam sudah sepi.

Terlihat di salah satu area yang sepertinya baru saja dikuburkan. Seorang pria berusia 35an tampak disertai kesedihan yang mendalam berdiri di antara dua pusara sementara dari kayu, satu bertuliskan Dinda Sudirman 2011-2018, dan satunya bertuliskan Rohma Sudirman 1983-2018.

Tangannya menggenggam, bergetar hebat, tampak menahan amarah. “Tuhan tidak adiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiil……” teriaknya. Kemudian mendadak dia melesat terbang ke suatu arah dengan sangat cepatnya.


*

“Pak Karbin” panggil petugas wanita Gum Pizza “Pizza pesanan Anda sudah siap, silakan…” ujar petugas tersebut sembari menyodorkan pizza ala take away yang telah dibungkus rapi.

“Hmm…” Karbin bergerak ke arah pesanannya, mengambilnya dan mengangguk sebagai tanda terima kasih kepada petugas Gum Pizza.

Petugas wanita tersebut tersenyum ramah.

Tanpa basa-basi Karbin bergerak membawa pizza bungkusnya ke suatu sudut area di mana berjejer tempat untuk duduk menikmati pemandangan di Borobudur mall, Pekalongan.

Dibukanya bungkus pizza tersebut, dan diambilnya sepotong pizza yang masih hangat dengan muluran mozzarella yang seakan berusaha untuk tidak terlepas dari teman-temannya, dinikmatinya dengan lahap pizza tersebut oleh Karbin.

Setelah habis sepotong pizza, Karbin mengambil satu potong lagi, dengan perasaan bahagia, Karbin mulai menggigit pizza potong kedua.

“BRUAAAAAAAAAAAAAKH” seunit mobil mendadak meluncur dari luar gedung masuk ke area di mana Karbin berada, bungkusan pizza yang dibelinya hancur berantakan dan Karbin terhantam moncong mobil, Karbin terlempar jauh semakin ke dalam karena hantaman tersebut.

Orang-orang berlarian ke luar mall, keadaan menjadi kacau. Para sekuriti mall bergegas ke area untuk mengamankan keadaan. Mendadak mobil kedua menerobos masuk, seperti dilempar dari luar ke dalam mall.

Di luar mall terlihat dua orang wanita sedang berkelahi, keduanya terlihat memiliki kekuatan super.

Wanita satunya yang terlihat seperti transparan dari air sedang menghindari lemparan-lemparan kuat wanita satunya yang mampu memulurkan tubuhnya dan menggunakan kekuatannya untuk membuat pelontar dari tubuhnya yang lentur bak karet elastis.

Perkelahian terlihat seru, karena sepertinya keduanya seimbang, tidak ada yang mampu melukai satu sama lainnya, tetapi impak dari perkelahian keduanya berbahaya bagi orang dan lingkungan sekitar.

Di sekitar area tersebut, ada beberapa orang yang sembunyi-sembunyi bahkan ada yang dari jarak jauh merekam menggunakan smartphone mereka.

*

“Perkelahian dua wanita super tersebut telah dihentikan oleh seorang pria misterius dengan kekuatan tenaga super, si gadis lentur dipegang dan dibuat menjadi segumpal bola karet yang diikatkan kedua tangan dan kakinya…”

“… sayangnya wanita transparan dari air mampu meloloskan diri, apakah pria misterius bertenaga super ini pelaku pembobolan ATM yang terjadi sebelumnya?”

“Informasi pengakuan dari wanita karet yang ditangkap, perkelahian itu dipicu karena dia cemburu pacarnya direbut oleh si wanita air yang berhasil melarikan diri”
Seorang pria pembawa berita di TV9 membacakan laporannya.

“Belum diketahui dengan pasti identitas pria si penangkap wanita karet, karena setelah itu dia bergerak menjauh seperti terlihat di rekaman salah satu orang yang berhasil merekam kejadian dengan smartphone, sedangkan identitas wanita air sudah diketahui bernama Susan, teman dari wanita karet, Rosita”.

DUP

Seunit TV dimatikan. “Kau lihat Rangga, sejak kau mendapatkan kekuatan super dari jasad renik meteor itu, mulai banyak orang-orang lain berkekuatan super bermunculan, apakah ada koneksinya atau tidak, tetapi ini memberi ide kepada mereka untuk muncul secara terang-terangan seperti yang kau lakukan” gumam Prof. Habibie.

“Oh jadi sekarang aku jadi penyebabnya, penjahatnya?” jawab Rangga dengan menggerutu.

“Paling tidak kau memengaruhi mereka untuk muncul secara terbuka. Tentu saja kau bukan penjahatnya” jelas Prof. Habibie.

“Bagaimana dengan kasus pencurian uang yang kau tangani? Ada kemajuan” Tanya Prof. Habibie mengalihkan pembicaraan.

“Sepertinya, tetapi belum ketahuan siapa pelaku sesungguhnya, sudah tiga nama aku coret dari daftar, terakhir adalah Pak Kopo, tersisa Sularsih dan Dita”.

“Apakah ada kemungkinan salah satu di antara mereka mutan, mahluk dari planet lain, atau mendapatkan kekuatan external seperti kamu?” Tanya Prof. Habibie.

“Entahlah Prof, aku belum sampai pada konklusi tersebut, masih perlu data yang banyak sebagai bukti, tapi mungkin saja kedua nama terakhir ada potensi ke arah sana” jelas Rangga.

“Begini Rangga, apakah melanggar hukum kalau kau memata-matai mereka saat di rumahnya, kau tidak perlu menunggu bertemu mereka saat di kantor bukan?” Tanya Prof. Habibie.

“Genius” Kata Rangga dengan wajah gembira melihat ke arah Prof. Habibie.

*

“Ah masakanmu selalu enak, makasih Bu” ucap seorang pria berwajah bulat karena lemak tubuh dan obesitas.

“iya masakan ibucu yang terenaaak di duniaaaaaa” puji anak laki-laki berusia remaja sekitar 15an tahun yang juga gemuk.

“Makasih pujiannya, kalian suka banget sambal tempe tumpang, selalu habis he he he” Sularsih tertawa gembira melihat suami dan anak-anaknya menghabiskan makanan buatannya.

Suaminya tersenyum, berdiri dan mulai merapikan meja makan, Sularsih duduk mengecek smartphone. Anaknya bergerak ke ruang keluarga dan meng-on-kan TV.

Suami Sularsih sibuk mencuci piring setelah makan malam. Sepertinya suami Sularsih mengerti benar berbagi tugas, seorang suami yang mengerti kesetaraan gender.

“Aku harap tahun ini kita bisa pulang kampung, aku merasa tabungan kita bersama kulihat sudah cukup” kata suami Sularsih sembari tetap sibuk mencuci piring.

“Oh bagus… aku tidak bisa banyak membantu, kau yang lebih banyak mengisi tabungan bersama kita, keuanganku belum begitu baik gaji belum naik, apalagi perusahaan di tempatku bekerja sepertinya mengalami kejadian aneh, uang yang tersimpan di brankas selalu berkurang dengan sendirinya” jelas Sularsih.

“Tuyul? Pasti, di Jawa banyak hal seperti itu?”  suami Sularsih menegaskan.
“Mungkin saja, ada banyak hal yang tidak kita ketahui bukan?” Sularsih mengiyakan.

“Walaupun aneh di zaman seperti ini, kau tahu TV, internet, smartphone, dan masih ada juga tuyul, zaman yang aneh?” suami Sularsih seperti terjebak dalam pertentangan pemikiran.

*

Suara mereka terdengar dengan jelas ditelinga Rangga yang sedang menyamar dan mematai-matai Sularsih. “Prof. pendengaranku mampu mendengar pembicaraan mereka” Rangga kepada Prof. Habibie menggunakan alat telekomunikasi yang dihubungkan dari telinga ke mulutnya secara wireless.

“Dari situ sepertinya kesimpulan sementara sejauh ini, jasad renik yang ada padamu memiliki kemampuan untuk mengevolusikan tubuhmu tidak hanya sebatas kemampuan sebelumnya, tubuhmu terus berevolusi ke tingkatan yang lebih tinggi, entah akan terhenti ataukah akan terus begitu…” jelas Prof. Habibie.

“Entah ini kabar baik atau kabar buruk Prof. tetapi sejauh ini semakin bagus dan bagus saja” jelas Rangga.

“Kuharap kabar baik untuk seterusnya Rangga” jawab Prof. Habibie yang ada di area satunya, di rumahnya.

Profesor menuliskan sesuatu, menambahkan “Pendengaran super” di barisan akhir kekuatan Rangga lain sebelumnya yaitu kebal, lari cepat, tanpa lelah, tenaga super, bola energi, EMP blast,

*

“Kau seharusnya berhati-hati Karbin, jangan sampai terekam lagi oleh siapa pun” kata Maung Bodas melalui smartphone. Maung Bodas sedang berada di dalam istana kepresidenan.

“Untung wajahmu tidak begitu terlihat saat meringkus wanita karet itu” Maung bodas melanjutkan kata-katanya.

“Baik Maung, tidak akan terjadi lagi, Karbin out” kata Karbin di sebidang kamar penginapan di Pekalongan.

Karbin meletakkan smartphone-nya, kemudian menyeret seunit kursi, menyibakkan gorden yang menutup jendela kamarnya, terlihat satu kolam renang di jendela. Karbin duduk memandang langit yang bertabur bintang.

*

“Dita” jawab Dita kepada Rangga.

“Rangga, bagaimana kalau kita makan siang bersama?” Tanya Rangga.

“Oh maaf, saya sudah berjanji makan bersama Tiara” jawab Dita.

“Tiara?” Rangga mengulangi nama tersebut.

“Iya, Tiara, adikku, aku sudah janji sama dia, mungkin lain kali ya” jawab Dita

“Eh… ini bukan ajakan kencan, Tiara boleh ikut” Rangga menjelaskan.

“Bukan?” Dita tampak kecewa, mendadak wajahnya bersemu merah “Oh OK, kamu yang bayar ya?” Dita menodong Rangga.

“Emm… Baiklah, ga masalah” Jawab Rangga.

*

Restoran Penyetan Super Pedas. Rangga duduk bersama Dita saling berhadapan, Dita memegang menu, “Saya pesan sambal tempe, cumi tepung, dan sambal petai” pesan Dita kepada petugas restoran.

Kemudian petugas wanita restoran melihat ke arah Rangga. Rangga merasa dilihat segera berkata “Saya pesan minum kelapa jeruk, eh Dita belum pesan minuman ya?”

“Eh ya, sama, kelapa jeruk ya” jawab dita cepat memandang pelayan tersebut.

“Kemudian saya pesan telur dadar pedas, tumis jamur, sambal tahu, dan ayam penyek sambal, nasi satu bakul ” Rangga memesan kepada petugas yang menulis pesanannya.

“Baiklah, makasih dengan pesanannya, saya ulangi ya…” Petugas tersebut mengulangi pesanan mereka.

Rangga,”Adikmu sudah tahu kita di sini?”

“Sudah, resto ini salah satu tempat favoritnya dia” jawab Dita.

Dari jauh Rangga melihat ke area parkiran, Rangga terkejut, pandangan matanya jauh lebih jernih, dan lebih kaget lagi, matanya mampu melihat jarak yang sangat jauh dengan jelas.

“Kenapa?” Tanya Dita yang melihat wajah Rangga tampak keheranan sendiri.

“Ah tidak apa-apa” kemudian Rangga melihat seorang wanita muda bergegas turun dari motornya dan ke arah resto tersebut. Rangga fokus ke wajah gadis tersebut, dan tersentak kaget saat dia mampu melihat tembus kulit dan sampai tengkorak wanita tersebut.

“Kenapa Rangga?” Dita kebingungan dengan tingkah laku Rangga yang aneh.

“Ah tidak apa-apa” jawab Rangga gelagapan.
“Kak Ditaaaa” teriak wanita tersebut ke arah Dita yang sedang duduk, Dita pun segera berdiri dan tersenyum kepada adiknya.

“Kamu mau pesan apa?” Tanya dita sembari tangannya melambai kepada pelayan resto.

“Oh ya ini Rangga” Dita memperkenalkan Rangga kepada Tiara.

“Waoooow, Kak Dita pintar cari pacar!” Teriak Tiara.

Wajah Dita memerah,”Hush bukaaaaan, Rangga teman sekantor kakaaak”.

“Teman apa temaaaan?” Tiara menggoda.

“Rangga tersenyum, teman, saya sudah bertunangan, lihat ada cincin…” Jelas Rangga kepada Tiara.

“Aaaaah masih tunangan, belum menikah bukan? Masih ada kesempatan Kaaaak” Tiara melihat ke arah Dita menyemangati. Wajah Dita semakin memerah.

“Ehem… jadi pesan apa?” Tanya pelayan resto.

“Tuh jawab dulu” Dita mengingatkan.

“Eh iya, aku pesan sambal sotong, jamur goreng tepung, ayam bakar kecap, semangkuk buah campuran, dan jeruk manis” pesan Tiara kepada pelayan.

“Baik, saya ulangi pesanannya sambal sotong, jamur goreng tepung, ayam bakar kecap, semangkuk buah campuran, dan jeruk manis” ulang pelayan tersebut.

“Benar sekaliiii” jawab Tiara dengan riang bergaya remaja.

Dita dan Rangga tertawa melihat tingkah laku Tiara.

*

“Bagaimana kalau kuantar pulang, kalau mau naik motor bersamaku?” Rangga menawarkan diri.

“Ah hari ini kau sudah cukup baik mentraktir aku dan adikku, apa kau yakin kau tidak sedang PDKT  padaku?” Tanya Dita.

“Tentu saja tidak, aku sudah bertuangan, ingat?” jawab Rangga sembari menunjukkan cincin pertunangannya.

“Oh… kau selalu menunjukkan itu, seolah yang sudah menikah juga tidak akan bercerai, atau selingkuh…” keluh Dita.

“Benarkah? Aku tidak tahu kalau ternyata bisa begitu?” Jawab Rangga.

“Iya, buktinya ayah dan ibuku keduanya menggunakan cincin perkawinan, toh tetap mereka bercerai, karena ibuku selingkuh dengan teman kerjanya” Keluh Dita mengingat keluarganya.

“Oh maaf, kupikir ayahmu yang selingkuh” jawab Rangga.

“Pada akhirnya juga, membalas perbuatan mamaku, akhirnya mereka bercerai, dan adikku tidak mau ikut keduanya, malah memilih ikut aku, padahal aku belum begitu mapan” Jawab Dita.

“Bagaimana? Mau kuantar? Mumpung aku bawa dua helm kali ini” Tanya Rangga lagi.

“Oh maaf, aku mulai curhat  ya?” jawab Dita malu.

“Gapapa, semua orang kadang perlu curhat, hal yang normal” Rangga menghibur. Sembari menyerahkan satu helm kepada Dita.

Dita menerima helm tersebut.

*

BRUUUUUM

Motor Rangga sampai di suatu area indekos Dita. Kemudian Rangga memarkirkan motornya, Dita turun.

“Kita sudah sampai di kosan- ku” jelas Dita.

“Tidak begitu mewah, tapi terjangkau, dan bersih, ada taman kecil di depan kamar” Kata Dita.

“Silakan masuk” kata Dita setelah membuka pintu indekosnya.

“Terima kasih kata Rangga” Rangga membuka sepatunya, dan kemudian masuk ruang tamu.

“Kosannya cukup besar” Kata Rangga.

“Iyaaa, baru sebulan pindah ke sini, sebelumnya di tempat yang lebih kecil dan pengap, tiara mendapatkan banyak pesanan jadi membantu banget” jelas Dita.

“Pesanan?” Tanya Rangga.

“Iya pesanan jasa, Tiara kuliah di cinematography, dia bisa movie editing, banyak yang suka pekerjaan mengeditnya, andal dan pandai memberi visual effects pula, jadi disukai” Jelas Dita.

“Oh begitu ya…”  Jawab Rangga.

“Mau minum apa?” Tanya Dita, yang juga sedang melepaskan sepatunya.

“Oh aku ga lama ya, langsung balik aja kayaknya” jelas Rangga.

“Cepat amat, ga minum dulu nih? Bener?” Tanya Dita.

“Iya, makasih ya, lain kali” Jawab Rangga.
*

“Ibuuuuuuuuuu” Rengek anak remaja pria, sepertinya sangat sayang keibunya.

“Yaaa” Sularsih menjawab dengan segera dan bergegas ke ruangan keluarga.

“Kenapa tanganku ga bisa megang remote TV ini?” Tanya anak tersebut ke Sularsih.

Sularsih terkesiap saat melihat tangan anak lakinya transparan hampir tak terlihat berusaha memegang remote TV.

*

Rangga, “Sepertinya pelaku pencurian uang di kantor Istiana mulai terlihat…” kata Rangga, saat itu Rangga sedang memata-matai keluarga Sularsih.

“Kau yakin Rangga?” Tanya Prof. Habibie melalui komunikasi wireless-nya dengan Rangga.

“Positif Prof!” Kata Rangga.

*

“Bagaimana kau akan menangkapnya tanpa dia melakukan aksinya sedang mencuri?” Tanya Prof. Habibie.

“Membuat dia mengaku telah mencurinya Prof” jelas Rangga.

“Rangga, kau ini detektif, membuat seseorang mengaku sama saja tidak akan membuktikan kalau dia pencurinya!” jelas Prof. Habibie.

“Lalu aku harus bagaimana Prof, dia jelas-jelas telihat memiliki kekuatan seperti yang aku lihat direkaman videoku?” jelas Rangga.

“Kupikir pekerjaanmu sebagai detektif adalah pekerjaan yang salah pilih, kau tidak kritis, kau… kau cuma beruntung mendapatkan kekuatan itu, kau sangat naif!” Prof. Habibie mencibir Rangga.

“Padahal kau sarjana hukum, ternyata belum cukup untuk berpikir kritis…” Prof. Habibie lebih menjelaskan lagi.

“OK Prof. aku memang masih belum pengalaman dalam hal detektif ini, aku rasa aku tidak naif, hanya berpikir dengan caraku saja” jelas Rangga.

“Ya dan cara berpikirmu itu naif, cara berpikir seperti itu bisa mencelakakan orang lain yang tidak bersalah!” jelas Prof. Habibie.

“Aku sudah punya bukti Prof, anak itu punya kekuatan sama seperti dalam videoku, itu sudah cukup bagiku” jelas Rangga.

“iya, tapi kau perlu bukti dia mencuri saat anak tersebut menggunakan kekuatan itu” jelas Prof. Habibie.

“Bukankah bukti itu sudah ada Prof. ya rekaman video itu?” Jawab Rangga.

“Di video itu, wajahnya tidak terlihat jelas, Karena dari jauh, dan mata supermu juga belum on saat itu untuk mengonfirmasikan bahwa orang dalam video tersebut adalah anak itu!” Jelas Prof. Habibie.

“Perasaanku mengatakan dialah pelakunya” Tegas Rangga.

“Perasaan bisa salah Rangga” Prof. Habibie menegaskan.

“Begini saja, ajak anak itu menginap di rumahku, dan kita akan lihat apakah dia akan mencuri lagi?” saran Prof. Habibie.

“Tentu saja tidak akan Prof. Kantor Bu Istiana jauh dari sini, dia tidak akan melakukan pencurian karena jauh” jawab Rangga.

“Apa saranmu Rangga?” Tanya Prof. Habibie.

“Entahlah” jawab Rangga.

*

“Woow benarkah Rangga, kau baik sekali mau mengajak Tedjo ke rumah temanmu, siapa itu… ah iyaa Prof. Habibie…” Sularsih gembira.

“Iya Bu, kata Om Rangga, di rumah Profesor itu ada teknologi canggih, maen game ala hologram” jelas Tedjo.

“Wauh apa itu game hologram? Tapi kuharap kau bersenang-senang di sana” jelas Sularsih.

“Pasti Bu Sularsih, dia akan menyukainya, yuk kita berangkat!” ajak Rangga.

“Yuuuuuks” Jawab Tedjo sangat gembira.

*

“Namanya Tedjo Prof” kata Rangga.

“Hai Tedjo, saya Habibie” kata Prof. Habibie.

“Halo Proooof” kata Tedjo.

“Ah tidak usah Prof, panggil Habibie saja” pinta Prof. Habibie.

“Baiklah Pak Habibie” jawab Tedjo dengan logat Jawanya yang kental.

“Nah gitu dong, lebih baik…” Jawab Prof. Habibie.

“Seperti yang dijanjikan Rangga, aku punya game teknologi tercanggih saat ini, menggunakan hologram, game hologram, ayo ke ruanganku” ajak Prof. Habibie sembari berjalan ke suatu area. Tedjo dan Rangga mengikutinya.

“Ini dia ruangannya” jelas Prof. Habibie.

“Whaooow hebat banget” Tedjo kagum dengan ruangan lab Prof, Habibie.

“he he he sudah direnovasi dan diupgrade dengan alat-alat tercanggih lainnya, semua berkat Rangga” jawab Prof. Habibie sembari memandang Rangga.

Rangga tersenyum kecut. Terbayang kesalahannya saat menerima uang dari Cleopatra dan kekacauan yang disebabkannya beberapa tahun lalu.

“Eh… tiu juga hasil kerja keras Prof. Habibie kok, tidak hanya aku” jelas Rangga.

“Waaaaah kalian berdua tim yang hebat” Tedjo memuji kedunya, sepertinya ingin menetralkan suasana.

“Baiklah, ini dia alat game hologramnya” kata Prof. Habibie, sembari mengangkat sejenis helm dengan google -nya.

Dengan segera Tedjo mengenakkan alat tersebut di kepalanya. Kemudian tangannya menggunakan alat seperti sarung tangan, guna mengendalikan game hologram secara wireless.

Tidak lama kemudian, Tedjo sudah sibuk memilih dan bermain game hologram tersebut.

Rangga dan Prof. Habibie tersenyum melihat tingkah Tedjo.

“Apakah kau yakin dia pelakunya, dengan uang curiannya, dia bisa membeli game hologram tersebut yang sudah beredar di pasaran saat ini?” Prof, Habibie berbisik ke Rangga.

“Entahlah Prof. kita tunggu saja, ada beberapa pelaku kejahatan yang sengaja menyembunyikan perbuatannya” Jawab Rangga.

“Ku harap kau benar Rangga” Prof, Habibie meninggalkan ruangan tersebut.

*

“Kapan kamu pulang” Tanya Sularsih melalui smartphone-nya.

“Kayaknya aku nginep di sini aja dulu Bu, game hologramnya bagus-bagus, belum mau pulang, apalagi besok Minggu, mungkin sorenya aku pulang” Jawab Tedjo,

“Ya sudah, berikan hp-nya ke Om Rangga, ibu mau bicara” kata Sularsih.

Tedjo menyodorkan hp yang dipegangnya kepada Rangga.

“Ya Bu Sularsih?” kata Rangga dengan nada tanya.

“Saya cuma titip-titip aja ke Nak Rangga, Jangan marah ya ama Tedjo, dia anak kami satu-satunya, jadi kami sangat memanjakannya, maaf kalau dia berbuat nakal di sana, besok sore pastikan dia pulang yaaa” Kata Sularsih di sisi satunya.

“Baik Bu, saya akan lakukan, makasih banyak, sampai jumpa besok” balas Rangga. Kemudian Rangga menutup hp-nya.

“Ibumu memintaku agar kau besok pulang” kata Rangga ke Tedjo, tapi sepertinya Tedjo sibuk bermain game.

Rangga tersenyum melihat kelakuan Tedjo yang bermain game sampai terbentur dinding.

BEEEEP
BEEEEP
BEEEEP

Suara panggilan masuk. Sudah pukul 20.30 WIB. Tertulis identitas penelponnya “Istiana”.

*

“Jadi uang telah hilang lagi malam ini, tepat setelah tiga jam kami deposit uang ke brankas” jelas Istiana.

“Dan kemana saja Anda Pak Rangga?” Istiana ketus sembari memandang Rangga.

Rangga menunduk dipandang seperti itu,”Maaf Bu Istiana, saya pikir saya sudah hampir memecahkan masalahnya, tetapi ternyata saya salah” Jawab Rangga.

“Mamang sudah jelas pelakunya bukan tuyul, tetapi mutan, alien, atau apalah, tetapi saya tidak mau sampai di sana saja, dia harus ditangkap!” jelas Istiana.

“Maaf Bu, bukankah dia mampu menghilang dan menembus dinding, bagaimana kami dapat menangkapnya?” kata Pak Kopo.

“Diam!” bentak Istiana kepada Kopo.

Kopo tercekat, dan segera diam.

“Biar si detektif yang mencari tahu caranya” Kata Istiana sembari memandang tajam ke arah Rangga. 

“Baik Bu, akan saya cari solusinya” Jawab Rangga.

*

“Kau benar Prof. Tedjo bukan pelakunya, pencurian itu terjadi lagi saat Tedjo di sini bersama kita” Kata Rangga kepada Prof. Habibie.

“Terkadang masalah tidak sesederhana yang dirasakan, Aku belajar berhenti menggunakan perasaan untuk keobjektifan mencari solusi sejak 30 tahun yang lalu Rangga, karena aku tahu perasaan selalu salah, logika dan analisis yang tepatlah akan dapat membantu mencari solusinya” Kata Prof. Habibie.

“Kau benar Prof. Aku harus belajar seperti Prof. agar aku tidak salah menilai lagi” Jawab Rangga merasa bersalah.

“Kau harus belajar dan banyak membaca buku creative and critical thinking Rangga, dan mencari tahu apa makna di balik sesuatu, intinya apakah ada kepentingan tersembunyi di dalamnya” jelas Prof. Habibie.

“Iya Prof, saya akan belajar banyak” Jawab Rangga lesu, tidak bernafsu lagi berdebat dan beragumen.   

“Kini pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang memiliki kekuatan yang sama seperti Tedjo, dan yang jelas rumahnya masih berdekatan dengan kantor milik Istiana?” Jelas Prof. Habibie.

“Prof. apakah suatu kekuatan dapat dilacak?” Tanya Rangga.

“Ada potensi iya, setiap ion dan kekuatan memiliki ciri khas… signature, dengan menganalisis kekuatan Tedjo, aku dapat men-tracking kekuatan sejenisnya, tapi aku perlu waktu minimal 3 hari untuk mempersiapkan alatnya ya.

“Whaow aku tidak menyangka dapat secepat itu Prof.” Rangga memuji.

“Cepat karena semua yang kuperlukan sudah banyak yang kubeli dengan uangnya yang kita dapat dari Cleopatra, tinggal merakitnya saja, programnya juga sudah aku buat dua tahun yang lalu yang rencananya untuk tracking keberadaanmu” jelas Prof. Habibie.

“Ah kau berencana tracking aku Prof, wah hilang sudah privasiku” keluh Rangga.

“Akan berguna bila kau terluka, maka aku dengan cepat dapat mencarimu, positive thinking dong!” jelas Prof. Habibie.

“Ooooh” mulut Rangga monyong lalu Rangga nyengir , merasa bersalah.

“Kini ternyata dapat berguna untuk keperluan lainnya, tinggal bagaimana memancing kekuatan Tedjo muncul agar dapat dianalisis kekuatannya dan dapat dijadikan acuan untuk tracking lainnya.


Bersambung....


Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 3 Nomor 1 Januari 2018 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa


“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau 
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”

AN1MAGINE BY AN1MAGE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening 
website an1mage.net www.an1mage.org

Comments

Popular Posts

PARTNERS

Contact Form

Name

Email *

Message *