KOMODO: External Instant Evolution di An1magine Volume 2 Nomor 10 Oktober 2017
KOMODO:
External Instant Evolution
Chapter 20
Keras. Dingin.
Rangga yakin ia tidak sedang ada di kamarnya yang hangat. Dengan balutan selimut dan pencahayaan yang redup.
Terlalu terang.
Rangga membuka matanya dan menemukan dirinya di 'Hotel Prodeo'. Metafora untuk ‘hotel gratis’ yang dimaksudkan dengan ‘penjara'.
Tapi ini bukan penjara biasa. Tanpa jeruji. Semuanya dari metal. Ia tidak dapat melihat selain ruangan ini. Satu tempat tidur dengan selimut tipis juga kamar mandi.
Tidak ada jeruji. Semuanya tertutup. Udara dialirkan melalui lubang dengan bahan yang sama.
Tidak masalah. Rangga akan segera menghancurkan tempat ini dengan mudah. Namun sekarang dia harus mengumpulkan tenaga dulu sehabis bangun tidur.
Ia memandangi sekelilingnya lagi. Mendadak pintu bawah ruangannya terbuka dan sepiring makanan muncul.
"Hei!" tahan Rangga. Namun pintu itu sudah ditutup kembali.
Ia tawanan sekarang. Benar-benar memuakkan. Dikurung dan sendirian. Penjara eksklusif, penjara khusus.
Ini berbeda dengan penjara biasa yang biasanya diisi beberapa orang dan masih menggunakan tembok dan jeruji.
Tentu Cleopatra sudah merencanakannya. Ia punya uang yang melimpah dan dapat membangun apa yang dia mau. Pintar, dia membuat penjara khusus.
Rangga sangat yakin Selo, Maung Bodas, dan Maung Geulis juga mendapatkan ruangan pribadi sendiri-sendiri.
Pertanyaannya apakah mereka sudah siuman? Karena menurut Rangga, dia sedikit memiliki stamina lebih dibanding teman-temannya.
Entahlah. Dia tidak akan tahu sebelum keluar dari sini. Jadi ia pun bangkit dan segera memfokuskan diri pada tembok dihadapannya dan....
JDUAAAAGH
"Aaaaaaaaaduh!" lolong Rangga. Ia bisa merasakan tulangnya bergetar karena hantamannya. Sakit, sangat sakit.
"Baiklah, kalau pukulan tidak bisa, aku akan melakukan hal lain yang lebih menyakitkan," gerutu Rangga sembari memijit-mijit lengan tangannya. Benturan itu masih terasa jelas. Sakit.
Rangga mengambil napas panjang kemudian melakukan lompatan dan memberikan tendangan ke tembok itu.
JDUAGH
"Aaaah!" pekiknya kesakitan. "Bagaimana mungkin bangunan ini mampu menahan kekuatanku? Si Cleopatra sinting itu pasti sudah merencanakan tempat ini. Duitnya kan banyak."
Rangga duduk di tempat tidurnya dan mengacak-ngacak rambutnya dengan frustasi.
"Bagaimana caranya keluar kalau kekuatanku tidak mampu membuat kerusakan pada ruangan ini?” ujarnya pada diri sendiri.
Benar-benar situasi yang tidak menguntungkan. Tidak ada yang bisa diajak bertukar pikiran. Tidak ada internet, tidak ada televisi untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi di luar sana.
Tidak tahu.
Meski begitu Rangga yakin situasi di luar tidak lebih tenang dari pada sel tahanannya.
Cleopatra pasti punya rencana lanjutan setelah mendapatkan kekuasaan yang diincarnya kemudian melakukan apa pun sesuai kehendaknya.
Memikirkan tidak ada yang mampu melawan Cleopatra di luar sana, membuat Rangga sakit kepala.
Betapa kadang kesialan datang bertumpuk dan membuat kita merasa tidak memiliki sisa keberuntungan.
"Apa yang kau sedang kau lakukan Cleopatra?" geram Rangga, marah.
Mendadak ia mendengar perutnya berbunyi.
Rangga melirik ke makanan yang belum lama diantarkan. Nasi dengan tahu rebus, memangnya dia bisa mendapatkan apa? Garang asem dengan segelas es kelapa yang segar?
Ia melangkah gontai dan mengambil piring itu dengan sedih.
Ia mulai makan dengan kesal dan tersedak beberapa kali. Seolah dunianya sedang runtuh sekarang dan ia tidak bisa melakukan apa pun.
Ia seperti binatang yang dikurung. Mungkin ia lebih rendah dari binatang.
Mala. Gadis itu pasti sedang mencari-carinya. Rangga meninggalkan alat komunikasinya di hotel.
Dalam keadaan seperti ini, Rangga hanya bisa berharap kalau Flores akan lebih aman karena jauh dari Jakarta. Seandainya Indonesia kacau, Mala dan keluarganya bisa pergi ke luar negeri dan tetap aman.
Ya, ia harap kekasihnya tetap aman.
Rangga memakan makanannya dengan lambat. Benar-benar tidak enak.
Dia kalah dan kini diposisikan sebagai penjahat yang ingin meruntuhkan kepemimpinan Presiden Cleopatra. Ya. Wanita itu sudah jadi presiden dan berkeliaran di luar sana sementara dia terkurung di sini.
Membosankan. Rangga tertidur lagi karena tidak ada yang bisa di kerjakannya. Ia benar-benar menjaga agar dirinya tetap waras di tengah-tengah keadaan ini.
Entah berapa lama waktu berjalan, namun seperti lama sekali.
Pintu bawah berdentang nyaring.
"Keluarkan aku!" kata Rangga cepat.
Makanan lagi setelah sekian lama. Nasi dengan tahu rebus lagi. Astaga memangnya tidak ada menu lain di sini?
Sebelumnya Rangga memakannya karena lapar saja. Untuk soal rasa, benar-benar hambar, tapi setidaknya ia tidak di beri nasi saja. Masih ada lauk.
Perut Rangga berbunyi. Ternyata tidak melakukan apa pun tetap bisa membuatnya lapar dengan cepat. Dengan langkah lambat, ia mengambil piringnya.
"Petugas di sini sungguh tidak ramah, tidak mau berkomunikasi sama sekali dengan tahanan," gerutu Rangga sembari mencuil tahunya.
Rangga sengaja melama-lamakan acara makannya. Selain tidak terlalu berselera, tidak ada kegiatan lain yang bisa di lakukannya.
Memangnya dia mau berbuat apa? Menata ulang letak ranjangnya? Itu tidak akan memberikan banyak perubahan.
Yang diperlukannya adalah keluar dari tempat terkutuk itu. Tapi ia tidak tahu caranya.
Mengemis pada petugas untuk dikeluarkan sama saja sia-sia. Mungkin ia harus melakukan pendekatan yang lain. Pendekatan sebagai seorang tahanan yang menaruh hormat pada penjaga.
Karena dari tadi ia sudah berusaha membentak petugas saat membawa makanan, dan tidak berhasil.
Ia hanya bisa melihat tangan si petugas sebentar dan ruangan ini kembali sunyi. Sangat sunyi hingga Rangga bisa mendengar bunyi napasnya sendiri.
Ia ingin tahu di mana sebenarnya dia berada. Sampai kapan kurungan ini berlangsung. Dan yang paling penting, apa yang sedang terjadi di luar sana.
Rangga tidak suka dengan ketidaktahuannya dan ketidakberdayaannya.
Seolah hidup ini tidak ada nilainya lagi. Apalagi kalau seandainya ia tidak akan pernah dikeluarkan di sini. Apa yang bisa ia lakukan selanjutnya?
Menunggu pahlawan lain datang buat membebaskannya? Tapi dari mana si pahlawan itu tahu kalau ada empat orang yang sangat mencintai kebenaran dan keadilan tersekap dalam penjara antah berantah?
Siapa yang bisa membebaskannya kalau dia sendiri tidak mampu untuk mengeluarkan dirinya?
Apakah ia masih perlu buat optimis? Selama apa optimis kalau ia akan keluar akan mampu bertahan?
Entah. Rangga tidak bisa menjawabnya. Rasanya semuanya gelap. Ia tidak tahu arah, ia tidak bisa melakukan apa pun buat menyelamatkan dirinya, juga teman-temannya.
Tidak berdaya.
Kapan siang, kapan malam, Rangga tidak tahu, lama sekali dia berada di sana. Lampu-lampu di selnya selalu menyala. Menyilaukan.
Rangga ingin meredupkan lampu-lampu itu, jadi ia merusakkan beberapa lampu di sana dan ruangannya menjadi lebih gelap. Dengan begitu ia bisa tidur dengan lebih nyaman.
"Hei apa yang kau lakukan?" protes petugas dari lubang tempat makanan diantar.
"Pak, saya ingin bicara.... Tolong."
"Apa kau merusakkan penjara?" desak si petugas.
"Saya hanya memecahkan beberapa lampu dan ...."
"Sudah kuduga, kau memang tidak memiliki kemampuan buat keluar dari sini."
Kesempatan! Rangga akan mencoba mengajak bicara lebih banyak. Ia perlu menumpahkan segala pertanyaan di kepalanya setelah berjam-jam sendirian tanpa ada kawan bicara.
"Memangnya ini tempat apa pak?"
"Penjara dengan tingkat keamanan tinggi. Tahan api, tahan tekanan. Kau tidak akan bisa membuat dindingnya lecet sedikit pun," jelas si petugas.
"Presiden langsung yang memerintahkan agar kalian di tempat kan di sini."
"Presiden Cleopatra...." gumam Rangga setengah hati. "Bagaimana keadaan di luar pak?"
"Jauh tenang di sini. Presiden ingin Indonesia harus berjaya seperti masa Sriwijaya dan Majapahit."
"Sriwijaya dan Majapahit?" tanya Rangga binggung.
"Memperluas wilayah Indonesia. Saat zaman kerajaan itu kan lebih luas dari pada yang sekarang," sahut si petugas santai.
"Apa itu artinya perang?" tanya Rangga, ngeri.
Sepertinya petugas itu tengah mengangguk, ia bisa merasakannya.
"Perang, kenaikan pajak. Kurasa di sini sangat tenang. Petugas di sini sangat senang ditugaskan di penjara khusus ini karena kami tidak perlu terlibat dalam kerusuhan. Kami melihatnya di televisi, Indonesia sedang kacau sekarang."
Rangga menundukkan kepalanya. Situasi di luar ternyata sangat mengerikan dan tidak ada seorang pun yang mampu melawan Cleopatra.
Ia tahu Cleo tidak akan segan membunuh siapa saja yang tidak sejalan dengan kemauannya.
"Apa Bapak tahu kenapa kami ada di sini?" tanya Rangga dengan tempo cukup pelan.
"Karena kalian ingin menggulingkan kekuasaan Presiden Cleopatra," sahut si petugas ragu.
"Benar," balas Rangga. "Hanya kami yang bisa mengalahkan Cleopatra. Kalian harus mengeluarkan kami."
"Mengalahkan apanya? Bukannya kalian kalah? Karena kalian kalah, kalian dipenjara. Aku dan para petugas lain tidak akan mengeluarkan kalian karena kami sayang dengan nyawa kami. Kuharap kau bisa mengerti itu."
"Tentu…." sahut Rangga lagi-lagi merasa kalah.
"Kalau tidak ada yang ingin kau tanyakan lagi, aku ingin kembali ke ruanganku untuk beristirahat. Kuperingatkan untuk tidak merusak lampu lagi," ujarnya tegas.
"Pak, sebelum Bapak pergi, boleh tahu pukul berapa sekarang?" tanya Rangga. Ia ingin tahu soal waktu meski ia tidak benar-benar memerlukannya di sini.
"Sekarang pukul sepuluh malam, sebaiknya kau pergi istirahat. Selamat malam."
"Selamat malam, terima kasih sudah mau mengobrol dengan saya, pak. Itu sangat berarti...."
Tidak mungkin meminta bantuan petugas. Sudah wajar. Rangga harus mencari cara sendiri buat keluar. Ia tidak perlu pahlawan lain untuk menyelamatkan dirinya. Ia akan menyelamatkan dirinya sendiri.
Mengenai caranya, ia pasti akan mendapatkannya, cepat atau lambat.
Yang ia perlukan adalah berpikir dengan tenang. Penjara ini tidak boleh lama-lama menahannya. Ia harus segera keluar. Di sini bukan tempatnya.
Rangga tidak tahu kapan ia tertidur yang jelas malam itu ia bermimpi. Mengenai bintang-bintang yang bersinar dan meredup. Cahaya yang datang dan pergi. Silih berganti.
Ia pernah membuat bintang-bintang meredup. Ia bisa membuat mereka mati, kehilangan sinarnya. Tepatnya saat di Universitas Labuan Bajo.
Ah... Labuan Bajo. Betapa mendadak ia merindukan suara kapal yang hendak berangkat atau merapat. Suara-suara yang tidak akan pernah hadir di tempat semacam ini. Terlalu sunyi.
Biar petugas tadi berkata lebih baik di sini, tapi Rangga tidak setuju. Kehidupan luar yang penuh kejahatan bukan hal yang di takutinya. Ia adalah Komodo pembela kebenaran.
Ia perlu keluar dari sini dengan bantuan bintang-bintang. Sesuatu yang mampu diciptakannya dengan kekuatannya sendiri.
Ia tidak lemah. Bio Body Armor masih melekat dengannya. Ia bukan tanpa senjata. Ia selalu bersenjata dan tidak pernah menjadi lemah!
Rangga bangun dengan semangat baru. Apakah itu mimpi atau pikirannya yang terus bekerja sembari tidur ia tidak tahu. Yang jelas ia akan menjajal kekuatannya sekali lagi pada gedung ini.
Pusatkan pikiran dan buat ledakan!
Ingat positif dengan positif.
Rangga mengeluarkan bola energi dari tangannya. Ketika bola itu sudah sebesar bola basket, ia lepaskan ke dinding dan sealunan suara yang menggelegar muncul. Dinding itu penyok sebesar bola energinya.
"Aku tahu! Kemampuan dari dalam diriku sendiri yang akan membawaku keluar!" katanya mantap.
"Ada apa? Kau memecahkan lampu lagi?" sahut si petugas yang terdengar napasnya putus-putus karena terburu-buru menuju sel Rangga.
"Saya berhasil pak! Lihat dindingnya. Cembung ke arah bapak bukan?"
"Ba-bagaimana mungkin.... penjara ini sangat kuat!" seru petugas terheran-heran.
"Bapak tahu hanya kami berempat yang mampu melawan Presiden Cleopatra. Kami mungkin sempat kalah, tapi kami akan melawannya lagi hingga dia yang kalah. Karena semestinya Cleopatra tidak menjadi presiden. Dia itu penjahat!"
Si petugas terdiam mendengarkan Rangga.
"Saya akan menghancurkan penjara ini dalam kurun waktu dua puluh empat jam. Sebaiknya Bapak dan teman-teman bapak menyingkir dari tempat ini untuk keselamatan kalian sendiri. Tapi sebelumnya saya mau sarapan dulu."
"Kau yakin bisa keluar dari sini dengan waktu sesingkat itu?" tanya petugas setelah kembali mendapatkan suaranya.
"Sangat yakin. Jadi saya harap Bapak dan teman-teman bapak bersembunyi cukup jauh untuk menghindari banyaknya korban," kata Rangga memperingatkan. Ia juga tidak ingin mencelakai bahkan membunuh orang meski itu tidak sengaja.
"Mus-mustahil."
"Tidak mustahil. Percakapan dengan Bapak semalam membuat semangat saya buat keluar bangkit. Bapak adalah bagian dari penyelamat Indonesia. Yang jelas saya akan kabur dalam waktu dua puluh empat jam."
"Baru kali ini saya mendengar tawanan yang hendak kabur malah memberitahu petugas. Baiklah, saya akan siapkan makananmu dan segera memberitahu teman-teman petugas agar menyingkir dari tempat ini. Saya ingin kalian menang melawan Cleopatra!"
"Terima kasih atas dukungannya, Pak!"
Setelah itu si petugas pergi. Tidak lama kemudian Rangga mendapatkan sarapannya.
Porsi ganda. Bahkan, seperti keajaiban, ia mendapatkan telur Di samping tahu rebus langganannya.
Rangga tidak tahu kapan terakhir ia makan telur. Namun telur ini sangat enak. Mungkin karena ia terus-terusan makan nasi dan tahu rebus tanpa rasa saja. Rasanya ia sangat beruntung.
Mungkin itu jatah si pak petugas. Ia ingin Rangga menang. Ya, Rangga akan menang. Ia tidak akan mengingkari janjinya.
Komodo dan teman-temannya akan mengembalikan Indonesia yang aman. Bukan penuh kekacauan seperti sekarang.
Setelah menyelesaikan sarapannya dan menutupnya dengan dua gelas air putih, Rangga beristirahat sejenak menunggu makanannya turun.
Baru setelah ia merasa enakan, latihan bola energi di lanjutkan. Ia meningkatkannya hingga berdiameter satu meter. Lampu-lampu di sini hebatnya belum terpengaruh. Kemudian ia melepaskannya.
Kembali membuat cacat pada dinding penjara dengan diameter satu meter.
"Aku harus melipat gandakan besarnya kekuatanku. Cleopatra saja mampu membuat bola energi dua kali lebih besar dibanding tubuhnya, aku tidak boleh kalah. Apalagi di sini tidak ada yang melarangku melakukan latihan dan tidak akan ada yang meminta ganti rugi seandainya aku menghancurkan penjara sialan ini."
Rangga berusaha lagi. Kali ini ia bisa menarik hingga setinggi dadanya. Tidak terlalu jauh perbedaannya dari bola energi kedua. Ia harus berusaha dengan lebih baik.
Ia sendiri yang sudah menyatakan akan keluar dalam waktu dua puluh empat jam. Rangga tidak ingin kata-katanya menjadi janji palsu. Ia ingin membuktikan kalau ia bisa.
Jadi tidak ada waktu buat mengeluh. Ia harus bisa dan tidak boleh menyerah. Ia tidak ingin berlama-lama di penjara ini. Ia ingin keluar.
Cleopatra-lah penjahatnya. Semestinya gadis itu yang berada di tempat semacam ini. Atau yang lebih buruk sekalian. Berani-beraninya ia mengusik kedamaian Indonesia.
"Aku Komodo. Aku pembela kebenaran. Komodo, pembela kebenaran," kata Rangga berulang-ulang dengan mata terpejam. Ia menyemangati dirinya sendiri.
"Aku pasti bisa!" sahut Rangga sebari membuka mata.
Ia menarik napas dalam-dalam dan menyerukan dengan lantang. "Ajian Panglebur Jagaaaaaaad!!!"
Sebola energi raksasa muncul dari tangannya. Bola itu besarnya melebihi Rangga. Ia membesarkannya.
Lebih besar lagi berkali-kali lipat jauh melebihi bola sinar yang pernah dilakukan oleh Cleopatra dan melepaskannya dengan tenaga penuh.
Seketika itu pula tembok sel penjaranya runtuh. Tapi bola energinya tidak berhenti di situ, ia terus bergerak maju sesuai dengan lontaran Rangga, bola energi tersebut melesat lurus, menembus atmosfir Bumi, terus melesat ke luar angkasa.
Ia senang tidak melihat petugas disekelilingnya. Semoga para petugas itu benar-benar sudah bersembunyi jauh sehingga tidak ada yang terkena.
Sekarang waktunya untuk membebaskan teman-temannya. Rangga menghancurkan beberapa sel yang ternyata kosong.
Ternyata penjara ini tidak terlalu luas. Hanya ada sekitar dua hingga tiga lusin sel saja. Itu artinya daya tampungnya tidak terlalu banyak.
Mungkin hal itu didasarkan pada anggapan bahwa tidak banyak manusia yang memiliki kekuatan super. Pasti jumlahnya bisa dihitung menggunakan jari.
Rangga terus mencari teman-temannya. Yang pertama kali ditemukan adalah Maung Bodas.
"Aku tahu kau selalu dapat diandalkan, nak! Aku menyukaimu," sahut Maung Bodas senang karena telah bebas.
"Kita harus mencari yang lain," tegas Rangga.
"Tentu. Kita tidak akan melawan wanita sinting itu berdua saja. Kau tahu aku berusaha mencakar temboknya tapi lecet pun tidak. Sangat membuatku frustasi," cerocos Maung Bodas.
Rangga tidak bisa menahan pria tua itu bicara. Ia juga pastinya akan banyak bicara seandainya tidak mengobrol dengan petugas. Sendirian dalam sel tanpa kawan bicara itu sangat menyiksa.
Selo menjadi orang kedua yang di temukan.
Ternyata mereka dipisah cukup jauh. Sementara ruangan lain tidak ada isinya. Cleopatra sungguh sangat berhati-hati.
"Kau punya kekuatan yang hebat, nak. Aku tahu sejak pertama kali bertemu denganmu," sahut Selo tenang. Selalu tenang, padahal ia baru saja dipenjara.
Adegan penuh emosi mewarnai bebasnya Maung Geulis. Makhluk berwujud gadis dua puluh tahunan itu terisak senang dan segera memeluk ayahnya.
"Aku tidak suka penjara!" serunya di antara tangisnya. "Kupikir aku akan menjadi gila di dalam sana. Sendirian dan tidak tahu apa-apa! Aku benar-benar tersiksa."
"Tenang, nak. Semuanya sudah berlalu. Berterima kasihlah pada Rangga. Tanpa dia kita masih terkurung, entah sampai kapan. Apalagi kita bertiga ini masih punya waktu hidup yang sangat panjang. Pastinya lebih panjang dari si jahat Cleopatra," balas Maung Bodas.
"Terima kasih, nak," ujar Selo
"Terima kasih, Rangga!" seru Maung Geulis, kini memeluknya.
"Terima kasih telah mengakhiri penderitaan penjara," sahut Maung Bodas.
"Sama-sama. Aku senang kita bebas. Meski begitu tugas kita masih banyak," ujar Rangga.
"Memangnya apa yang terjadi sekarang?" tanya Maung Geulis sembari melepaskan pelukannya.
"Cleopatra sudah berulah. Ia ingin Indonesia berjaya seperti masa Sriwijaya dan Majapahit. Invasi ke negara lain kurang lebih. Kudengar di luar terjadi banyak kekacauan dan kerusuhan."
"Dia justru akan menghancurkan Indonesia, semua negara akan memusuhinya!" geram Selo, tidak senang.
"Maka dari itu kita harus segera kembali ke kota dan menghentikan segala kekacauan yang dibuat wanita sinting itu," ujar Rangga sembari mengepalkan tangannya.
"Ayo! Ngomong-ngomong bisa kau tunjukkan arahnya? Kami tidak tahu di mana sebenarnya kita berada. Jadi tidak tahu arah."
"Eh... arah ya...." sahut Rangga binggung.
"Ke utara," kata seseorang. Itu suara petugas yang bicara pada Rangga.
"Pak petugas?" sahut Rangga sembari berbalik.
Kemudian untuk pertama kalinya Rangga tahu rupa petugas yang baik hati, yang menceritakan kejadian di luar penjara dan memberinya telur.
Seorang pria berumur tiga puluhan, masih muda sebenarnya, dengan tubuh ceking dalam balutan seragam biru tua untuk atasan dan bawahannya. Ia mengenakan topi dengan warna senada.
Petugas itu mengintip takut-takut dari balik salah satu tembok yang masih berdiri.
"Jangan takut. Kami tidak akan menyakitimu," sahut Rangga lagi.
"Eh... iya," katanya ragu-ragu.
Berhubung si petugas tidak berani maju, Rangga memilih mendekatinya. Ia melihat nama si petugas itu.
"Terima kasih banyak, Pak Wahyu. Tanpa Bapak saya tidak mungkin memiliki semangat buat keluar. Cerita bapak soal keadaan luar membuat saya bersemangat. Dan ngomong-ngomong telurnya sangat enak."
Wahyu mengangguk takut-takut.
"Saya sudah memperingatkan teman-teman petugas. Awalnya mereka sangsi kalian para tawanan dapat keluar. Tapi kemudian saya menunjukkan cacat dinding metal bekas kekuatanmu dan mereka mulai percaya."
"Terima kasih atas seluruh bantuan Pak Wahyu. Senang akhirnya kita bisa berbincang-bincang tanpa di halangi tembok penjara. Seolah semua bantuan Pak Wahyu belum cukup, kini Bapak muncul dan memberi tahu arah."
Wahyu mengangguk. "Kita berada di pulau yang tidak ada di peta. Penjara di laut lepas. Selatan Jawa Barat," tuturnya memberitahu.
"Mengerti. Kami harap Pak Wahyu dan teman-teman petugas lain bisa aman di sini dan segera kembali ke peradaban begitu kami bisa mengalahkan Cleopatra."
"Saya sangat mengharapkan itu. Indonesia yang damai dan aman! Pasukan Amerika, Inggris, China, dan beberapa negara anggota keamanan PBB…”
“… sepertinya mulai mengirimkan pasukannya melawan Indonesia karena Cleopatra. Saya harap kalian bisa menang!" katanya penuh semangat.
Chapter 21
Penjarahan. Mobil di bakar. Wanita di perkosa. Tidak ada yang turun tangan mencegahnya.
Tuhan di mana kau? Kenapa membiarkan semua ini terjadi padahal dengan mudahnya dapat kau cegah dengan segala kekuatanmu yang tanpa batas?
Rangga tercenung. Jalanan dipenuhi dengan orang-orang bersenjata. Kebanyakan dari mereka membawa senjata tajam. Mulai dari pisau, golok, sabit, hingga katana.
Jalanan berwarna merah bekas darah. Orang-orang mati, mayat bergelimpangan, tak terurus, korban kekerasan, kekacauan, pembunuhan. Yang lain bertindak liar seperti satwa mengejar daging dan darah.
Kacau. Rasa aman sirna. Ini seperti bukan Indonesia. Ini neraka.
Rangga bergerak memadamkan kobaran api yang melahap mall. Rangga berhenti ketika ia melihat seorang pemilik toko yang umurnya sudah enam puluhan diseret oleh sekelompok orang dengan senjata tajam.
Orang itu memohon ampun tapi orang-orang yang hendak menjarah tidak menggubrisnya. Mereka menendangi orang tua itu tanpa rasa iba. Seolah mereka sudah kehilangan cinta.
Rangga datang menyelamatkan tepat saat salah satu dari empat orang itu hendak mengayunkan senjatanya ke arah pemilik toko. Ia sudah tidak bisa bersikap baik lagi.
Pukulannya ke perut orang yang hendak membacok tadi mematahkan beberapa tulang rusuk si korban.
Ia tidak ingin berlama-lama dengan satu orang gila. Maka dari itu ia segera berbalik dan mematahkan tangan-tangan para penjarah itu. tidak hanya satu, tapi keduanya.
"Sial! Dia sangat cepat dan kuat! ayo kabur!" pekik ketiga penjahat itu panik. Sementara temannya yang patah di tulang rusuk terkapar ditanah, mengerang kesakitan.
Tapi Rangga tidak peduli. Ia tidak ada toleransi pada penjahat. Tidak perlu dikasihani.
Setelah membereskan para penjarah, ia membantu si orang tua itu bangkit dan memapahnya kembali ke toko.
"Terima kasih, terima kasih!" katanya sembari menangis.
"Tetap aman, Pak. Aku akan membantumu menutup toko. Jangan lupa di gembok ya," sahut Rangga menasehati. "Jangan keluar-keluar dulu sebelum keadaan tenang."
"Tadi saya memang ingin menggembok, tapi orang-orang itu datang duluan," isak si pemilik toko. "Untung ada kau! Pembela kebenaran. Terima kasih banyak!"
Rangga membantu orang itu menutup tokonya. Setidaknya ia tidak akan kelaparan karena tokonya adalah toko kelontong.
Tapi tidak semua orang punya persediaan makanan yang cukup, Rangga harus segera menghentikan kekacauan ini.
"Orang-orang menggila, aku tidak bisa menemukan kemanusiaan di kota ini!" seru Maung Bodas, ngeri.
"Aku tahu. Mereka sudah termakan oleh kata-kata Cleopatra. Aku tidak mengerti mengapa si presiden jahat itu melakukan ini semua."
Rangga, Selo, Maung Bodas, dan Maung Geulis memandangi sekitar. Mereka sudah membantu hampir setengah hari tapi tidak ada perbaikan. Orang-orang menjadi liar.
Di sisi kirinya, Rangga bisa melihat segerombol orang bahu membahu membuka brankas satu dealer mobil. Cukup lama mereka melakukan kerja sama hingga brankasnya terbuka.
Mendadak ketika mereka melihat lembaran uang, para penjarah itu langsung saling hantam.
Kekompakan yang tadi cuman sementara. Orang-orang berebut uang. Ada satu Bapak yang mendapat banyak. Ia langsung di tarik bajunya oleh penjarah lain.
Untuk menghindari kepungan dan melindungi dirinya, si Bapak itu menyebarkan beberapa uang yang ada di pelukannya.
Akhirnya si Bapak bisa lepas. Usahanya berhasil untuk mengalihkan perhatian. Orang-orang berebut uang yang terhambur sementara Bapak tadi menyelamatkan bergepok-gepok uang jarahannya.
Satu unit mobil merah yang penuh penumpang dilempar batu oleh salah seorang warga hingga kaca belakangnya pecah. Rangga yakin orang di dalamnya pasti ketakutan setengah mati.
Bangunan dan gedung di sekitar mereka sudah rata dengan tanah. Hanya puing-puing bata dan beton nampak terbakar hangus. Rangga tidak tahu berapa banyak orang harus kehilangan nyawanya karena kerusuhan ini.
Massa biasanya memulai pelemparan, setelah itu penjarahan baru kemudian pembakaran. Jadi dapat dipastikan baik orang yang tidak berani keluar gedung atau tengah menjarah banyak yang mati karena mendadak gedung di bakar.
Rangga bisa melihat mayat-mayat dengan kepala bocor. Mereka nampaknya mencoba melompat saat kebakaran terjadi. Namun usaha mereka juga mengantar dirinya pada maut.
Ah... suasana panas yang penuh amarah.
Selanjutnya Rangga melihat fasilitas umum dirusak. Lampu lalu lintas didongkrak beramai-ramai, dirobohkan. Kantor-kantor polisi di bakar massa.
Rangga tidak tahu harus berbuat apa? “Sepertinya sia-sia, kita harus melakukan langkah bukan ditataran ini, kita harus ke tataran kekuasaan tertinggi dan menghentikannya di sana” Ujar Rangga.
Rangga mendongak ke atas. Satu unit helikopter terbang rendah, sepertinya hanya mengawasi.
Dari tempatnya berada, Rangga bisa melihat kawasan sekitar Istana dijaga dengan panser dan tentara bersenjata lengkap. Barikade-barikade kawat berduri di pasang ditiap jalanan yang mengarah ke istana.
Sealunan suara keras terdengar. Mobil lainnya yang digulingkan dan dibakar. Suara api dan pecahan kaca seolah tidak putus. Jakarta dipenuhi asap hitam.
Rangga memandangi ponselnya, tidak ada sinyal. Tentu Mala sangat mengkhawatirkannya. Ayahnya juga Prof. Habibie. Mereka pasti sudah mencoba menghubungi Rangga begitu kerusuhan terjadi.
Semoga Labuan Bajo dan daerah Flores tidak ada kejadian semacam ini. Rangga tidak bisa membayangkan kota tempatnya buat pulang juga hancur.
Jalanan tidak pernah sepi. Bunyi teriakan massa dan korban-korban yang tergeletak di jalanan seolah tidak putus. Orang-orang berlarian sambil membawa berbagai barang bahkan ada yang sengaja menggunakan troli.
Kali ini Rangga memandangi brankas ATM sedang dihancurkan. Sebegitukah sulitnya ekonomi negara ini hingga orang-orang menggila?
Sungguh tidak terkendali.
Rangga segera bangkit ketika mendadak satu teriakan pilu terdengar.
"Di mana arahnya?" tanya Maung Geulis tegang.
"Tenggara," sahut Maung Bodas mantap.
Pengendara motor itu melihat ada segerombolan orang menghadang di jalan.
Merasa gerombolan itu tidak berniat baik, ia mencoba berbalik. Sayang, kelompok lain sudah mengepungnya. Merasa tidak ada jalan keluar, si pengendara meninggalkan motornya dan berusaha kabur.
Sayang, salah seorang pengejarnya berhasil meraih baju belakangnya. Pengendara itu tertangkap. Ia dipukuli beramai-ramai. Si pengendara mencoba melawan. Tapi, sia-sia saja, mereka banyak, ia sendirian.
"Mau diapakan aku?" katanya ketakutan.
Ia didekatkan pada motor yang ditinggalnya. Mendadak mereka membuka tangki bensin dan segera menguyurkannya ke tubuh si pengendara malang.
Kemudian seseorang menyalakan korek api dan melemparkannya ke tubuh pengendara. Api segera berkobar hebat. Pengendara itu pingsan.
Rangga yang datang terlambat, lebih mementingkan korban. Ia berusaha memadamkan api di tubuh korban. Setelah berhasil, ia segera membawanya ke rumah sakit terdekat diikuti teman-temannya.
"Pasti ia akan mengalami cacat fisik," ujar Maung Geulis, lirih.
"Luka bakarnya ada di sekujur tubuh."
"Yang penting dia selamat," sahut Maung Bodas sembari mengelus-elus rambut anaknya.
"Kedamaian hilang, Keadilan sudah mati," bisik Maung Geulis lagi.
Di sudut lain tempatnya duduk, Maung Geulis tertuju pada satu keluarga yang nampak tidak dalam kondisi yang baik.
Anak-anaknya terlihat babak belur. Kulitnya kebiru-biruan dan mata yang memar. Kondisi mereka sangat labil. Bahkan untuk berbicara juga sepertinya sulit.
"Apa yang terjadi pada keluarga itu?" tanya Maung Geulis pada perawat yang lewat.
"Anak gadis itu diperkosa oleh empat orang dan kemaluannya disodok menggunakan kayu, sementara si anak laki-laki dipukuli. Sementara orang tua nya ditahan, diminta menonton apa yang terjadi pada kedua anaknya," cerita si suster.
"Anak gadis itu diperkosa? Tapi dia masih kecil!" sahut Maung Geulis merasa sangat sedih.
"Enam tahun," jawab si suster. "Kau lihat ibunya kelihatan stress karena menyaksikan anak-anaknya diperlakukan secara tidak pantas.
Maung Geulis tidak mampu berkomentar lagi. Baginya para pelaku yang menyakiti anak-anak itu sudah sakit jiwa. Tidak memiliki rasa iba. Beringas.
"Mereka masih beruntung. Kebanyakan malah dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh." jelas suster sembari berlalu.
Kerusuhan ini sungguh sinting. Kemanusiaan tidak ada. Kejahatan menjadi raja. Yang ditegakkan adalah hukum rimba.
Sampai kapan ini harus terjadi?
Mengapa orang-orang di sana tidak mampu merasa iba? Semuanya untuk diri sendiri. Tidak peduli sesama. Kejam.
“I…ini…ini semua kesalahanku, kenapa aku mencuri topeng itu?” Rangga terduduk, air matanya menetes.
“Jangan salahkan dirimu Rangga, ini perjalanan yang harus kau jalani, kita semua jalani” Selo berkata lirih dengan suara serak.
“Benar Rangga, yang terpenting bukan yang telah terjadi, tapi bagaimana memperbaikinya…” isak Maung Geulis.
“Dan tuhan membiarkan saja hal ini terjadi…” Rangga tersedak serak saat mengatakannya.
“Ah kau sudah dewasa… sudah saatnya meninggalkan hal kekanakan seperti itu, sebaiknya kau banyak membaca buku Ultima Dream karya Angel Michael atau bisa juga membaca buku karya Friedrich Nietzsche” Kata Selo.
“Akan aku lakukan nanti….” Jawab Rangga dengan suara serak.
Mendadak layar-layar di sekitarnya menampilkan wajah Cleopatra.
"Itu presiden!" sahut seseorang dengan pedang samurai di kedua tangannya.
"Indonesia harus berjaya. Salam wahai rakyatku. Sebagai presiden aku telah mendengar bahwa telah terjadi kekacauan di berbagai tempat di Indonesia setelah saya menaikkan pajak”
“Kekacauan ini bukan saya penyebabnya, tapi kalian sendiri yang merampok, melakukan kerusuhan.”
"Maka dari itu, dari pada menghancurkan negara sendiri lebih baik menyerang negara lain. Aku sudah membicarakan hal ini dengan para menteri.”
“Tiga hari lagi kita akan menyerang Malaysia, kemudian Singapura, Brunei, dan negara-negara Asean lainnya, kemudian China, Jepang, India, dan seterusnya sampai ke kutub utara.”
“Jadi simpan tenaga kalian dan mainkan permainan di babak yang terbaru. Jayalah Indonesia, Jayalah Nusantara!"
"Kurasa kita tidak punya pilihan lagi. Memberantas segala kejahatan ini harus dari akarnya. Percuma saja membantu korban-korban, tidak akan ada habisnya," geram Rangga sembari berdiri.
"Meski mungkin kita akan kalah lagi?" tanya Maung Geulis ketakutan. "Jujur saja serangannya sangat sakit. Untung kita tidak gampang mati."
"Tapi aku masih tidak mengerti mengapa satu topeng bisa memberikan kekuatan hanya dengan memakainya?" sahut Rangga, gelisah.
"Masa lalu tidak seperti yang kebanyakan orang bayangkan, Rangga. Beberapa makhluk dari frekuensi lain yang melakukan kontak dengan manusia di beberapa kerajaan. Membawa teknologi mereka yang sangat canggih.
"Topeng itu adalah teknologi yang orang kini menyebutnya nanoteknologi. Bagian dari exo armor yang melindungi penggunanya sekaligus sebagai senjata bila diperlukan. Jadi bukan sihir seperti yang kebanyakan orang pikir," jelas Selo.
Rangga mengerutkan dahinya.
"Apakah kau adalah salah satu keturunan orang dari frekuensi lain, Selo?" tanya Rangga.
"Iya," jawab Selo. "Aku keturunan dewa atau makhluk yang lebih tinggi evolusinya. Termasuk maung dari Planet lain, tapi dari galaksi lain."
"Jadi Siliwangi juga keturunan makhluk dari planet lain," sela Maung Bodas.
"Nah, sekarang bagaimana cara mengalahkan pengguna topeng Calon Arang?" sahut Rangga bersemangat. Harusnya mereka tahu. Mereka bukan makhluk normal!
"Karena nanoteknologi menggunakan kekuatan listrik dan mesin dalam ukuran kecil, maka solusinya adalah dengan menggunakan Electro Magnetic Pulse (EMP)”
“Nah, tinggal bagaimana caranya membuat senjata EMP," ujar Selo sembari mengeluarkan tenaga hentakan listrik dalam mode EMP kepada ketiga orang dihadapannya.
Mendadak TV di sekitar mereka off, beberapa lampu di area sekitar juga off.
“Sayangnya EMP punyaku tidak akan mampu meng-off-kan nano teknologi yang ada di topeng Cleopatra”.
“Kenapa?” Tanya Maung Bodas.
“Kekuatannya terlalu kecil, kita memerlukan kekuatan yang jutaan kali lipat dari kekuatanku untuk membuat topeng itu tidak berfungsi” Jawab Selo.
“Harapannya ada pada seseorang yang memiliki kekuatan yang mampu membuat ledakan EMP dengan cara lain?” Maung Geulis menimpali.
Ketiga orang tersebut melihat ke arah Rangga.
Rangga keheranan. “Tunggu aku tidak punya kekuatan listrik…” Rangga mengelak.
Rangga terdiam. Mereka bertiga masih memandanginya. Merasa jengah, Rangga mundur dan berjalan ke arah lain. Ketiganya mengikutinya sembari tetap memandanginya.
Tubuh Rangga bukan dari elektronik, bagaimana ia mempelajari cara kerja EMP? Pasti ada kemungkinan untuk meniru cara kerja EMP.
Tunggu! Apakah EMP mirip seperti ilmu mengeluarkan energi listrik yang ia pelajari dari orang Bali? Ion, tubuh manusia memiliki ion, menghasilkan listrik.
Rangga mendadak berlari cepat, ketiga temannya mengikutinya. Jawabannya hanya satu. Dia harus mencari alat, toko smartphone.
Setelah ketemu di area toko smartphone yang ditinggalkan pemiliknya. Rangga memecahkan kaca dan mengambil satu smartphone, di-on-kannya power-nya.
Ledakan listrik spontan seperti petir menimbulkan EMP? Beruntung Rangga memiliki teman seperti Prof. Habibie yang suka nyerocos apa pun soal ilmu pengetahuan.
Kini meski mereka terpisah, Rangga masih ingat kata-kata orang genius itu.
Tangan Rangga mengepal “Hentakan energi secara mendadak” ucap Rangga lirih.
JDAAAR
Hentakan energi mendadak muncul dari kedua telapak tangan Rangga dalam skala kecil.
Berhasil! HP-nya rusak. Tapi bukankah lebih baik ia memastikannya sekali lagi?
Maung Geulis menyodorkan satu smartphone yang baru saja di-on-kannya.
JDAAAR
Melihat HP tersebut mendadak off. Maung Geulis, Maung Bodas, dan Selo tersenyum menaruh harapan pada Rangga.
*
Istana negara nampak kokoh sekaligus anggun dengan bermandikan lampu-lampu yang berasal dari dalamnya.
Malam ini akan menjadi penentuan. Apakah mereka harus kalah lagi dan menjadi pecundang atau berhasil menghentikan Cleopatra.
*
Cleopatra tengah berdiskusi dengan para jenderalnya untuk menyerang negara lain. Ia ingin penyerangannya berhasil jadi perlu taktik dan strategi yang baik.
“Kejayaan Indonesia yang telah lama hilang harus bisa kembali dalam genggaman. Tunjukkan pada dunia kalau Indonesia adalah negara yang besar, yang harus disegani.”
“Maaf, Bu Presiden, tapi persiapan tiga hari saja apakah cukup?” tanya seorang jenderal takut-takut.
“Tentu saja, apalagi kita punya bantuan dari rakyat! Pasti menang.”
“Saya rasa kita tetap akan kalah karena mereka memiliki peralatan perang yang lebih mumpuni,” sahut Jenderal lainnya membantu pernyataan jenderal yang pertama.
“Kau ini racun yang tidak ingin Indonesia berjaya! Enyah kau!” geram Cleopatra.
SRAAAARKH
AAARRGH
Cleopatra baru saja membunuh jenderal barusan dengan sinar energi yang keluar dari tangannya.
“Siapa lagi yang berani bicara kita tidak bisa menyerang dalam tiga hari? Yang tidak setuju dengan perintahku sama saja dengan meminta mati! Dasar bedebah!”
Semua jenderal diam, tidak ada yang berani membantah lagi.
“Yang terpenting, kalian menyiapkan segala sesuatunya dengan baik dalam tiga hari ini karena aku menginginkan kemenangan! Indonesia harus jaya!”
“Masa lalu biarlah berlalu, Cleopatra. Indonesia sudah terbentuk dengan baik, sekarang sudah bukan zaman penjajahan lagi,” sahut seseorang dari pintu yang memang sengaja dibiarkan terbuka.
Cleopatra menoleh dan mendapati empat orang yang sudah dikalahkannya muncul kembali dihadapannya.
“Kekalahan waktu itu tidak berhasil membuat kalian kapok rupanya. Jendral, serang mereka!” perintah Cleopatra geram dengan kedatangan para tamu yang tidak di undangnya.
Empat orang jenderal menembaki keempat sosok penyusup itu dengan senapan mesin enam laras.
Selo, Maung Bodas, dan Maung Geulis berlari cepat buat menghindari tembakan. Sementara Rangga dengan santai menerima tembakan, ia kebal.
Dengan langkah mantap, Rangga menghampiri para jenderal dan menghancurkan senjata mereka satu per satu. Para jenderal hanya bisa bengong saat sanjatanya rusak.
“Hancurkan mereka!” seru Cleopatra tidak sabar.
“Dengan apa?” tanya seorang jenderal tanpa senjata.
“Dasar kalian jenderal bodoh. Masa presiden kalian harus turun tangan? Kalian sungguh tidak berguna!” geram Cleo lalu bergerak cepat, mencengkeram leher baju para secara bergiliran dan melemparkan keempat jenderalnya ke tembok secara berurutan.
“Akhirnya bisa berhadapan dengan presiden lagi,” cibir Rangga.
“Belum kapok kalian? Sudah lupa kalau kalian berempat tidak bisa mengalahkanku?” cemooh Cleo sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
“Tapi aku cukup terkejut kalian bisa lolos dari penjara khususku. Jadi bagaimana kalau kalian jadi bawahanku saja?”
“Tawaran yang bagus, tapi kami ingin yang lebih bagus lagi. Mati saja kau penyihir sinting!” hardik Maung Bodas, marah.
bersambung....
Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 2 Nomor 10 Oktober 2017 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa
“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”
AN1MAGINE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening
website an1mage.net www.an1mage.org
Comments
Post a Comment