KELINCI
https://finalfantasy.fandom.com/wiki/Viera
KELINCI
Aku tertegun melihatnya.
“Kenapa?” tanya perempuan itu.
“Tidak kusangka, telingamu begitu indah?” pujiku.
“Kau sudah sering melihatnya,” Dia tersenyum dengan terlihat begitu cantik terlihat gigi kelincinya saat melirikku.
“Entahlah, sepertinya aku baru memerhatikan dengan sungguh-sungguh tadi,” kucoba meredam keraguannya.
“Dan senyummu begitu indah,” lanjutku.
“Kau … tidak seperti kau, kau tidak pernah memberikan rayuan sebelumnya,” Dia melirikku lagi dengan mata menyipit.
“Ah kau tahu aku bukan aku, sepertinya aku mindporting ke area ini secara random,” jawabku dengan candaan.
“Kau serius?” tanyanya.
“Entahlah, hutan ini, apakah ini di Bumi?” tanyaku.
“Ya, ini di Bumi, Pulau Dayak, eh Pulau Kalimantan, area Barat, hutan ini satu-satunya pilihan agar spesies kita bisa survive, berbeda frekuensi dengan manusia di Bumi,” jelasnya.
“Jadi ini tetap Bumi tapi frekuensi lainnya?” tegasku.
“Ya,” jawabnya sembari menatapku,”kau tahu namaku?” tanyanya.
Aku menggeleng.
Dia menahan napas sesaat, tersenyum,”Namaku Hana.”
“Aku … aku tidak tahu namaku di sini, aku punya banyak nama,” jawabku.
“Apa nama yang paling akhir yang ingat?” tanya Hana.
“Zeus,” jawabku.
Hana terdiam.
“Zeus? Dewanya para dewa?” Hana menekankanku.
“Ya, aku dewanya dewa, punya kekuatan listrik eh petir,” jawabku.
“Kau masih memiliki kekuatan itu,” tanya Hana.
“Tidak di tubuh ini, tapi aku juga mampu membangkitkan orang yang meninggal dengan kekuatan listrikku, menghidupkan lagi aktifitas jantungnya karena listrik,” jawabku.
“Ah mungkin kau punya nama lain selain Zeus, dokter atau Gesu mungkin?” tanya Hana sembari tersenyum lagi.
“Entahlah, mungkin juga,” jawabku.
“Satu hal, jangan bicara hal ini kepada lainnnya,” tegas Hana.
“Mengapa?” tanyaku.
“Kau mungkin dianggap berimajinasi,” jelas Hana.
“Bukankah setiap kemajuan suatu peradaban karena imajinasi?” aku berargumen.
“Benar, tapi ada beberapa orang atau kelompok yang tidak ingin orang lain atau kelompok lain memiliki imajinasi berbeda dengan imajinasi kelompok mereka sendiri,” jelas Hana.
“Bila imajinasi mereka berbeda dari imajinasi yang dipercayainya, mereka akan mengintimidasi, mengisolasi, bahkan membunuh pengikut dengan imajinasi berbeda dari imajinasi yang dipercayainya,” jelas Hana.
“Maksudmu para pengikut kepercayaan?” tanyaku.
“Ya mungkin beberapa menjadi agama, tapi ya kau benar,” Hana menekankan.
“Kalau kau dewa, bahkan pemimpin dewa, kenapa kau mindporting secara random, tidakkah kau mampu mengendalikannya?” tanya Hana.
“Kau percaya mindporting?” tanyaku.
“Kau boleh bilang aku percaya pada imajinasimu,” Hana tersenyum indah.
“Kenapa kau tidak membaur dengan manusia?” tanyaku.
“Manusia belum siap dengan tampilan spesies yang berbeda, telinga panjang, gigi kelinci, mereka belum siap menerima spesies manusia kelinci,” jelas Hana.
“Di Bumi sudah banyak alien yang bergabung dengan manusia,” jelasku.
“Kau dari masa para dewa, akan lebih mudah berbaur, kami memilih timeline 2020 sebagai titik awal kontak pertama di Bumi, tetapi sepertinya timeline kontak diundur minimal 10 tahun ke depan” jawab Hana.
“Tidak juga, aku juga sulit berbaur, cuma di timelineku spesies alien yang cantik dan tampan menurut versi manusia masuk ke kategori dewa yang tinggal di langit dan yang tampilannya buruk rupa menurut kategori manusia dianggap sebagai dewa di dalam perut Bumi atau underworld,” jawabku.
“Ah kau beruntung masuk kategori dewa langit,” pujinya.
“Tidak juga, aku pikir aku juga punya penentang sesama dewa langit, kini aku tahu apa maksudnya,” jawabku.
“Siapa penentangmu?” tanya Hana.
“Atheos,” jawabku tanpa ragu.
“Paling tidak kini kau bisa berdamai saat bertemu dengannya nanti,” saran Hana.
“Aku pikir aku mungkin akan melakukannya,” jawabku.
“Menurutmu, kalau aku di timelinemu, aku masuk kategori dewa langit atau dewa di dalam perut Bumi?” tanya Hana dengan mata menyipit.
“Hm kau sepertinya masuk ke dewa di antaranya, seperti Pan atau Centaur sejenis itu,” jawabku.
“Tapi mereka bukan dewa,” Hana melirikku.
“Beberapa ada yang menyebut mereka demikian, hanya masalah persepsi,” kilahku.
“Baiklah, fair enough,” Hana menggerakkan kepalanya menunjuk ke satu arah.
Aku mengikutinya.
“Kau lihat, dari variasi timeline lainnya,” Hana menunjukkan hologram yang muncul di tengah area lapang di salah satu sisi hutan ini.
“Seharusnya di timeline ini, akhir 2020, akan terjadi kontak pertama manusia dengan beberapa spesies alien termasuk spesiesku, disiarkan secara langsung melalui TV, Internet, dan media sosial lainnya di beberapa negara seperti USA, Rusia, China, Jepang, dan UK,” jelas Hana.
“Mengapa tidak terjadi?” tanyaku.
“Manusia masih banyak yang belum bisa terlepas dari memaksakan imajinasinya kepada yang lain, padahal yang kami perlukan cuma 40% saja dari populasi manusia agar tidak memaksakan imajinasinya kepada orang lain, tetapi sangat sulit untuk dilakukan oleh manusia” jawab Hana.
“Oh …, apakah itu buruk?” tanyaku.
“You tell me?” jawab Hana.
“Apa maksudmu?” jawabku.
“Kau salah satu yang pernah mereka sembah sebelumnya, apakah mudah mereka melepaskan untuk tidak memaksakan imajinasinya?” tanya Hana balik.
“Setelah kupikir, inilah yang diusahakan oleh Atheos selama ini,” jawabku lirih.
“Mulai melihat betapa pentingnya lawanmu itu?” tanya Hana dengan nada menyindir.
“Ah come on, tidak perlu sinis,” jawabku.
“Kau lihat, kini terbentuk timeline baru, di mana kontak akan dilakukan diundur mungkin sepuluh tahun lagi, dua puluh tahun lagi atau secara bertahap mungkin, karena lebih mudah dilakukan antar negara,” jelas Hana.
“Bagaimana kalian melakukannya?” tanyaku.
“Virus,” jawab Hana.
“Kalian membuat virus?” tanyaku.
“Bukan, manusia yang melakukannya,” jawab Hana.
“Manusia sudah mampu memanipulasi DNA virus dan menggunakannya untuk kepentingan mereka?” tanyaku.
“Tidakkah di timelinemu juga sudah pernah dilakukan?” tanya Hana.
“Hanya beberapa yang melakukannya, tetapi tidak untuk seluruh manusia di Bumi,” kilahku.
“Paling tidak, kini mereka lebih cerdas setelah sekian millennia, terutama untuk kontrol atau kendali utuh seluruh negara dan ekonomi, mereka menggunakan PBB sebagai alat untuk mencapai tujuannya,” jelas Hana.
“Dan kau membiarkan saja?” tanyaku.
“Bagian dari evolusi pikiran manusia yang harus mereka lalui,” jawab Hana.
“Tapi lihat sisi baiknya, kontak mungkin diusahakan diadakan per negara atau per area, terlebih lagi dengan adanya isolasi per area dan penggunaan masker, meminimalkan kami terkena oleh virus apa pun yang selama ini ada atau buatan manusia lainnya,” jelas Hana.
“Kau melihat sisi baiknya,” pujiku.
“Bukankah mencari solusi dari setiap permasalahan dan mengadaptasi kepada perubahan yang baru sangat penting bagi survival?” jelas Hana.
“Ya, aku tahu maksudmu sekarang dengan survive di tempat ini,” jawabku dengan pengertian yang dalam.
“Bagus!” Hana memuji.
*
M.S. Gumelar
ms.gumelar@gmail.com
+6287786666745
An1magine Volume 5 Nomor 12 Desember 2020
Jurnal majalah bulanan populer seni, desain, animasi, komik, novel, cerita mini, dan sains ringan yang dikemas dalam format education dan entertainment (edutainment). An1magine mewadahi karya cerita mini, cerita bersambung dalam ragam genre, tutorial, dan komik dalam ragam gaya gambar apa pun. Jurnal majalah An1magine ini dapat diakses (open access system). Silakan klik link di atas untuk mengunduhnya.
An1magine edisi ini dapat diunduh juga di An1mage Journal, Dcreate, iteks, Play Store, dan Google Book. Silakan klik link aktif yang ada untuk mengunduhnya. Gak mau ketinggalan berita saat An1magine terbit? Gabung yok di An1mareaders WA Group, Facebook, Instagram, Twitter
Dapat duit dengan berkarya di rumah aja. Kirim karya komik (manga) dan cerita mini (cerita pendek) buatanmu. Info lanjut di Bubble up Yourself
Silakan klik PDF di bawah ini untuk mengunduhnya.
Comments
Post a Comment