ZELOSTONE by Archana Universa
ZELOSTONE
Archana Universa
Jalanan itu terletak di samping rel kereta. Tidak banyak yang melintas, terutama setelah hujan turun sore-sore seperti ini. Sepi, tapi ada seorang pria berjalan menembus rinai hujan tipis-tipis dengan kepala tersembunyi di balik hoodie. Kepalanya tertunduk, wajahnya tidak kelihatan. Entah menyelamatkan wajahnya dari basah hujan atau sebenarnya ingin menyembunyikan dirinya dari dunia.
"Mau kemana?" tanyaku sembari berlari-lari kecil menyusulnya.
Langkah pria tersebut terhenti. "Kau mengenalku?" tanyanya, bingung.
"Kau tidak punya tujuan, kan? Bagaimana kalau berhenti sejenak di tempatku?" tawarku sembari berbagi payungku dengannya.
"Maaf, aku tidak mengenalmu. Kau asing," tolaknya. Ia nyaris melangkah lagi, tapi kali ini aku menarik hoddie-nya.
"Hei!" Dia memprotes.
"Zolestone. Kau mau ke sana sekarang? Kukatakan padamu: Jangan!" Seruku terlalu kencang.
Suaraku menggema di jalanan sepi. Dipantulkan jalanan basah, pepohonan, dan langit. Seolah-olah ada yang sedang bersahut-sahutan.
"Kau siapa menahanku? Penjaga Zelostone?" tuntutnya. Kali ini ia menyingkap hoddie dari kepalanya. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Pria itu marah, sangat kentara.
"Tidak diperbolehkan menuju Zelostone saat hampir malam, juga pada saat cuaca buruk," tegasku.
Muncul kegalauan dari dalam diri pria itu. Aku tahu aku sudah menang. Zelostone akan tetap sunyi, setidaknya untuk malam ini.
***
Seingatku nama Zelostone tidak populer bahkan dalam kurun waktu setahun silam. Nyaris tidak ada pencarian dengan kata kunci Zelostone di search engine. Begitupun artikelnya. Hampir tidak ada data.
Jika seseorang mengetikan Zelostone di mesin pencari, maka akan muncul "did you mean" Bellastone. Bukan nama tempat, melainkan nama peralatan untuk memasak pizza.
Hanya saja hidup bisa menjadi terlalu random. Ada yang berusaha dengan susah payah untuk menjadi terkenal, tapi tak kunjung terkenal. Ada yang hanya diam namun mendadak namanya dikenal banyak orang.
Kenyataan yang membuatku bertanya-tanya apa artinya hidup ini jika memang ada hal-hal yang sudah digariskan? Takdir katanya .…
Jika segalanya sudah ada path tertentu, lantas buat apa berusaha? Mungkin saja manusia tidak ada bedanya dengan karakter di salah satu buku novel. Si penulis sesuka hati menentukan hidup-mati, senang-sedih dari tokoh ciptaannya. Jadi buat apa bersusah payah dalam hidup ini?
***
"Aku pernah berusaha begitu keras. Menantang berbagai resiko. Percaya bahwa usahaku akan berhasil. Bahwa semesta akan melihat usahaku dan membuat kondisi hidupku lebih baik."
Aku mengangkat kepala dan memandangi lawan bicaraku. Kami sudah berada di rumahku sekarang. Bersembunyi dari guyuran hujan dan bentakan guntur di luar.
Ia melanjutkan ucapannya. "Tapi itu tidak terjadi. Aku telah berusaha. Mengerjakan berbagai hal, mencoba membuka peluang bagi diriku sendiri. Berusaha melakukan yang terbaik.Namun aku terus gagal. Berulang kali. Hidup di dasar.
Merasa menjadi manusia gagal dan tidak berguna. Kemudian merasa tidak ada harapan lagi karena kegagalan yang terjadi datang terus-menerus dan dalam waktu yang panjang. Bertahun-tahun lamanya ...."
"Karenanya kau memutuskan ke Zelostone." Aku langsung meloncat pada konklusi ceritanya.
Dia mengangguk. "Aku hanya ingin segalanya berakhir. Aku berpikir bahwa semesta memang sudah memiliki cerita bagiku sehingga apa pun yang kulakukan tidak berhasil, mungkin karena memang tidak sesuai yang sudah digariskan."
"Apakah ini pertama kalinya kau ingin pergi dari dunia ini?" tanyaku.
"Kurasa aku sudah memikirkannya setiap malam. Aku sudah memimpikan menggantung leherku dengan tali berulang kali," akuinya.
"Kita semua memiliki fantasi liar. Dengan tidak melakukannya, itu artinya kita tetap waras," celetukku.
Ketika tatapan mata kami bertemu, kami, satu sama lain, menyadari bahwa kami punya cerita-cerita suram. Semelodi lagu dengan tema yang sama, namun alunan nada yang berbeda.
"Kau tahu kadang untuk bercerita saja, orang yang kita anggap dekat dengan kita saja tidak mau mendengarkan. Mereka memotong pembicaraan yang belum kita selesaikan.
Menolak, tidak ingin mendengar cerita negatif." Aku membuat tanda petik dengan kedua tanganku saat mengatakan cerita negatif.
Dia melepas napas panjang. "Benar, tidak ada yang mau mendengarkanku. Mereka menyuruhku berhenti. Seolah jika aku berhenti menceritakannya, keinginan itu juga akan hilang."
"Menceritakan kesedihan bisa jadi hal yang sangat tabu. Orang lain menolak untuk mendengar dan penderitanya tidak boleh membicarakan," ujarku setuju.
"Apa kau juga pernah berpikir untuk pergi ke Zelostone?" tanyanya.
"Bukan sekadar memikirkannya, aku benar-benar pernah ke sana," ungkapku.
***
Lokasinya tidak terlalu jauh dari pemukiman warga. Sekitar lima belas hingga dua puluh menit berjalan kaki dari rumah terakhir. Suasananya pun tidak mencekam. Zelostone sunyi, itu saja, tidak ada yang spesial.
Tapi jarak yang menurutku dekat, belum tentu buat yang lain menganggapnya dekat. Ini masalah stamina dan apakah fisik dalam kondisi prima.
Dari yang kudengar, banyak yang mencapainya dalam waktu setengah jam atau lebih karena kehabisan tenaga sehingga harus sesekali berhenti di tengah perjalanan.
Ini adalah jalan menanjak bagi orang yang putus asa. Berliku, kadang harus menjumpai jurang. Semakin menantang ketika hujan karena tanah di bawah kaki jadi curam dan licin. Bukan medan yang dapat ditaklukan dengan mudah.
Tapi itu belum klimaksnya. Mendekati Zelostone, para jiwa merana harus menapaki anak tangga yang dialiri air. Banyak yang menggunakan bantuan tangan, merangkak.
Kadang alirannya bisa sangat deras. Pendaki bisa celaka, bahkan bisa hanyut tergulung air kemudian meluncur ke jurang saat debit airnya terlalu deras di penghujan.
***
"Jadi benar, banyak yang meninggal sebelum benar-benar tiba di Zelostone?" Pria itu bertanya sembari melotot.
"Medannya terlalu berbahaya. Kebanyakan cedera tanpa mendapat pertolongan hingga mengembuskan napas terakhir," tuturku.
"Apa kau melihat mayat sepanjang perjalananmu?"
"Tidak, aku ke sana jauh sebelum Zelostone terkenal."
"Oh!" Ia berseru. "Gara-gara penulis itu, Zelostone jadi trending. Seratus orang bunuh diri di sana tahun lalu?"
"Lebih," kataku dengan nada penekanan.
"Lalu apa yang membuatmu tetap menlanjutkan hidup? Apakah seseorang menghentikanmu? Seperti kau yang lakukan sekarang, menyelamatkanku." Dia minta penjelasan.
"Zelostone yang menyelamatkanku," jawabku, singkat.
"Bagaimana bisa?" Ketidakpahaman terpeta dengan jelas di wajahnya.
"Zelostone menyadarkanku bahwa aku kuat, hebat. Aku berhasil mencapai puncaknya dan menarik diriku dari jurang perasaan tidak berguna.
Aku merasa hebat mampu sampai ke sana sementara banyak orang yang gagal. Perasaan bahagia sontak memenuhiku dan keinginan untuk pergi ke alam baka meredup," ceritaku.
"Awalnya aku hanya ingin duduk sejenak di sana sambil menanti matahari pagi datang. Namun keputusan kecil itu ternyata membawa perubahan besar, memberiku harapan dari tempat yang tidak kupikir sebelumnya.”
“Saat sinar matahari memandikanku, aku melihatnya, tanaman obat langka. Aku mengambil beberapa kemudian menanamnya di rumah. Jadi disinilah aku sekarang. Menjual herbal juga teh."
Lawan bicaraku menganga mendengar ceritaku. Kisahku seperti karangan belaka. Namun apa yang kadang dirasa mustahil malah terjadi.
Aku tersenyum. "Kadang aku berpikir, jika diriku di masa sekarang pergi ke masa lalu kemudian memberitahu diriku sendiri jika aku akan berhasil di masa depan, menjual herbal dan teh, tentu aku di masa lalu tidak akan memercayainya.
Kedengarannya terlalu indah. Kondisinya sangat berbeda. Saat itu aku hanya tidur beralas kardus dan kerap makan makanan instan karena tidak punya banyak uang."
Keheningan menyelimuti kami selama beberapa saat ketika kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
Aku mendorong kursi dan menyiapkan kasur lipat untuk kami berdua tidur malam ini.
Sebelum tamuku benar-benar terlelap aku mengatakan ini padanya.
"Kita tidak bisa mengetahui masa depan. Tapi aku ingin memberitahumu ini: Tidak mungkin kau akan merasa sedih selamanya. Kita tidak akan pernah tahu siapa atau apa yang akan menyelamatkan kita. Namun yang pasti, hari ini kau telah menyelamatkan dirimu sendiri."
Cerita mini ini terpublikasi juga di An1magine versi cyber magazine
- An1magine ISSN: 2502-3381. Jurnal majalah bulanan populer seni, desain, animasi, komik, novel, cerita mini, dan sains ringan yang dikemas dalam format education dan entertainment (edutainment). Jurnal majalah An1magine ini dapat diakses secara gratis (open access). An1magine edisi ini dapat diunduh di An1mage Journal, Play Store, dan Google Book. Silakan klik link aktif yang ada untuk mengunduhnya.Gak mau ketinggalan berita saat An1magine terbit? Gabung yok di An1mareaders WA Group, Facebook, Instagram, TwittericosplayerPara cosplayer yang keren-keren, gabung yuk di icosplayer WA grup, foto kalian yang menggunakan kostum bisa masuk ke majalah digital An1magine yang terbit bulanan, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke WA ke Aditya PIC: 0818966667
inovel
Gabung di An1mage WA Grup untuk workshop, tutorial, pelatihan, dan membahas puisi, cerita mini, cerita pendek, novel, dan scenario untuk diterbitkan dan atau difilmkan, jangan ngabisin waktu nungguin chat, mari berkarya nyata, terlibat dalam produksi secara langsung, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke Aditya PIC: 0818966667ikomikGabung di An1mage WA Grup untuk workshop, pelatihan, tutorial, dan membahas komik untuk diterbitkan, dianimasikan dan atau difilmkan, jangan ngabisin waktu nungguin chat, mari berkarya nyata, terlibat dalam produksi secara langsung, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke PIC Aditya: 0818966667iluckisGabung yuk di grup WA iluckis, tempat para pelukis berkarya, berpameran, dan berpublikasi, karya lukisanmu dapat dipublikasikan secara gratis di majalah An1magine yang terbit bulanan dan beredar sejangkauan jari di Play Store yang berdampak pada promosi karya dan namamu agar lebih dikenal , gabung dengan mengirimkan pesan WA ke Aditya PIC: 0818966667Lowongan menjadi agen iklan An1magine dengan sistem komisi sampai 50% net, kirim lamaran via email ke: an1mage@an1mage.org atau isi online form agen iklan freelance berikut ini
Comments
Post a Comment