KOMODO: External Instant Evolution di An1magine Volume 2 Nomor 12 Desember 2017



KOMPATIBEL DNA
M.S. Gumelar


BRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAL

ATM di suatu tepi jalan tercabut dengan paksa, percikan ion listrik bertebaran di sekitarnya.

Seseorang dengan kekuatan yang luar biasa menarik ATM tersebut dari
tempatnya, kemudian orang tersebut dengan mudahnya merobek bagian dalam ATM dan mengambil uang di dalamnya.

Orang-orang panik dan ada juga yang keheranan menyaksikan kejadian tersebut, bahkan ada yang memvideokannya.

Orang bertopeng sapu tanganyang merusak ATM tersebut dengan santai memasukkan uang ke dalam karung yang telah disiapkannya.

Setelah semua uang dikurasnya. Lalu dia berjalan dengan santai ke arah pedagang cilok kaki lima dan memberikan beberapa gepok uang, kemudian dia mengambil lagi dan menaburkan beberapa gepok uang ke udara.

Orang-orang berlarian berebutan uang tersebut. Kemudian dengan cepat orang bertopeng sapu tangan berpakaian jaket jeans biru, celana jeans biru, dan berkaos abu-abu tersebut mendadak melesat ke atas dan terbang meninggalkan beberapa orang dengan kekaguman dan keheranan.

“Demikianlah rekaman video kejadian di Jogja yang dilakukan oleh Kirana dalam kejadian seorang yang beraksi mirip Robin Hood, Sherwood Forest dari Inggris di masa lalu, bagaimana pendapat Anda sebagai psikolog dan pengamat sosial Pak Narendra?” tanya jurnalis wanita di Channel 6.

“Suatu kejadian yang unik, kebanyakan penjahat mementingkan dirinya, dan penjahat selalu berpikiranuntuk mengorbankan orang lain, seperti mencopet, merampok, dan sejenisnya…” jawab Narendra, menghela napas.

“Tetapi orang ini dengan kekuatan supernya, dia tidak melakukan itu, dia berpikir cerdas, bekerja dengan cerdas, ATM adalah gudang kecil uang…”

“… dan cenderung tanpa penjagaan, pilihan yang logis bagi orang yang menghindarkan kekerasan terhadap orang lain, dan hasilnya tidak dia gunakan untuk dirinya sendiri, dia gunakan juga untuk membantu orang lainnya…” Narendra terhenti sejenak.

“Membantu orang lain yang dewasa ini kita semua sudah tidak peduli lagi untuk melakukannya…” Narendra berhenti dan mengelap air matanya yang tidak sengaja menetes.

*

Rumah Sakit Surabaya. Seseorang bergegas ke ruangan pembayaran.

Seorang pria usia 35 tahun dengan wajah yang berewoknya muncul karena belum sempat dicukur dalam beberapa hari, ada beberapa uban putih bertebaran di rambut dan berewoknya.

“Berapa tepatnya total biaya anak saya dan istri saya?” tanya dengan wajah tegang menatap kepada seorang wanita  kasir rumah sakit tersebut.

Setelah membayar, orang tersebut bergegas ke suatu ruangan. Dia berhenti di depan pintu kamar bertuliskan Cherry 208.

Melihat melalui kaca pembatas ke arah seorang gadis kecil berusia sekitar 7 tahunan yang tertidur, kepala diperban, dan bagian lehernya diberi penyangga gadis kecil tersebut sedang diinfus, ada pendeteksi jantung yang sedang berfungsi.

Tiiiit
Tiiit
Tiiit

Perlahan pria itu membuka pintu ruangan tersebut, kemudian dia menoleh ke sisi tempat tidur lainnya, dia melihat istrinya sedang tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sedih, ia melihat beberapa rambut rontok di bantal nya, sedang tangannya juga sedang diinfus.

Pria tersebut dengan hati-hati mengambil tempat duduk dorong, dan perlahan menempatkannya di antara kedua tempat tidur tersebut. Ia duduk termenung kemudian dengan perlahan mengusapkan tangannya ke dahi anaknya, kemudian mencium pipinya.

Ada pancaran harapan yang tersirat di wajahnya. Kemudian dia melihat ke istrinya yang ada di tempat tidur di samping kanannya.

Tangannya bergerak mendekati tangan istrinya. Kemudian ia menggenggam tangannya. Istrinya terbangun dan tersenyum padanya, senyum yang disertai penderitaan.

“Kau sudah kembali Pak… apakah kau berhasil meminjam uang untuk biaya rumah sakit? Seperti kau tahu, pihak asuransi sudah tidak mau membiayai karena sudah melebihi limit biaya pertanggungan mereka…” ujar istrinya.

“Jangan dipikirkan sayang, aku sudah mendapatkan pinjaman dari orang yang mau membantu kita, ibu tenang saja, masalah biaya sudah teratasi, yang penting kamu sembuh dan anak kita juga sembuh" jawab pria tersebut.

“Syukurlah Pak, Ibu merasa sudah tidak punya harapan untuk mendapatkan uang untuk sakit  ini” si istri terlihat lebih tenang.

Pintu terbuka, seorang dokter dan dua orang suster masuk ke ruangan tersebut. Kemudian dokter bergerak ke arah anak pria tersebut.

“Bagaimana dok?” tanya pria tersebut.

“Kami belum tahu Pak Dirman, anak Bapak koma, mengalami gegar otak yang parah, kepalanya retak dengan parah, kami berusaha sebaik mungkin agar dia sembuh” jawab dokter tersebut.

*

“Rangga, bagaimana menurutmu?” Tanya Mala.

“Bagus, sesuai dengan kulitmu, warnanya OK, warna seperti daging buah blewah” Jawab Rangga.

“Saya ambil yang ini, dan dua yang tadi ya Mbak,” kata Mala kepada SPG Butik Sare.

SPG Butik Sare tersebut mengganguk dan segera membungkus baju-baju pilihan Mala.

“Baiklah Pak Sopir, antar aku kembali ke kantor ya,” goda Mala ke Rangga.

“Baik Non, silakan masuuuk…” jawab Rangga sembari membuka pintu mobil samping kiri untuk Mala, setelah Mala masuk, Rangga segera menutup pintu tersebut.

Segera Rangga berlari ke pintu lainnya untuk mengemudikan mobil Jaguar tersebut.

*

“Kita sudah sampai Nona Mala,” kata Rangga melanjutkan candaannya.

“Makasih Pak Sopir, kalau kau ada keperluan, silakan langsung dibawa aja mobilnya, nanti sore jemput aku lagi ya,” ujar Mala sembari mengecup bibir Rangga.

“Baik, tapi mobilnya ga aku bawa, aku naik motorku aja,” Kata Rangga.

“Terserah, yang penting, kamu harus hadir di sini untuk menjemputku tepat jam 5 sore OK” Mala cemberut.

“OK OK no problem, jam 5 aku uda di sini,” jawab Rangga.

*
“Pak Rangga seorang klien telah menunggu setengah jam di ruang tamu,” kata sekretaris Rangga.

“Baik Nasa terima kasih, pastikan dia sudah mendapatkan minuman,” kata Rangga.

“Sudah Pak Rangga,” jawab Nasa.

“OK terima kasih Nasa,” Rangga segera bergegas ke ruang tamu kantornya.

“Selamat siang, saya Rangga, detektif swasta,” Rangga memperkenalkan dirinya.

“Selamat siang, saya Istiana…” wanita tersebut balik meperkenalkan dirinya.

“Hai Bu Istiana, ada yang bisa saya bantu?” Rangga bertanya langsung pada permasalahannya.

“Eh… Nona, Pak Rangga…” Istiana tersenyum.

“Oh maaf Nona Istiana…” Rangga jengah.

“Begini Pak Rangga, beberapa bulan ini perusahaan saya sering kehilangan uang puluhan juta di brankas, padahal telah kami lakukan ganti kombinasi beberapa kali, dan juga kami memasang kamera pengawas di setiap sudut tetapi uang tetap hilang di bulan-bulan berikutnya” jelas Istiana.

“Kenapa tidak ke polisi?” Tanya Rangga.

“Sudah saya laporkan, dan mereka hanya bilang bahwa mereka tidak menangani masalah pencurian dengan cara mistis,” jawab Istiana.

“Sudah berapa bulan tepatnya Nona kejadian ini?” tanya Rangga.

“Sebenarnya baru total empat bulan ini,” jawab Istiana.

“Kenapa tidak ditabungkan di bank saja Nona?” Tanya Rangga.

“Kami memang menabungkan ke bank, tetapi harus menunggu giliran penjagaan, karena kami menyewa sekuriti swasta khusus untuk pengawalan tersebut, jadi ada jadwalnya” jelas Istiana.

“Baiklah, apakah ada pihak-pihak atau seseorang yang dicurigai?” tanya Rangga.

“Entahlah, saya seorang entreprenuer, muda, cantik, dan sukses, tentu saja ada banyak yang iri, dengki, dan mungkin hanya persaingan bisnis, mungkin mantan karyawan saya, atau karyawan saya yang masih bekerja, entahlah…” jawab Istiana.

Rangga tersenyum dan melihat lekat-lekat ke wanita muda tersebut.

“Baiklah, saya memerlukan check list uang sebelum hilang dan sesudahnya, dan berapa jumlahnya, serta hari dan jam kejadian yang memungkinkan telah dicatat selama ini, dan alamat kantor Nona” Rangga menjelaskan.

*

“Inilah brankas tersebut, seperti yang Anda lihat, semua kamera pengawas mengarah ke brankas ini dari semua sisi,” jelas Istiana.

“Luar biasa ada 24 kamera dari berbagai sudut dan tidak merekam apa pun…” Rangga kagum.

“Tepatnya 60 kamera, ada yang kami pasang di luar area sebelum masuk ke ruangan ini, dan beberapa area luar ruangan ini yang punya potensi adanya orang keluar masuk gedung” jelas Istiana.

“Ini daftar yang Anda perlukan detektif,” Istiana menyerahkan segepok lembar kertas daftar kejadian yang dimaksud.

“Saya ingin tahu siapa pelakunya, apa motifnya, dan yang paling penting, jangan katakan ini ulah mahluk mistis, seperti tuyul misalnya” mata Istiana menatap tajam kepada Rangga.

Rangga terkesiap, mata tersebut seperti mata Mala. Mata yang penuh perjuangan dan kekerasan pikiran dalam menggapai cita-cita dan mampu mengarahkan orang lain untuk bekerja dalam timnya. Mata yang sampai saat ini Rangga belum memilikinya, mata yang berwibawa.

“Baik Nona, apakah boleh saya tinggal di ruang pengawasan bersama petugas pengawas agar memaksimumkan saya untuk mengetahui apa yang sedang dan akan terjadi?” Rangga meminta persetujuan.

“Baiklah, silakan, ada ruangan kosong di sayap timur yang dapat digunakan untuk tinggal beberapa lama sesuai keperluan, dan akan saya infokan ke bagian pengawas tentang Anda detektif mengenai hal ini,” jawab Istiana.

“Terima kasih” Rangga menyambut gembira.

*

“Apa yang Bapak-bapak alami dan lihat saat kejadian tersebut?” Tanya Rangga di ruangan pengawas. Rangga berbincang dengan dua orang pengawas yang bertugas melihat tampilan yang ada di monitor yang terhubung dengan semua kamera pengawas yang ada.

“Tidak ada tanda-tanda apa pun, dan tidak ada kejadian apa pun yang terlihat di monitor saat kejadian tersebut” jawab sekuriti 1.

“Saya malah curiga, ini hanya akal-akalan Istiana saja,” celetuk sekuriti 2.

“Hush jangan begitu Mite, dia bos kita, yang memberi kita makan,” Tegur sekuriti pertama.

“Tetapi Kopo, dia telah memecat dua sekuriti lainnya karena kejadian ini, sepertinya ini hanya salah satu alasan saja untuk mengurangi beban perusahaan,” jawab Mite dengan mendengus.

“Dia melakukannya karena merasa mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik Mite,” jelas Kopo.

“Apakah kita juga telah melakukan tugas dengan baik? Sejak hilangnya uang tersebut, dan dengan kita di sini, uang juga tetap menghilang, dia punya alasan untuk memecat kita selanjutnya,” gerutu Mite.

“Dia juga telah memecat pegawai yang Meletakkan uang di brankas karena dia merasa ada ketelodoran, tetapi tidak terbukti, dan dia tetap memecatnya bukan?” Mite melanjutkan gerutuannya.

“Ya terkadang orang melakukan hal yang di luar dugaan karena kecurigaan dan kepanikan, tetapi nanti saya akan mengusulkan agar mereka dipekerjakan kembali setelah masalah ini tersolusikan,” Kopo menenangkan dengan pikiran bijaknya.

Mite terdiam, lalu melihat ke arah Rangga. “Jadi apa yang akan kau lakukan detektif?” tanya Mite.

“Entahlah… ini juga kasus pertama saya mengenai hal yang aneh begini…” Rangga menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kebiasaan buruknya saat menemukan hal yang sulit untuk disolusikan dan belum dipahaminya.

Dua pengawas tadi melongo melihat Rangga. Kemudian keduanya berpandangan.

*

“Prof. Habibie apakah tuyul atau mahluk sejenis itu ada?” tanya Rangga.

“Kau bercanda Rangga, kau berbicara dengan orang fisika, bukan dukun,” jelas Prof. Habibie menggerutu.

“Serius Prof, paling tidak adakah potensi mahluk seperti itu ala fisika, menurut Prof?” Rangga mencoba mengarahkan ke fisika.

“Cloak Mode,” Prof. Habibie singkat.

“Apa Prof? Clock mode? Mode jam?,” Rangga kurang jelas.

“Teknologi menghilang, dengan meng-on-kan sejenis alat menghilang dalam mode menghilang, maka itu memungkinkan,” jelas Prof, Habibie.

“Apakah teknologi menghilang dapat menembus dinding dan mengambil uangnya?” tanya Rangga antusias.

“Tidak bisa, dia hanya menghilang dan tidak dapat menembus dinding,” jelas Prof.Habibie.

“Yang terjadi di sana adalah brankas tetap tertutup, tidak ada perusakan kunci brankas, tidak ada tampilan apa pun di layar monitor, tidak ada yang membuka brankas juga, tetapi uang telah hilang,” Rangga menjelaskan.

“Hm… aku tidak tahu bila ada teknologi di masa kini yang sudah menemukan teleport dan mengambil uang kecil dan tidak di bank yang besar,” gumam Prof. Habibie.

“Teleport, tetapi apakah memungkinkan bila teknologi ada dan melakukan hal tersebut?” Rangga antusias kembali.

“Memungkinkan bila menggunakan teleport, masuk ke ruangan tersebut, lalu mengambilnya, dan teleport lagi ke luar area,” jelas Prof. Habibie.

“Tunggu Prof. apakah teleport bisa mengecilkan ukuran?” tanya Rangga.

“Setahuku tidak, tetapi mungkin saja digabungklan dengan teknologi pengecil ukuran,” jelas Prof. Habibie.

“Ya… itu baru memungkinkan, sebab uangnya di brankas ukuran sekitar 75 cm persegi, tidak berbentuk ruangan besar.

“Ya… tetapi mengapa mengambil uang kecil di klienmu, ada banyak duit di bank bukan? Bodoh kalau memiliki teknologi canggih dan mengambil uang perusahaan yang sedang berkembang, uangnya sedikit bukan?” Prof. Habibie berlogika.

“Yaaaa…. Prof. benar… tetapi ada potensi bahwa bukan mahluk mistis pelakunya bukan?” Rangga menjelaskan maksudnya.

“Tentu saja bukaaaaan…” Prof. Habibie menolak dengan nada panjang.

*

ATM kedua telah dirusak dan diambil uangnya, tetapi kejadiannya di area Gresik Jawa Timur, entah pelakunya orang yang sama atau berbeda, sebab kejadiannya malam hari dan tidak ada rekaman apa pun yang dilakukan oleh saksi mata. Tetapi kami mendapatkan rekaman dari ATM sebelum kejadian.

Seseorang dengan helm fullface berwarna merah menutup wajah secara penuh mendadak muncul, dan kemudian rekaman terhenti karena perekam di ATM tidak ada daya listrik untuk melanjutkan rekaman videonya.

“Apakah ada potensi pelakunya sama dengan yang di Jogja? Bagaimana pendapat Anda Pak Taruna ” Tanya jurnalis pria di Channel 6.

“Ada potensi iya, ada potensi tidak, kalau yang di Jogja terlihat jelas pelakunya memiliki kekuatan super, tetapi yang di Gresik…”

“… tidak jelas apakah dia memiliki kekuatan super atau hanya menggunakan alat berat untuk merusak ATM tersebut, penjahat biasanya terinspirasi melakukan kejahatan yang dilakukan penjahat lainnya, dengan cara berbeda namun tujuannya sama,” jelas Taruna.

“Bagaimana pendapatmu Pak Presiden?” tanya Maung Bodas saat mereka melihat Channel 6 di TV.
“Ah sudah kukatakanberkali-kali  Bodas, panggil aku Selo saja,” gumam Selo Adimulyo yang telah menjadi presiden.

“Sepertinya ayah selalu lupa,” celetuk Maung Geulis.

“Hei… aku menghormati seorang presiden, dan layak disebut presiden,” Maung Bodas berargumen.

“Ya. Asal kau tahu, aku tidak suka dipanggil presiden oleh sahabatku, seolah menjauhkan persahabatan kita,” jelas Selo.

“Hm.., kau benar, baiklah Selo, apa yang akan kita lakukan dengan kejadian tersebut?” Tanya Maung Bodas.

“Aku belum tahu, sepertinya dalam beberapa tahun terakhir ini sejak Rangga mendapatkan kekuatan supernya…”

“…. beberapa bulan setelah kejadian Cleopatra, telah muncul orang-orang baru dengan kekuatan super, yang entah dari mana mereka mendapatkan kekuatan super tersebut…?” Selo berkata lirih.

“Apakah kau merasa ada kaitannya dengan Rangga?” Maung Geulis mengernyitkan dahinya.

“Bisa iya, bisa tidak,” Selo menimpali,”Tetapi paling tidak kemunculan Rangga mungkin memberi inspirasi bagi beberapa mutan atau mahluk dari planet lainnya yang memiliki kekuatan lebih untuk menggunakan kekuatannya,” jelas Selo.

“Ya buktinya kita juga gara-gara kejadian Cleo membuat kita mengeluarkan kekuatan kita walaupun tidak secara terbuka kepada publik,” Maung Gelis menambahkan.

“Apalagi dengan kenaifan Rangga, yang selalu cenderung membantu orang yang dalam kesulitan setiap dia melihatnya, seolah gatal ingin menyelamatkan semua orang yang dalam kesulitan dan bahaya, berlagak sok jadi tuhan,” Maung bodas mengingat sikap naif Rangga.

“Ya kau benar Bodas,” Selo menambahkan.

“Begini saja, tugaskan Carbyne untuk menangani hal ini, kurasa dia memiliki kekuatan seimbang dengan pelaku perusakan ATM,” kata Selo.

“Maksudmu si Karbin, dari planet Krias, Galaksi Adkhfa,” kata Maung Bodas menegaskan.

“Iya Carbyne, Karbin,” Maung Geulis mengulangi.

“Baiklah, sepertinya tugas ini cocok buat dia, apalagi si pelaku pembobolan ATM tidak menggunakan energi apa pun seperti Cleo yang dapat melumerkan tubuhnya” Maung Bodas kemudian bergegas meninggalkan ruangan kepresidenan tersebut.

“Ah seolah tubuh kita juga tidak akan hangus terkena energi penghancur Cleo,” gumam Maung Geulis.

“Ayahmu selalu memandang keselamatan orang lain terlebih dahulu daripada berpikir keselamatan dirinya, aku mengenal baik sifatnya, biarkan saja,” Selo menatap Maung Geulis.

“Kau benar, ada baiknya aku kembali ke ruang kesekretariatan,” Maung Geulis pamit.

Selo Adimulyo mengangkat gelasnya sembari mengangguk menyetujuinya.

*

“Bukankah program Presiden Selo mulai berjalan, semua orang digaji per jam, memiliki asuransi kesehatan dan Santunan jiwa bila sakit dan atau kecelakaan…?”

“…kemudian pajak juga sudah fair dikembalikan ke rakyat sebagai uang pensiun bagi pegawai negeri maupun swasta dan juga pendidikan gratis bagi semua orang yang memerlukannya dari pajak yang dipungut tersebut?” jelas Mega.

“Iya, tetapi masih ada perusahaan, rumah sakit, danbeberapa instansi swasta yang belum melakukannya,”  jelas Dita.

“Salah satunya perusahaanmu kan?” selidik Mega.

“Iya, itu dia, katanya perusahaannya baru berkembang, jadi mengubah pola membayar gaji bulanan ke per jam merugikan perusahaan,” jelas Dita.

“Merugikan bagaimana? Kan dikonversi dulu dari bulanan tersebut ke harian, jumlahnya sama kok, nanti ke depannya baru kenaikannya dihitung per  jam karena sistemnya kini per jam, bukan bulanan lagi,” Mega berargumen sembari memicingkan mata ke Dita.

“Nah itu dia Mega, perusahaan belum mau melakukannya,” Dita bersedih.

“Apakah ada sangsi bagi perusahaan yang belum mengikuti aturan baru presiden Selo tersebut?” tanya Dita.

“Ada sih dalam peraturan pemerintah nomor 79 yang dikeluarkan pemerintahan Presiden Selo, tetapi memang tidak langsung, aturan itu memberi tenggang waktu sampai tiga tahun untuk transisi ini, setelah itu bagi perusahaan yang masih belum menerapkannya, perusahaan tersebut akan dicabut izin usahanya” jelas Mega.

“Yah pantesan, padahal aturan ini baru berjalan satu setengah tahun setelah Presiden Selo mengeluarkan aturan tersebut, minimal masih menunggu satu setengah tahun lagi deh…” gerutu Dita.

“Tiara berangkat ke kampus dulu yang Kak Dita,” seorang gadis berusia sekitar 18-an pamitan kepada Dita.

“Yaaaa… hati-hati di jalan ya,” ucap Dita perhatian.

“Baik Kaaaak,” jawab Tiara.

 *

“Percuma aku menyewa Anda sebagai detektif Rangga!,” teriak Istiana kepada Rangga.

“Maaf Nona Istiana, benar-benar saya tidak mengerti, semua kamera on saat kejadian, dan kami semua mengawasi melalui layar monitor tersebut, dan memang tidak ada apa pun yang muncul saat kejadian itu?” Rangga putus asa.

“Di situlah saya menyewa Anda detektif, dan terbukti Anda tidak becus, uang sebesar 50 juta menghilang begitu saja, memang jumlahnya kecil, tidak semuanya hilang, tetapi sangat menjengkelkan,” teriak Istiana.

“Beri saya satu kali kesempatan lagi Nona Istiana, bila gagal juga, maka nona tidak perlu membayar sepeser pun kepada saya,” Rangga berusaha menyakinkan Istiana untuk diberi kesempatan lagi.

“Baiklah, bila tidak berhasil juga, segera hengkang dari sini!” teriak Istiana dengan ketus.

“Setuju,” jawab Rangga mantap, kemudian dia segera ke ruang pengawas.

*

Mite dan Kopo memandangi Rangga dengan wajah kasihan.

“Sudah kukatakan, ada yang tidak beres dengan bos kita, sepertinya dia membual tentang hilangnya uang tersebut…” kata Mite.

“Tidak Pak Mite, saya sudah melihat saat uang sebelum dimasukkan ke brankas dan saat disetorkan untuk dibawa ke bank, memang hilang sebesar 50 juta di brankas,” jelas Rangga.

“Apakah benar ada tuyul di kantor ini?” tanya Kopo.

“Sepertinya ada, kau lihat, uang selalu menghilang di brankas bukan? Tak tanggung-tanggung, puluhan juta,” timpal Mite.

“Entahlah… mungkin cara pengawasanku yang salah,” gumam Rangga.

“Hei… kau menyalahkan kami?” bentak Mite mendadak marah.

“Oh…bukan Pak, maksud saya, pengawasan dan cara saya yang salah, bukan Bapak-bapak, maaf saya mencari udara segar dulu…,” Rangga ke luar dari area pengawasan tersebut karena merasa tidak enak.

*

“Kau pikir ada teknologi teleport dan pengecil ukuran di masa kini?” tanya Mala.

“Entahlah Mala, kau kan sebenarnya juga ilmuwan dengan penemuan gedung mengambangmu yang menggunakan teknologi super konduktor dan magnet yang luar biasa itu.

“Iya tetapi yang aku pikirkan karena teknologi itu memungkinkan untuk diterapkan di masa kini, aku tidak tahu bila ada orang yang luar biasa hebat dapat menemukan teleport dan pengecil ukuran sekaligus…”

“Yang luar biasa, dia hanya memanfaatkan untuk mengambil uang kecil diperusahaan, bukannya di bank?” Mala berargumen.

“Cara berpikirmu sama seperti Prof. Habibie, tetapi aku hanya seorang sarjana hukum, tidak mengerti sains, makanya aku datang ke Prof. Habibie dan kamu yang mengerti…” Jelas Rangga.

“Aku tidak tahu Rangga, penjelasan yang mungkin adalah ada seorang mutan, atau seseorang super dengan kemampuan teleport atau apa…,” gumam Mala tidak begitu yakin.

“Begini saja, kenapa tidak kau awasi dari luar saja terlebih dahulu, jangan menggunakan ruangan pengawas walaupun di sana banyak kamera yang terhubung dengan monitor,” Jelas Mala.

Rangga tersenyum dengan ide tersebut, matanya berbinar.

*

Suatu malam di kantor Istiana. Beberapa penjaga malam bergerak berkeliling di luar gedung,  beberapa memeriksa ruangan-ruangan, dan dua orang shift malam berjaga di ruang pengawas mengawasi laya monitor yang terhubung dengan 60 kamera pengawas, mata keduanya fokus pada ruangan brankas.

“Keliling sesi ketiga telah selesai, sebentar lagi gantian ya,” kata dua orang sekuriti perusahaan kepada dua orang temannya lagi untuk gantian berkeliling sebagai tugas rutin menjaga keamanan area luar gedung perusahaan.

“Baik, tiga menit lagi, ngabisin kopi dulu,” satu sekuriti menjawab sembari meneguk segelas kopi.
Satu penjaga lainnya yang siap berkeliling mengambil topi dan senter, kemudian memasukkan pentungan ke area pinggangnya.

“Yuk saatnya bertugas,” kepada sekuriti yang sedang minum kopi.

“Siap,” jawabnya sembari meletakkan kopinya yang tinggal sedikit.  Kemudian dia mengikuti temannya tadi yang telah berjalan terlebih dahulu.

Kedua sekuriti yang telah berkeliling sebelumnya gantian menempati area yang sama, salah satunya mengambil pisang goreng, dan satunya mulai sibuk dengan hp-nya.

*

Di sisi gedung yang dekat dengan brankas, seseorang berjalan santai mendekati pagar gedung.
Mendadak tubuhnya menghilang, tetapi uniknya tidak hanya menghilang tubuhnya mampu melayang,  serta mampu menembus dinding gedung dan memasuki ruangan demi ruangan tanpa terekam oleh kamera pengawas.

Sesampainya di ruangan brankas, dengan mudahnya sosok tersebut men-teleport-kan sejumlah uang dan ia keluar dengan menembus brankas, ke luar area tersebut.

*

“Ini dia potensi besar pelakunya,” kata Rangga.

“Dan kau hanya merekamnya saja?” tanya Istiana.

“Aku hanya bisa melihatnya saat dia mulai menghilang, setelah itu, kamera hp-ku tidak bisa merekamnya, dan aku tidak tahu bagaimana cara menangkapnya?” jelas Rangga.

“Tetapi yang jelas pelakunya bukanlah tuyul,” Rangga menambahkan.

“Kalau bukan mahluk mistis, lalu mahluk apa dia?” tanya Istiana yang paling tidak sudah mulai mendapatkan jawaban dari permasalahannya.

“Ada kemungkinan mutan, seorang manusia yang memiliki mutasi di tubuhnya dan memberi kekuatan seperti itu salah satunya…. Atau…,” Rangga terhenti, meragu.

“Atau apa?” desak Istiana.

“Atau mahluk dari planet lain?” jawab Rangga.

“Jangan bercanda, mahluk dari planet lain memerlukan uangku? Kenapa tidak mengambil dari bank saja, dan kenapa mereka perlu uang?” gerutu Istiana.

“Eh… itu, aku tidak tahu,” Rangga nyengir kuda dengan pemikiran konyolnya.

“Eh begini, bagaimana kalau saya memerlukan data siapa-siapa pegawaimu yang rumahnya berdekatan dengan gedung ini,” Rangga mengalihkan pembicaraan sebisanya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ah kau mulai berpikir cara detektif, aku suka,” puji Istiana.

“Eh… OK,” Rangga tidak menduga reaksinya seperti itu.

“Akan saya berikan data-data pegawai yang rumahnya berdekatan dengan area sini,” kata Istiana.

*

“Ini data pegawai yang Anda perlukan Pak Rangga,” ujar seorang pria kepada Rangga.

“Terima kasih Pak Made dengan bantuannya,”  kata Rangga kepada pria tersebut.

“Sama-sama Pak Rangga, panggil saja saya Anom, terlalu banyak orang yang bernama Made di sini,” Made Anom tersenyum kepada Rangga.

“Oh baiklah Pak Anom, makasih banyak,” Ujar Rangga jengah.

*

Ada 5 orang pegawai yang rumahnya berdekatan, Rangga memilih rumah pegawai yang dari rumahnya dengan hanya berjalan kaki dapat menjangkau kantor.

“Jadi pegawai yang dekat dengan kantor adalah Pak Agung, Pak Kopo, Bu Dea, Dita, dan Sularsih,” jelas Rangga.

“Apakah sudah kau lihat wajah mereka? Di ruangannya masing-masing?” tanya Istiana.

“Untuk Pak Kopo, saya lewati, saya yakin dia bukan potensi, tetapi saya belum kenal dengan keempat sisanya,” Jelas Rangga.

“Ada baiknya Anda segera berkenalan dengan mereka,” Istiana menyarankan.

*

“Hai Pak Agung ya?” sapa Rangga kepada seseorang.

“Ah saya sepertinya pernah melihat Anda?” kata orang yang disapa Agung oleh Rangga.

“Iya Pak, saya juga bekerja di perusahaan Nona Istiana, satu kantor dengan Pak Agung,” Jawab Rangga.

“Ah… pantas saja, wajahnya pernah saya lihat…” Agung melihat ke Rangga sembari tersenyum.
“Rangga, nama saya Rangga Pak…” Rangga memperkenalkan dirinya kepada Agung.

“Agung, mau makan siang bareng di kantin?” tanya Agung.

“Wuah kebetulan Pak, saya juga mau ke sana,” jawab Rangga.

Keduanya berjalan ke arah kantin perusahaan.

“Nona Istiana luar biasa, seorang entrepreneur sejati, pegawai membeli makanan di kantin yang pemiliknya dia juga, uang pegawai berputar kepada dia lagi, luar biasa,” puji Agung entah tulus entah tidak.

“Mengapa tidak makan di luar saja Pak?” tanya Rangga.

“Aaah… itu dia, makanan di luar tidak seenak di kantin ini, dan yang lebih OK, kantin ini lebih murah dibandingkan yang ada di luar sana, itulah mengapa banyak pegawai yang tetap memilih untuk makan di kantin ini,” jelas Agung yang sepertinya tulus.

“Cuma Bos Istiana belum mengikuti aturan Presiden Selo tentang konversi pembayaran gaji yang dulunya dihitung bulanan, kini dihitung per jam, hal tersebut memberi beberapa konflik di dalam perusahaan,” jelas Agung.

“Menurut Bapak bagaimana dengan keputusan Bu Istiana yang belum mengikuti aturan pemerintah tersebut?” tanya Rangga.

“Ah itu biarkan keputusan beliau, kan juga waktunya konversinya masih tersisa 1.5 tahun lagi, sebab kalau dia tidak melaukannya, implikasinya jelas, izin perusahaan dicabut, saya yakin sebagai seorang entrepreneur itu memalukan,” jelas Agung.

“Jadi Pak Agung merasa OK dengan keputusan tersebut?” Rangga menekankan.

“Tentu saja, dia masih memiliki waktu untuk itu, dan itu tidak melanggar hukum,” Agung menambahkan.


Bersambung....


Cerbung ini ada di majalah AN1MAGINE Volume 2 Nomor 12 Desember 2017 eMagazine Art and Science yang dapat di-download gratis di Play Store, share yaa


“Menerbitkan buku, komik, novel, buku teks atau 
buku ajar, riset atau penelitian di jurnal? An1mage jawabnya”

AN1MAGINE: Enlightening Open Mind Generations
AN1MAGE: Inspiring Creation Mind Enlightening 
website an1mage.net www.an1mage.org

Comments

Popular Posts

PARTNERS

Contact Form

Name

Email *

Message *