KEHENDAKMU
KEHENDAKMU
Bagas
Tidak seperti malam-malam sebelumnya, taman di pinggiran kota yang terletak di kaki gunung itu terlihat sepi. Pedagang kaki lima yang biasa mangkal pun tak terlihat, hanya sesekali lewat tanpa berhenti. Muda mudi yang biasanya berkerumun kini sunyi, tak lagi terdengar gelak tawa, canda ria juga kelakar mereka. Ya, taman itu kini terlihat seperti tertidur, hanya desir angin dan suara serangga malam saja yang terdengar bagai lagu simfoni yang mengiringi keheningannya.
Wabah virus ganas mematikan memang sedang menjangkit keseluruh negeri, tak terkecuali dengan kota kecil ini juga menjadi imbas penyebarannya. Keheningan yang tercipta akibat merebaknya pandemi virus menjadikan kota kecil yang letaknya jauh dari pemerintahan pusat ini seperti kota mati, di sana sini tidak terlihat lagi aktivitas warga, pedagang menutup warung dan toko-toko mereka, kantor-kantor terpaksa meliburkan karyawannya demi memutus penyebaran wabah virus ini. Seluruh kota lumpuh, napas kehidupan seperti terhenti bagai mati suri.
Mesin motor kumatikan, mata ini menyoroti setiap sudut taman, hanya kesunyian yang terlihat. Aku baru saja menginjakan kaki di kota ini, kota kelahiranku, setelah sekian tahun lamanya kutinggalkan pergi merantau ke ibukota demi mengubah nasib dan kehidupanku agar lebih baik lagi. Kini aku terpaksa harus kembali ke kota ini, wabah virus sudah melumpuhkan sendi sendi perekonomian di ibukota, dan kantor di mana tempatku bekerja terpaksa meliburkan karyawannya atas perintah dari pemerintah demi mencegah meluasnya wabah virus ini.
Sayup sayup telingaku mendengar suara seperti orang yang melantunkan lagu kesedihan, mataku segera mencari ke setiap penjuru taman kota, tapi tak terlihat apa pun yang mengarah kepada suara tersebut. Rasa penasaran membuat mataku kembali meneliti ke setiap sudut taman kota yang ada dihadapanku, dan kali ini tatapanku tertuju pada sebatang pohon beringin besar di sudut taman kota itu.
Di kejauhan samar-samar kulihat seorang lelaki paruh baya berpakaian putih putih sedang bersandar duduk di bawah pohon beringin tersebut. Orang itu tak henti bersenandung lagu kesedihan, senandung lagu tentang kerinduan kepada orang-orang yang dicintainya.Rasa penasaran menuntun langkah kaki ini ke arah di mana lelaki paruh baya itu berada, semakin dekat semakin tampak terlihat sosok lelaki itu yang ternyata adalah salah satu petugas medis rumah sakit yang letaknya persis di seberang alun-alun taman kota ini. dari pakaian yang dikenakan, tampaknya dia seorang dokter.
"Selamat malam, maaf kalau saya mengganggu."
Sambil tersenyum kusapa lelaki muda tersebut, usianya mungkin tidak terlalu ksuh denganku. Dia menoleh kearahku dan membalas salam serta senyumanku.
"Perkenalkan saya Dimas, saya baru saja tiba dari Jakarta, saya tinggal di desa yang letaknya tidak jauh dari sini."
Pria itu kembali tersenyum, meski dari raut wajahnya tampak terlukis rasa kesedihan yang mendalam.
"Saya Jarwo."
Ucap pria itu memperkenalkan dirinya.
"Dari pakaian yang Anda kenakan, sepertinya Mas Jarwo seorang dokter." Tanyaku mencoba menerka nerka, kembali mas Jarwo menjawab denga senyuman
"Iya, dan kebetulan saya sedang bertugas sebagai tenaga medis di rumah sakit itu."
"Anda sendirian di taman ini, sepertinya mas Darmo sedang beristirahat."
"Ya, sudah sejak satu bulan ini kami sebagai tenaga medis kewalahan menangani para korban yang terus berdatangan, itu juga dikarenakan rumah sakit yang kekurangan tenaga, dan waktu istirahat kami menjadi sangat sedikit, saya ada di bawah pohon ini sekedar untuk menghilangkan kelelahan sejenak."
"Sudah berapa banyak korban yang tidak tertolong mas Jarwo?" tanyaku semakin penasaran dengan jawaban yang akan di berikan oleh Mas Jarwo.
"Selama satu bulan ini, sudah 60 orang yang meninggal dari 130 yang masih dirawat, dan kemungkinan akan terus bertambah, karna korban yang tertular oleh virus ini terus berdatangan."
Aku merinding mendengar jawaban dari Mas Jarwo, sungguh ganas dan begitu cepat penyebaran virus ini.
"Di rumah sakit ini para medis kekurangan alat pelindung keamanan, hingga ada beberapa tenaga perawat yang ikut tertular virus tersebut, sudah satu bulan ini saya tidak pulang ke rumah, yang saya ketahui sudah lima tenaga medis yang tertular."
Tak kusangka, ternyata para tenaga medis ini berjuang bertaruh nyawa, tanpa kenal lelah, tak hiraukan waktu serta meninggalkan sanak keluarga demi kepentingan kemanusiaan, padahal mereka tidak mengenal para korban yang terjangkit wabah virus ini.
"Jadi Mas Jarwo dan tenaga medis lainnya sudah satu bulan ini belum pulang ke rumah?”
Mata lelaki itu menatap ke atas, seperti ingin menembus gelapnya malam, tampak dari sudutnya menetes air mata, ada ungkapan kerinduan yang tergambar di wajah lelaki ini. Sambil berkaca kaca bibirnya berkata.
"Sudah satu bulan ini kami tidak bisa bertemu dengan anak istri dan keluarga , tidak dapat berkumpul dengan mereka, hanya sesekali berkomunikasi lewat smartphone, itupun kalau sinyal sedang bagus." Sejenak pria itu menghentikan bicaranya untuk menghapus airmata di kedua pipinya sebelum kemudian ia lanjutkan.
"Mas Dimas kan tau, kota ini terletak di kaki gunung yang sangat terpencil dan jauh dari ibukota, imbasnya pengiriman alat alat medis terhambat, dan sarana komunikasi sangat tidak bagus di sini."
Aku tertunduk, tak bisa berkata apa-apa. melihat semua yang terjadi, mungkin ini murka Tuhan atas dosa umat manusia, teguran kepada umatnya yang mulai zalim terhadap bumi ciptaanNya, atau ujian dari keimanan atas ajaran ajaranNya, Semua kembali kepada sang pencipta, dan yang pasti, semua yang terjadi adalah atas kehendakNya.
"Maaf Mas Dimas, saya harus kembali ke rumah sakit, sebelum kita berpisah boleh saya meminta bantuan pada Anda?"
Sesaat aku tertegun, lalu menjawab pertanyaan Mas Jarwo.
"Saya akan berusaha semampu saya untuk membantu Mas Jarwo, kalau boleh tahu apa yang bisa saya bantu mas?"
"Tolong antarkan smartphone ini kepada istri dan anak-anak saya, sudah satu minggu kami tidak bisa berkomunikasi karena jaringan yang terputus, semoga video-video ini bisa menjadi pengobat rindu mereka kepada saya."
Pria itu merogoh saku bajunya, mengeluarkan seunit smartphone lalu di berikannya kepadaku.
"Saya pasti akan sampaikan amanah ini kepada keluarga Mas Jarwo, semoga Mas tetap kuat dalam menjalankan tugas, dan selalu dalam lindungan Tuhan."
Setelah mengucapkan salam, pria itu kemudian berlalu dari hadapanku menuju rumah sakit menembus gelapnya malam.
Perjuangan tanpa kenal lelah dan menyerah yang dijalani oleh Mas Jarwo dan tenaga medis lainnya adalah contoh dari manusia yang peduli kepada sesamanya. Meski mereka sadar itu tidak mudah dan bukan tidak mungkin akan mengancam keselamatan jiwanya. Yang mereka tahu, Tuhan pasti akan menjaga mereka. DanTuhan mencatat semua amal serta perbuatan mereka.
*
Rumah sederhana bercat kuning gading dengan taman keci di depannya terlihat sejuk di pandang mata. Pasti penghuninya rajin merawat dan gemar akan keindahan alam, itu terlihat dari taman kecilnya yang bersuasana bukit-bukit berbentuk miniatur.
Ternyata dokter Jarwo dan istrinya sama denganku, mencintai alam pegunungan. Ada bel terletak di tiang pintu beton pagar yang berwarna hijau, segera kuhampiri dan mulai menekan beberapa kali. Tak lama berselang keluar seorang wanita berhijab menggunakan gamis berwarna pink dengan bunga-bunga mawar menghiasnya. Sungguh cantik dan anggun paras wanita itu.
Wanita itu tersenyum, lalu menyapa salamku sambil berjalan menghampiri pagar di mana aku berdiri di sisi luarnya.
"Maaf, apa betul ini kediamannya dokter Jarwo?" aku segera membuka percakapan.
"Betul, Mas ini siapa dan dari mana ya?" wanita itu menjawab sambil melontarkan pertanyaan kepadaku.
"Saya Dimas, teman dokter Jarwo, tapi saya bukan seorang dokter atau tenaga medis dari rumah sakit di mana dokter Jarwo sedang bertugas, saya hanya teman saja yang diamanahkan oleh beliau untuk menyampaikan sebuah smartphone miliknya kepada istri dan keluarganya."
"Oh, Mari silahkan masuk." Wanita itu segera membuka pintu pagar lalu mengarahkan langkahku pada tempat duduk yang terletak persis di depan taman rumah tersebut. lalu ia pun duduk berhadap hadapan denganku.
"Perkenalkan, saya Marni, istri dokter Jarwo." Ada kesedihan tergambar di wajah wanita itu, wajahnya seketika berubah murung. Lalu perlahan air mata menggenangi kedua matanya.
Dia berusaha tegar, mungkin dia tahu tugas suaminya tidaklah mudah dan berisiko terhadap jiwanya, dan sangatlah wajar jika seorang istri seperti dirinya akan merasa sangat khawatir jika terjadi hal yang buruk terhadap suaminya.
"Maaf, mungkin kedatangan saya membuat Mbak sedih, saya mengerti, tugas suami Mbak sangat besar risikonya, dan Mas Jarwo adalah pengabdi negara yang memiliki dedikasi terhadap pekerjaannya serta memiliki jiwa kemanusiaan yang luar biasa." Wanita itu menggangguk lalu wajahnya mulai terlihat sedikit tegar.
"Kita berdoa saja semoga Mas Jarwo selalu dalam lindungannya dan wabah virus ini segera berakhir dengan begitu mas Jarwo bisa kembali berkumpul bersama keluarga di rumah."
Wajah wanita itu sedikit menegang, matanya tajam menatap ke arahku, ada keraguan yang terpancar ketika mendengar kata-kataku yang terakhir. Akupun bingung dan mulai tidak enak dipandangi seperti itu.
"Boleh saya lihat smartphone yang dititipkan suami saya?"
Aduh, hampir aku lupa dengan tujuanku kemari, segera smartphone itu kuberikan kepadanya. satu persatu isi smartphone itu di buka oleh Mbak Marni, air mata pun mulai membasahi kedua pipinya yang merah, senyumnya terlihat getir, seperti sedang kehilangan sesuatu yang sangat ia cintai dalam hidupnya.
"Kapan Mas Dimas bertemu suami saya."
Aku tersentak kaget, sedikit malu karna wanita itu tahu kalau aku sedang memandangi wajahnya. Sambil tersenyum aku menjawab pertanyaannya.
"Kemarin malam, di taman kota yang berada tepat di seberang rumah sakit di mana Mas Jarwo bertugas."
Wanita itu tersenyum, tapi airmatanya semakin deras, suara tangis dari mulutnya mulai terdengar lirih.
Marni memperlihatkan satu rekaman video, disitu tertera tanggal dan jam tepat di malam aku bertemu Mas jarwo. Aku dengar dan lihat dengan seksama video tersebut sampai akhir. Dan di kalimat terakhir video itu, Mas Jarwo meminta Marni istrinya untuk menerima aku sebaga penggantinya.
Seperti tersambar petir sekujur tubuhku kaku dan darahku membeku. Bagaimana mungkin Mas Jarwo bisa bicara seperti itu kepada istrinya sementara wanita itu begitu setia menanti kepulangannya. Mulutku diam membisu, tak mampu berkata apa-apa.
"Mas Dimas, Alloh itu maha besar, semua yang terjadi tidak ada satu pun yang luput dari kehendaknya. Kita sebagai manusia hanya diperintahkan agar tetap beriman, bersyukur dan menerima apa yang menjadi kehendaknya."
Aku masih terdiam, belum mampu menjawab ucapan-ucapan mbak Marni.
"Ucapan Mas Jarwo tadi bukan lah suatu keharusan untuk Mas Dimas menerima keinginannya, Mas Dimas bisa menolak kok."
Aku pandangi wajah Mbak Marni, andai dia bukan istri Mas Jarwo, tentu aku tidak akan mungkin untuk menolaknya, lelaki mana pun pasti tidak akan bias menolak untuk memiliki wanita ini, cantiknya seperti bidadari. Aku masih terdiam, belum mampu bicara sepatah pun, mulut ini seperti terkunci.
"Klo saja tanggal dan jam yang tertera di video itu tidak ada. Mungkin saya tidak akan percaya, tapi kenyataannya, itu semua benar, dan saya yakin, ini semua atas kehendak Allah SWT."
Ada baiknya kita menunggu terlebih dahulu kepulangan Mas Jarwo, mungkin karena tekanan pekerjaan yangmembuat beliau membuat video itu."
Wanita itu tersenyum, wajahnya sudah tenang kembali, kesedihan yang tadi tampak sudah tak terlihat.
"Mas Dimas, Mas Jarwo sudah tidak akan pulang kembali ke rumah ini, dia sudah damai di sisi Allah SWT, Mas Jarwo sudah meninggal sebulan yang lalu."
Sekujur tubuhku lemas, darah seketika membeku, mataku tak berkedip memandangi wajah Marni.
Lalu? Siapa yang kemarin malam?
*
bagas, 20 - 05 - 2020
+62 821-1103-3355
Cerita mini (cermin) ini terpublikasi juga di An1magine Volume 5 Nomor 5 Mei 2020
An1magine Volume 5 Nomor 5 Mei 2020
Jurnal majalah bulanan populer seni, desain, animasi, komik, novel, cerita mini, dan sains ringan yang dikemas dalam format education dan entertainment (edutainment). An1magine mewadahi karya cerita mini, cerita bersambung dalam ragam genre, tutorial, dan komik dalam ragam gaya gambar apa pun. Jurnal majalah An1magine ini dapat diakses secara gratis (open access system). Silakan klik link di atas untuk mengunduhnya.
An1magine edisi ini dapat diunduh juga di An1mage Journal, Play Store, dan Google Book. Silakan klik link aktif yang ada untuk mengunduhnya. Gak mau ketinggalan berita saat An1magine terbit? Gabung yok di An1mareaders WA Group, Facebook, Instagram, Twitter
inovel
Gabung di An1mage WA Grup untuk workshop, tutorial, pelatihan, dan membahas puisi, cerita mini, cerita pendek, novel, dan scenario untuk diterbitkan dan atau difilmkan, jangan ngabisin waktu nungguin chat, mari berkarya nyata, terlibat dalam produksi secara langsung, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke Aditya PIC: 0818966667 dapat mengirimkan email ke: inovel.group@gmail.com subject: gabung inovel dengan isi: nomor kontak WA kamu atau dapat juga gabung di inovel facebook group.
ikomik Gabung di An1mage WA Grup untuk workshop, pelatihan, tutorial, dan membahas komik untuk diterbitkan, dianimasikan dan atau difilmkan, jangan ngabisin waktu nungguin chat, mari berkarya nyata, terlibat dalam produksi secara langsung, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke PIC Aditya: 0818966667 dapat mengirimkan email ke: ikomik.group@gmail.com subject: gabung ikomik dengan isi: nomor kontak WA kamu atau dapat juga gabung di ikomik facebook group.
iluckis Gabung yuk di grup WA iluckis, tempat para pelukis berkarya, berpameran, dan berpublikasi, karya lukisanmu dapat dipublikasikan secara gratis di majalah An1magine yang terbit bulanan dan beredar sejangkauan jari di Play Store yang berdampak pada promosi karya dan namamu agar lebih dikenal , gabung dengan mengirimkan pesan WA ke Aditya PIC: 0818966667 atau dapat mengirimkan email ke: iluckis.group@gmail.com subject: gabung iluckis dengan isi: nomor kontak WA kamu atau dapat bergabung di iluckis facebook group.
icosplayer Para cosplayer yang keren-keren, gabung yuk di icosplayer WA grup, foto kalian yang menggunakan kostum bisa masuk ke majalah digital An1magine yang terbit bulanan, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke WA ke Aditya PIC: 0818966667 atau dapat pula bergabung di icosplayer facebook group.
Comments
Post a Comment