TUJUAN
TUJUAN
Archana Universa
Tujuan hidup. Memiliki banyak uang, menghapus kekhawatiran hari esok. Aku ingin menjadi kaya raya.
"Apa keputusan finansial terbaikmu?"
"Pengeluaran yang tidak lebih besar dari pendapatan," jawabku, santai.
"Lalu bagaimana dengan keputusan finansialmu?"
Aku menggigit bibir. "Kacau balau terkadang. Mengambil kredit dengan bunga tinggi, tidak memiliki passive income. Menggunakan dana darurat untuk kebutuhan konsumtif. Tidak memiliki dana pensiun....".
"Kau tahu itu semua tapi tidak melakukannya!" seru adviser keuanganku.
"Karena hidup kadang membingungkan. Gunakan uang untuk bersenang-senang ketika muda kemudian tidak memiliki tabungan saat tua. Atau memiliki seluruh tabungan itu mendadak justru mati muda, hanya bekerja tidak menikmatinya," keluhku.
"Dana untuk bersenang-senang juga perlu dialokasikan tersediri. Sama seperti dana darurat atau dana pensiun. Jangan lupa memiliki asuransi ...."
Aku menghela napas melihat rak kosong di hadapanku. Pandemi virus corona. Orang-orang membelanjakan uang mereka. Menghabiskan persediaan masker, hand sanitizer, bahan makanan kering, obat dan vitamin, bahkan tisu toilet.
Aku berjalan beberapa langkah dan mengambil sabun cair. Sabun tetaplah sabun bagiku. Meski tidak ada tulisan antiseptik di kemasannya.
"Mestinya kau segera belanja ketika berita soal virus itu diberitakan di media. Mama saja sudah memiliki beberapa puluh kilo beras di rumah. Makanan kaleng, juga makanan instan," omel ibuku di telepon.
"Karena aku malas harus berdesak-desakan di supermarket. Belum lagi antrian kasirnya yang menggila," terangku.
"Ambil yang bisa kau ambil. Jangan salah langkah lagi. Belanja kemudian isolasi diri di rumah, jangan banyak berpergian. Jangan lupa pakai masker," cerocosnya.
"Masker...." gumamku. Biarpun punya uang aku pun tidak bisa membelinya karena barangnya sudah kosong di berbagai apotek yang kutemui. Suplemen makanan dan vitamin yang biasa kukonsumsi pun sudah jarang tersedia. Aku punya uang tapi tidak bisa membelinya.
Aku berjalan ke area sayur segar yang tidak lagi memajang daun-daun berwarna hijau. Sisa-sisa tanaman kering yang nyaris layu. Lebih baik dijadikan kompos daripada disajikan di atas piring makanku.
Gara-gara virus rencana liburanku juga berantakan.
"Semuanya sudah di-refund. Padahal kita sudah susah payah mencari promo. Semuanya sudah ter-planning jauh-jauh hari. Aku bahkan sudah menjadwalkan area mana saja yang akan kita kunjungi," cerocos Vi, kesal.
"Negara yang kita kunjungi, warganya juga banyak yang terjangkit sama seperti negara kita," sahutku sembari mengeluarkan pakaian yang sudah terlanjur di-packing dalam kopor.
"Jahat sekali orang-orang pembuat virus. Mengurangi populasi manusia dengan penyakit. Bumi kita sudah terlalu banyak manusia? Memangnya berapa angka yang ideal dan berdasarkan alasan apa? Ilmuwan tidak ada bedanya dengan pembunuh!" geram Vi.
"Teori konspirasi?" tanyaku.
"Memangnya kau sendiri yakin virusnya berevolusi secepat itu?" Vi balik bertanya. Ia berkacak pinggang.
Aku nyengir. "Sejujurnya aku juga cukup percaya dengan kemungkinan itu. Manusia saja lambat berevolusinya. Kalau virusnya bisa berevolusi secepat itu, kuharap manusia juga bisa cepat berevolusi memiliki kekuatan super."
Sepanjang sore ini Vi memijit-mijit kepalanya, mondar-mandir di sekitaran rumah. Ia mendadak nyelonong masuk kamarku, langsung merebahkan tubuhnya ke atas sofa.
"Sahamku kebakaran semua!" tuturnya, frustasi.
"Tapi harga emas naik. Haruskah aku menjualnya sekarang?"
"Kau masih punya uang. Tidak butuh tambahan. Punya uang pun kita tidak bisa membeli barang-barang karena persediaannya sedang habis belum restock," tukasku sembari melempar bantal ke arah Vi.
"Mumpung harga saham jatuh! Emasnya jadi duit. Duitnya buat beli saham!" kekehnya.
Aku berdecak. "Saham yang sekarang
pun masih kebakaran. Mau menambah resiko kerugian?"
Vi merengut. "Kau membuatku takut berbisnis."
"Bisnis bukan cuman untung. Pikirkan kemungkinan kerugiannya juga," ujarku.
"Bisnis juga tidak sebatas soal uang, bisnis juga menyangkut manusia."
Vi bangkit dari posisi rebahannya. "Ocehanmu membuatku lapar. Order makanan?" tawarnya, padahal jelas-jelas dia yang lebih banyak ngoceh dan mengeluh karena pembatalan liburan kami.
Aku mengucapkan satu kata. "Sate."
"Sate Maskur." Vi mengangguk. Selama beberapa detik dia fokus men-scroll layar ponselnya. "Ada promo. Beli seratus ribu, driver ojek online-nya bakal dapet makanan gratis dari warung makannya."
"Jangan!" sergahku.
"Kenapa memangnya? Bagi-bagi rejeki di masa sulit seperti ini kan bagus. Dasar tidak punya nurani!" protes Vi.
"Bahkan banyak orang yang sengaja order makanan bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk driver-nya. Pokoknya jangan menghalangi orang lain berbuat baik!"
Aku melipat tangan di depan dada. "Beri tips saja. Biar mereka bisa membeli makanan dari pedagang lain. Penjual bakso, nasi goreng, ketoprak atau pedagang lain yang biasanya dagangan mereka di beli oleh para driver bisa kehilangan pemasukannya dengan 'kebaikan' semacam itu."
Vi tercengang sebelum berkata. "Masuk akal."
"Beli satenya sesuai kebutuhan. Tidak masalah jika memang mencapai seratus ribu. Jika tidak mencapai, tidak perlu dipaksakan," usulku.
"Setuju," angguk Vi.
"Aku mau ke halaman depan sebentar, cari angin segar." Kuraih cardiganku dan ngeloyor ke luar rumah.
Sudah delapan hari aku melakukan isolasi diri, bergabung dalam upaya mencegah penyebaran virus. Namun apakah orang lain juga melakukan hal yang sama?
Vi dan aku beruntung sama-sama bisa work from home. Gaji lebih tinggi dari teman-teman seumuran kami. Bersama, kami bisa sewa rumah dengan halaman luas sementara kolega yang lain hidup di kos-kosan sempit.
Beruntung memiliki saldo yang cukup hingga bisa delivery order berbagai kebutuhan tanpa perlu berdesakan di tempat umum dengan pembeli lain.
Lebih aman dari penyakit? Belum tentu juga. Siapa tahu yang menyediakan makanan kami sebenarnya sedang sakit. Atau kurir pengantarannya yang sedang sakit. Tidak ada yang tahu.
Kami beruntung secara keuangan. Namun bagaimana dengan yang lain? Para pekerja harian. Para pekerja medis yang sedang lembur. Teman-teman kami yang tidak mendapat keistimewaan bekerja dari rumah?
Nyatanya work from home juga tidak senyaman pemikiran. Mirip tahanan rumah. Kadang aku ingin berkeliling kota akibat terlalu bosan terus menerus di rumah. Uniknya jadi manusia. Terlalu banyak di luar, ingin santai di rumah. Terlalu banyak rebahan di rumah, ingin berpergian.
Samar-samar aku mendengar suara batuk Vi dari dalam rumah. Jika dia positif corona bahkan meninggali, untuk apakah uang yang telah dikumpulkannya? Sama halnya denganku.
Jika ternyata aku juga positif, segala jerih payah kerja keras ini, untuk siapa? Dana darurat, dana pensiun, passive income, asuransi, tabungan, dan segala produk keuangan lainnya seberapa penting kah itu? Mana yang sungguh penting, mana yang bisa tidak menjadi prioritas?
Tujuan hidup. Aku ingin menjadi kaya raya. Memiliki banyak uang, menghapus kekhawatiran hari esok.
Aku sudah memiliki banyak uang, tidak sebanyak Bill Gates, namun ternyata kekhawatiranku soal hari esok tetap ada.
Manusia ibarat kapal yang berlayar lalu pasti akan tenggelam. Pesawat yang terbang lalu pasti akan jatuh. Lalu apa sebenarnya tujuan dari hidup?
Jurnal majalah bulanan populer seni, desain, animasi, komik, novel, cerita mini, dan sains ringan yang dikemas dalam format education dan entertainment (edutainment). An1magine mewadahi karya cerita mini, cerita bersambung dalam ragam genre, tutorial, dan komik dalam ragam gaya gambar apa pun. Jurnal majalah An1magine ini dapat diakses secara gratis (open access system). Silakan klik link di atas untuk mengunduhnya.
An1magine edisi ini dapat diunduh juga di An1mage Journal, Play Store, dan Google Book. Silakan klik link aktif yang ada untuk mengunduhnya. Gak mau ketinggalan berita saat An1magine terbit? Gabung yok di An1mareaders WA Group, Facebook, Instagram, Twitter
inovel
Gabung di An1mage WA Grup untuk workshop, tutorial, pelatihan, dan membahas puisi, cerita mini, cerita pendek, novel, dan scenario untuk diterbitkan dan atau difilmkan, jangan ngabisin waktu nungguin chat, mari berkarya nyata, terlibat dalam produksi secara langsung, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke Aditya PIC: 0818966667 dapat mengirimkan email ke: inovel.group@gmail.com subject: gabung inovel dengan isi: nomor kontak WA kamu atau dapat juga gabung di inovel facebook group.
ikomik
Gabung di An1mage WA Grup untuk workshop, pelatihan, tutorial, dan membahas komik untuk diterbitkan, dianimasikan dan atau difilmkan, jangan ngabisin waktu nungguin chat, mari berkarya nyata, terlibat dalam produksi secara langsung, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke PIC Aditya: 0818966667 dapat mengirimkan email ke: ikomik.group@gmail.com subject: gabung ikomik dengan isi: nomor kontak WA kamu atau dapat juga gabung di ikomik facebook group.
iluckis
Gabung yuk di grup WA iluckis, tempat para pelukis berkarya, berpameran, dan berpublikasi, karya lukisanmu dapat dipublikasikan secara gratis di majalah An1magine yang terbit bulanan dan beredar sejangkauan jari di Play Store yang berdampak pada promosi karya dan namamu agar lebih dikenal , gabung dengan mengirimkan pesan WA ke Aditya PIC: 0818966667 atau dapat mengirimkan email ke: iluckis.group@gmail.com subject: gabung iluckis dengan isi: nomor kontak WA kamu atau dapat bergabung di iluckis facebook group.
icosplayer
Para cosplayer yang keren-keren, gabung yuk di icosplayer WA grup, foto kalian yang menggunakan kostum bisa masuk ke majalah digital An1magine yang terbit bulanan, gabung dengan mengirimkan pesan WA ke WA ke Aditya PIC: 0818966667 atau dapat pula bergabung di icosplayer facebook group.
Lowongan menjadi agen iklan An1magine dengan sistem komisi sampai 50% net, kirim lamaran via email ke: an1mage@an1mage.org atau isi online form agen iklan freelance berikut ini
Comments
Post a Comment